BANJARMASIN, kalimantanpost.com – Sebelum vonis dijatuhkan majelis hakim Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, istri terdakwa Muhammad Anshor bernama Asmiyatun, bermimpi kalau sang suami pulang ke rumah.
”Alhamdulillah, ternyata mimpi itu merupakan kenyataan dan suamiku pulang. Seperti dalam mimpi, ternyata sang suami di vonis bebas oleh majelis hakim,’’ ujar Asmiyatun kepada awak media, Kamis (1 /6/2023) didampingi suami dan penasihat hukumnya Sabri Noor Herman.
Sabri sendiri menyebutkan kalau kliennya sejak awal memang tidak terlibat langsung dalam pengadaan lahan untuk kantor Samsat Amuntai ini, malahan lahan yang didakwakkan oleh JPU ternyata berbeda lokasinya. Hal ini yang memperkuat majelis sehingga memvonis bebas kliennya.
“Memang keadilan masih bisa berjalan dengan baik, kalau memang terdakwa tidak bersalah dalam perkara ini,’’ ujar Sabri kepada awak media.
Sementara Anshor sendiri yang sudah menjalani tahanan selama kurang lebih enam bulan, dengan rasa gembira menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak, sehingga dirinya dapat kembali menghirup udara bebas.
“Khusus kepada pak Sabri dan rekan, kami sekeluarga secara khusus menyampaikan terima kasih kami atas pembelaan yang diberikan, sehingga kami bebas,’’ katanya dengan nada haru.
Dalam perkara pengadaan lahan ini, terdakwa Anshor selaku apprisial didakwa turut serta dalam pengadaan lahan untuk kantor Samsat Amuntai bersama terdakwa Ahmad Yani yang juga divonis bebas.
Berdasarkan pertimbangan, majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak SH, MH didampingi hakim adhock A. Gawi dan Arif Winarno, berpendapat, kedua terdakwa dinilai tidak bersalah melawan hukum sebagaimana apa yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara.
Menurut Sabri kliennya keluar dari Lapas, tengah malam setelah vonis bebas dijatuhkan oleh majelis hakim, yang sudah memasuki hari Kamis.
JPU dalam tuntutannya menuntut kedua terdakwa masing-masing 5 tahun dan 6 bulan penjara serta membayar denda Rp200 juta subsidier selama enam bulan.
Kedua terdakwa juga dibebani membayar pengganti sebesar Rp 465.120.000, setelah dikurangai Rp100 juta dari uang yang disita. Bila tidak dapat membayar, kurungannya bertambah selama tiga tahun.
JPU berkeyakinan kalau terdakwa bersalah melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (hid/KPO-3)