Surabaya, KP – Komisi IV DPRD Kalsel optimis dapat menekan angka stunting pada 2024 menjadi 14 persen, sesuai target yang ditetapkan Pemprov Kalsel untuk meningkatkan status gizi dan tumbuh kembang anak di banua.
Optimisme ini berdasarkan laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis pada 2023, kasus stunting di Kalsel dari 30 persen menjadi 24,6 persen.
“Kita optimis angka stunting bisa ditekan lagi menjadi 14 persen,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, Gina Mariati, usai kunjungan kerja ke Komisi E DPRD Jawa Timur, Senin, di Surabaya.
Gina Mariati mengungkapkan, permasalahan stunting yang erat kaitannya dengan kemiskinan, kebersihan sekitar tempat tinggal dan serapan gizi menjadi topik utama yang harus diperbaiki.
“Di Kalsel itu memang wilayahnya air, namun agak bermasalah untuk mandi, cuci, kakus (MCK), sehingga perlu keseriusan memperbaiki lingkungan sekitar dan cakupan gizi yang tercukupi,” kata Gina Mariati.
Diketahui, Kalsel masuk urutan tiga besar dalam penurunan kasus stunting di bawah Provinsi Sumatra Selatan turun dari 24,8 persen menjadi 18,6 persen dan urutan kedua Kalimantan Utara turun dari 27,5 persen menjadi 22,1 persen.
Dari catatan pada 2022, angka balita stunting di Kalsel sebanyak 21.279 balita dari jumlah sasaran balita yang diukur sebanyak 215.230 balita.
Untuk itu, Komisi IV DPRD Kalsel menargetkan 14 persen penurunan stunting tercapai dengan jalin komunikasi beberapa pihak.
“Kita harap itu bisa terlaksana, ternyata dibalik stunting itu masih banyak persoalan yang kita pikirkan bersama sama,” jelas politisi Partai NasDem.
Salah satunya, air bersihnya juga masih kurang. Upaya kita tidak hanya kerjasama dengan dinas terkait, tetapi kita kolaborasi antar Satuan Perangkat Daerah (SKPD).
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, DR H Kodrat Sunyoto mengatakan, angka stunting di Jawa Timur pada 2021 cukup tinggi, sehingga menjadikan ini prioritas anggaran.
“Angka stunting pada 2021 mencapai 23,5 persen. Nah, orientasinya pada saat itu, anggaran banyak terpusat ke situ. Baik anggaran kolaborasi maupun anggaran yang secara khusus di internal,” kata Kodrat.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, H Masturi Husairi, dimana pola hidup orang tua anaklah yang menjadi akar persoalan stunting ini, sehingga program dan penyuluhan ke lapisan masyarakat terdalam juga menjadi faktor tekan prevalensi stunting ini.
“Ini menjadi persoalan memang hampir di seluruh provinsi di Indonesia,” kata Masturi Husairi.
Diakui, sebenarnya bisa dilakukan juga pencegahan melalui penyuluhan yang seharusnya dilakukan Puskesmas dengan semua perangkatnya sampai ke desa, biasanya ada bidan di desa.
“Nah, kalau bisa dilakukan pencegahan secara preventif, apalagi adanya dana desa yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan penyuluhan, berkolaborasi dengan perangkat desa, Pemdes dan Puskesmas,” tambahnya. (lyn/KPO-1)