Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

BBM Bioetanol : Mampukah Mengatasi Kebutuhan Energi Rakyat secara Berkelanjutan?

×

BBM Bioetanol : Mampukah Mengatasi Kebutuhan Energi Rakyat secara Berkelanjutan?

Sebarkan artikel ini
Iklan

Oleh : Anita
Aktivis Muslimah

Permasalahan energi telah menjadi dilema yang berkepanjangan dengan berbagai kebijakan yang diharapkan dapat meringankan beban rakyat dalam pemenuhan kebutuhan energi. Disamping ketersediaan sumber energi yang terus berkurang hingga negara harus melakukan impor agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, masalah lain yang tak kalah besar dan telah menjadi agenda bersama seluruh negara di dunia untuk dapat mengatasinya adalah perubahan iklim. Kekhawatiran awal penggunaan sumber energi dari bahan fosil adalah keberadaannya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui. Namun, sekarang semakin jelas bahwa penggunaan bahan bakar fosil bukan hanya dapat habis, melainkan ancaman perubahan iklim menimbulkan adanya kekhawatiran yang lebih besar sebab akan mengakibatkan keseimbangan alam terganggu sehingga berbagai bencana besar, seperti pemanasan suhu bumi, banjir, badai, kenaikan air laut, dan lain-lain.

Baca Koran

Menanggapi hal tersebut, pemerintah terus berusaha mengembangkan berbagai alternatif melalui penelitian terhadap sumber daya alam yang mungkin dijadikan sebagai pengganti bahan bakar fosil sebagai sumber energi bioetanol. Salah satu tanaman yang pernah dicanangkan sebagai bahan bioetanol adalah bijih jarak. Sungguh disayangkan, hal tersebut tersendat dan menjadi mangkrak. Alasan utama tidak jalannya program tersebut adanya keengganan dari para petani untuk melakukan penanaman sebab harga jual yang sangat murah.

Baru-baru ini, Kementerian ESDM kembali melakukan konsolidasi kepada beberapa produsen etanol yang tergabung dalam Asosiasi Penyalur Spiritus dan Ethanol Indonesia (Apsendo) untuk pengembangan BBM bioetanol, sebagai dukungan terhadap rencana Pertamina untuk mengedarkan BBM baru ini, yaitu BBM dari campuran antara Pertamax dan bahan bakar nabati bioetanol. Mengutip dari Indonesia.go.id (20/01/2023), melalui hadirnya BBM baru ini bisa menjadi solusi pengurangan tekanan impor BBM yang memberatkan neraca perdagangan Indonesia, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan potensi lapangan pekerjaan di sektor pertanian juga produksi bioetanol.

Akan tetapi, kemungkinan harga bioetanol ini lebih mahal dari pada pertamax yang artinya masyarakat akan lebih terbebani dengan harga yang lebih tinggi tersebut. Maksud hati ingin menciptakan kemandirian energi, namun jangan sampai menyakiti rakyat sendiri. Penggunakan energi terbarukan memang sangat dibutuhkan, terlebih sebagai upaya untuk mengurangi impor BBM dan kewajiban negara untuk dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pengkajian dari para ahli sebaiknya tidak terbatas pada jalan strategis percepatan implementasi bioetanol tersebut. Melainkan, juga dilakukan kajian terhadap kemampuan masyarakat sebagai tujuan atau target pengguna BBM tersebut.

Baca Juga :  Mencetak Generasi Emas

Mengingat harganya akan lebih mahal dari Pertamax. Muncul pertanyaan, kebijakan ini untuk siapa jika rakyat justru terbebani? Tanggung jawab sebenarnya dari pemimpin adalah apa yang dipimpinnya, yakni rakyat. Sebagaimana dalam sebuah hadis disebutkan bahwa “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya” (HR. Bukhari-Muslim). Jadi jelaslah bahwa seorang pemimpin, apalagi pemimpin negara haruslah membuat kebijakan yang memudahkan hidup rakyatnya melalui perencanaan matang yang melibatkan para ahli, sehingga benar-benar membawa manfaat untuk rakyat dan aman untuk lingkungan. Sehingga tidak akan kezaliman, baik kepada rakyat ataupun kepada alam.

Konsep inilah yang diberikan oleh Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Bahkan dalam hal kepemimpinan, Allah SWT memerintahkan agar menjadi seorang adil nan bijaksana. Kebijakan yang diambil tidak boleh berpihak dan dapat menyengsarakan rakyat. Kebijakan harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Imam Al Ghazali menyebutkan, kesejahteraan masyarakat dapat tercapai jika kebutuhan atas dien (agama), an nafs (kebutuhan dasar diri), ‘aql (kebutuhan intelektual), nasl (keturunan), dan maal (harta) dapat terpenuhi.

Pemenuhan kebutuhan energi termasuk dalam kebutuhan an nafs (kebutuhan dasar diri) yang juga tersambung pada kebutuhan lain seperti kebutuhan maal (harta). Dalam hal ini proses ekonomi akan berjalan dengan tersedianya kebutuhan energi dan kebutuhan dasar diri akan terpenuhi dengan terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Selain kebutuhan energi, tentunya negara cukup paham permasalahn rakyat dalam hal ketimpangan sosial-ekonomi tak sepatutnya dibebankan lagi dengan harga BBM yang akan melambung tinggi. Kebutuhan dasar lainnya akan mengiri kenaikan tersebut, sebagaimana yang sering terjadi bahwa kenaikan BBM akan memengaruhi harga kebutuhan pokok. Bukankah dengan ini rakyat akan semakin tercekik?

Penggunaan bioetanol diharapkan dapat berkelanjutan dan menjadi sebuah kemandirian. Memang sangat menjanjikan dan tentu saja mendapat banyak dukungan. Tapi, lihatlah pula pada sisi kemandirian masyarakat. Jika demi mencapai penurunan neraca perdagangan di kancah global melalui pencekikan terhadap rakyat dengan menggunakan BBM bioetanol yang harganya lebih mahal seakan memaksa rakyat sendiri memakan buah simalakama.

Baca Juga :  MENGGALI KEMAMPUAN DIRI

Kebutuhan akan energi terbarukan dan pencegahan krisis akibat perubahan iklim tentunya membuat semua orang akan dengan senang hati menggunakan BBM bioetanol. Namun, jika tetap menggunakannya dengan harga yang lebih mahal, maka berkaca pada kebijakan yang telah lalu, saat BBM mahal akan menimbulkan kemungkinan inflasi juga tak dapat dihindari.

Inilah yang harus digaris bawahi. Bahwa pemenuhan segala kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab dan kewajiban negara tanpa memberatkan rakyat. Terlebih melalui badan usaha milik negara (BUMN), tidak semestinya memberikan kebijakan yang dapat memberatkan rakyat. Melainkan memberikan kesejahteraan yang hakiki kepada seluruh masyarakat.

Sebagaimana yang disebutkan oleh imam Al-Ghazali, pencapaian kesejahteraan adalah dengan menempatkan agama diposisi utama. Melalui agama inilah, khususnya dalam agama Islam pandangan atau orientasi utama adalah keridhaan Allah dan menjadi filter moral untuk menjaga kepentingan rakyat dalam kemaslahatan sosial. Sehingga terjadi pemerataan dalam distribusi materiil.

Mencontoh pada kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, pada masa Umar bin Khattab. Pendapatan negara dikelola oleh baitu mal dengan pendistribusian terhadap harta di Baitul mal yang terarah. Khalifah kedua ini merupakan sosok pemimpin yang sangat adil. Salah satu bentuk keadilannya, yaitu dengan melakukan pemantauan langsung terhadap kondisi rakyatnya. Dimana suatu malam, Umar bin Khattab berpatroli berkeliling Madinah. Hingga beliau menemukan seorang ibu dalam sebuah rumah yang tengah memasak batu.

Maka, dia pun bertanya apa tujuan ibu tersebut memasak batu, dan dijawablah bahwa itu untuk mengelabui anka-anaknya yang kelaparan sebab mereka akan mengira bahwa masakannya memang belum masak dan mereka akan menunggu sampai tertidur. Mendengar hal itu, Khalifah umar sangat sedih dan merasa sangat berdosa karena telah menelantarkan rakyatnya dan tidak dapat memberikan kebutuhan dan haknya sebagai warga negara.

Setelah itu, Umar bin Khattab langsung kembali untuk mengambil gandum di Baitul mal dan memberikannya kepada ibu tersbeut. Bahkan beliau menggendong sendiri karung gandum tersebut, sebagai bentuk penyesalan dan kesadaran akan tanggung jawab beliau yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban sebagai seorang pemimpin.

Inilah seorang kepala negara yang sangat diharapkan. Berorientasi pada iman, sehingga akan mengedepankan keadilan dan kesejahteraan para rakyatnya.

Iklan
Iklan