BANJARMASIN – AKBP Achiruddin AKBP Achiruddin Hasibuan mendapat sanksi PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) dari institusi Polri setelah menjalani sidang kode etik di Propam Polda Sumut pada Selasa (2/3/2023).
Dimana dinyatakan terbukti melanggar kode etik hingga harus dipecat dari instansi Polri. Ada sejumlah pasal yang dilanggar oleh mantan Kabag Bin Ops Ditresnarkoba Polda Sumut itu.
AKBP Achiruddin terbukti melanggar kode etik karena membiarkan anaknya, Aditya Hasibuan menganiaya Ken Admiral. Dia terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 13 sebagaimana tertera dalam Perpol No 7 Tahun 2022.
“Berdasarkan pertimbangan, komisi sidang sudah memutuskan perilaku (Achiruddin) melanggar kode etik profesi Polri. Sehingga majelis komisi etik memutuskan untuk dilakukan PTDH,” kata Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak sebelumnya.
Diketahui, sebelum di PTDH, Achiruddin tercatat pernah melanggar disiplin Polri sebanyak empat kali. Hal itu jugalah yang membuat majelis sidang memutuskan untuk memecat Achiruddin.
“Sudah empat kali pelanggaran disiplin dan satu kali pelanggaran kode etik, itu yang memberatkan kami melakukan PTDH kepada yang bersangkutan,” kata Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Dudung Adijono.
Namun atas semua itu pula, Rabu (3/5/2023) ketika diminta tanggapannya mendapat kritikan serta penilaian dari Pangeran Khairul Saleh, tak lain Wakil Ketua Komisi III DPR RI, yang disebut berlebihan dan ini alasannya kenapa hingga dilontarkan.
Menurut Pangeran Khairul Saleh, dari Fraksi PAN ini, kalau sanksi pemecatan terhadap AKBP Achiruddin, karena membiarkan anaknya melakukan penganiayaan terhadap Ken Admiral, ini agak berlebihan.
“Motif tindakan AKBP Achiruddin Hasibuan adalah melindungi anaknya yang awalnya akan dikeroyok oleh Ken Admiral dan kawan-kawan. Kalau terkait penganiayaan yang sebagainya lantas di PDTH oleh institusinya, saya rasa hukuman itu sangat berlebihan,” ucapnya lagi.
Sisi lain lanjutnya, jika PTDH dikaitkan dengan perkara lain, termasuk dugaan gratifikasi dan lainnya yang disebut-sebut sudah lima kali menjalani sidang kode etik, maka untuk perkara yang berbeda itu pun harus dibuktikan dulu dengan putusan pengadilan bahwa yang bersangkutan bersalah.
Menurutnya, di sini jangan berasumsi kalau dirinya membela kalau yang bersangkutan tidak bersalah dan di PTDH.
“Ya saya bukan membela, tapi hukumlah secara proporsional, yakni sesuai asas keadilan dan kepastian hukum,” tutup Pangeran Khairul Saleh. (KPO-2)