JAKARTA, kalimantanpost.com – Seorang oknum polisi berpangkat Bripda di Kabupaten Kepulauan Tanibar, Maluku ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur, Rabu (5/7/2023) lalu.
Bripda BJL dilaporkan oleh orang tua korban karena diduga mengajak korban yang masih duduk di bangku kelas dua SMP untuk datang ke kamarnya pada saat jam sekolah, menyediakan sopi (sejenis minuman keras) untuk diminum bersama dengan korban dan pacarnya, lalu membiarkan pacarnya melakukan rudapaksa terhadap korban
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengecam tindakan Bripda BJL, anggota Polres Kepulauan Tanimbar yang diduga mencabuli anak di bawah umun, serta merekomendasikan agar oknum anggota Polri tersebut dijerat pasal berlapis.
“Kompolnas merekomendasikan kepada Kapolda Maluku agar Bripda BJL diproses pidana dan dijerat pasal-pasal berlapis sehingga nantinya yang bersangkutan dapat dijatuhi hukuman berat,” kata Poengky dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Tidak hanya itu, kata Poengky, ia juga merekomendasikan agar Bripda BJL diproses kode etik dan dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Menurut dia kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut tidak boleh diupayakan damai atau restorative justice.
“Kasus tersebut adalah kasus yang serius, sehingga harus diproses pidana hingga tuntas,” ujar Poengky.
Poengky mengatakan sebagai anggota Polri seharusnya Bripda BJL melindungi dan mengayomi anak-anak serta mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual terhadap anak.
Alih-alih melaksanakan tugas, lanjut dia, Bripda BJL justru sebagai pelaku utama kekerasan seksual terhadap anak.
“Kami berharap ada upaya yang sungguh-sungguh dari Kapolda Maluku untuk mencegah seluruh anggotanya melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak,” paparnya.
Poengky juga menjelaskan Polri memiliki Peraturan Kapolri tentang Implementasi Prinsip-Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Pelaksanaan Tugas Polri, dimana di dalamnya mengatur perlindungan dan penghormatan kepada perempuan dan anak.
Menurut dia, Perkap HAM tersebut perlu disosialisasikan dan dilakukan vokasi terus-menerus agar seluruh pola pikir (mindset) dan pola budaya (cultureset) anggota Polri terbentuk yakni sebagai pelindung dan menghormati hak-hak perempuan dan anak.
Selain itu, lanjut dia lagi, untuk memunculkan efek jera bagi pelaku dan anggota yang lain agar tidak melakukan hal yang sama maka Bripda BJL harus dijerat pasal-pasal berlapis dan dijatuhi vonis maksimal ditambah sepertiga sebagai pemberatan.
“Kami sangat terkejut dan sangat mengecam tindakan Bripda BJL anggota Polres Kepulauan Tanimbar yang melakukan serangkaian kekerasan seksual yang mengorbankan seorang anak perempuan,” ujar Poengky. (Ant/KPO-3)