BANJARMASIN, kalimantanpost.com – Prestasi membanggakan ditoreh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan
Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) dengan menempati posisi pertama dari 34 Kanwil di DJP di Indonesia, baik dari segi penerimaan maupun pertumbuhan bruto
pajak.
Keberhasilan tersebut berkat
penerimaan sampai dengan semester 1 tahun 2023, tercatat neto penerimaan pajak sebesar Rp15,789 triliun atau setara dengan 66,84 persem dari target penerimaan tahun 2023.
“Realisasi penerimaan
pajak tersebut tumbuh 38,57 persen dari target sebesar Rp23,624 triliun, sehingga menempatkan Kanwil DJP
Kalselteng di posisi pertama dari 34 Kanwil di DJP, baik dari segi penerimaan maupun pertumbuhan bruto
pajak,” kata Kepala Kanwil DJP Kalselteng Tarmizi dalam kegiatan Media Gathering di Aula Barito Lantai 8 Kanwil DJP Kalselteng, Jl Lambung
Mangkurat, Kota Banjarmasin, Kamis (20/7/2023).
Gathering dengan tema “Bincang Santai
Bersama Kepala Kanwil” merupakan bagian rangkaian kegiatan Hari Pajak 2023 dalam rangka menjalin silaturahmi dan sinergi antara Kanwil DJP Kalselteng dengan insan media, baik media cetak, media online, TV, dan radio.
Ditambahkan Tarmizi, capaian penerimaan untuk wilayah Provinsi Kalsel dan Kalteng didominasi sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh 40,39 persen, sektor perdagangan besar
dan eceran tumbuh 63,75 persen.
Selanjutnya, kata, serta sektor pengangkutan dan pergudangan dengan pertumbuhan
sebesar 74,34 persem.
“Dari segi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, wajib pajak yang telah lapor sampai
semester 1 sebanyak 380.860 SPT atau capaian rasio sebesar 81,78 persem dari target sebanyak 465.687
SPT,” ucapnya.
Ditambahkan Tarmizi, komposisi SPT tahunan yang telah dilaporkan yaitu 22.957 SPT Wajib Pajak Badan, 315.953 SPT Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan, dan 41.950 SPT Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan.
Dia juga menyampaikan bagaimana proses pemeriksaan pajak yang biasanya diawali dari
penyampaian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) kepada wajib pajak.
“Apabila wajib pajak memperoleh SP2DK dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP), diharapkan secepatnya
memberikan tanggapan, bisa secara langsung datang ke KPP terdaftar atau juga bisa memberikan tanggapan secara tertulis,” ujarnya.
Sedangkan untuk pemeriksaan pajak mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor
PMK-184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Caran Pemeriksaan. Sesuai PMK tersebut alur pemeriksaan dimulai dari penerbitan Surat Perintah
Pemeriksaan (SP2), peminjaman dokumen, penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
(SPHP), sampai terbitnya produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan/atau Surat Tagihan
Pajak (STP).
“Terkait dengan proses pemeriksaan pajak yang telah dilakukan, apabila Wajib Pajak merasa tidak puas dengan hasil pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam suatu ketetapan pajak, Wajib Pajak
dapat menempuh beberapa upaya hukum sebagaimana diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan,” ungkapnya.
Menurut Tarmizi, upaya hukum tersebut yakni mengajukan Keberatan, Banding, Gugatan, ataupun
Peninjauan Kembali (PK). Penyelesaian upaya hukum tersebut akan dilakukan oleh Pengadilan Pajak
yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia, berpuncak di Mahkamah Agung, dan
mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.
Dikesempatan itu, Tarmizi menyinggung adanya pemberitaan tentang dugaan pemerasan yang dilakukan pegawai di lingkungan
Kanwil DJP Kalselteng terhadap salah satu wajib pajak yang saat ini merebak di beberapa media.
Dia pun menyampaikan klarifikasi, fungsional pemeriksa pajak telah melakukan pemeriksaan kepada wajib
pajak melalui penugasan resmi berdasarkan Surat Tugas dan telah melaksanakan tugas sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku beserta aturan pelaksanaan di bawahnya.
“Selama proses
pemeriksaan berlangsung, petugas pajak tidak melakukan pemerasan kepada wajib pajak dan tidak melakukan pelanggaran kode etik,” ucap Tarmizi.
Salah satu saluran yang dapat digunakan wajib pajak apabila menemukan indikasi pelanggaran adalah WISE atau Whistle Blowing System. Ini merupakan aplikasi yang disediakan oleh Kementerian
Keuangan bagi wajib pajak yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan yang
berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
“Saya berharap melalui pertemuan ini, rekan-rekan media dapat menerapkan prinsip pemberitaan yang tepat, akurat, dan benar serta sesuai fakta yang ada, agar tidak terjadi kekeliruan
informasi dan kesalahan persepsi masyarakat secara luas,” pungkasnya. (Mau/KPO-3)