Oleh : Ahmad Barjie B
Penulis buku “Mengenang Ulama dan Tokoh Banjar”
Satu lagi tokoh Kalimantan Selatan yang berkiprah di tingkat nasional tutup usia. Desmond Junaidi Mahesa, meninggal dunia di Jakarta, Sabtu 24 Juni 2023, setelah sempat dirawat di RS Mayapada. Tokoh kelahiran Banjarmasin 12 Desember 1965 ini dikebumikan di Al-Azhar Memorial Garden Karawang Jawa Barat.
Tidak sulit untuk menggali profil Desmond, begitu panggilan akrabnya, sebab di media online begitu banyak dipublikasikan sekitar profil, karier dan pengabdian Desmond, termasuk peristiwa wafatnya, di mana sejumlah tokoh juga berhadir, diantaranya Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan banyak lagi. Mereka bertakziah ke rumah duka di Jalan Saco 1 Nomor 1 Ragunan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Pejuang Hak Asasi Manusia
Junaidi, begitu nama asli tokoh ini, adalah anak pasangan Muchtar bin H Sirin dan Sa’diyah binti Ubak. Ia menghabiskan masa kecil dan remajanya di Banjarmasin. Pendidikan dasar dan menengah ditempuh di Banjarmasin, yaitu SD Karya Masyarakat pada 1975-1981, SMPN 7 1981-1983, SMAN 7 1983-1986 dan Fakultas Hukum Unlam angkatan 1986. Selanjutnya, pendidikan pascasarjana di STIH IBLAM pada 2004.
Sesuai latar belakang pendidikannya, Desmond banyak mengabdi di bidang hukum dan perjuangan hak asasi manusia. Ia menjadi Ketua YLBHI 1997-1998, Direktur YLBH Nusantara 1997-1998, Direktur YLBHN Bandung 1996-1997, Presidium Walhi Nasional 1995-1996 dan Konsorsium Pembaruan Agraria sejak 1994 sampai sekarang.
Semasa di YLBH, Desmond bersama gerakan pro reformasi berupaya memperjuangkan keadilan dan demokrasi. Di antara temannya di YLBH adalah Adian Napitupulu, yang belakangan juga menjadi anggota DPR-RI dari PDI Perjuangan. Mengapa namanya yang semula Junaidi berubah menjadi Desmond Junaidi Mahesa, saya tidak sempat bertanya kepadanya. Boleh jadi sebagai aktivis hukum dan hak asasi manusia, Desmond mengagumi tokoh HAM asal Afrika Selatan yaitu Desmond Tutu, teman Nelson Mandela, yang sangat menonjol di zamannya sebagai pejuang politik anti apartheid.
Di masa-masa ini (1997-1998) Desmond sempat menjadi korban penculikan bersama sejumlah aktivis. Desmond menjalani tahanan di tempat yang ia sendiri tidak mengenalnya, karena tidak melihat siapa penculiknya dan di mana persis tempatnya, sebab matanya ditutup dengan kain hitam, dan kacamatanya dilepas, sehingga Desmond yang mengalami masalah penglihatan sulit sekali mengenali siapa dan di mana penculikan terjadi. Namun ia memastikan penculiknya dari organisasi yang rapi.
Setelah dua bulan ia bebas dari penyekapan penculik, Desmond sempat pulang ke Banjarmasin, kemudian kembali ke Jakarta lagi, menjadi aktivis seperti semula. Rezim Orde Baru tumbang pada 1998, berganti dengan era reformasi yang ditandai berdirinya banyak partai politik. Sebelum bergabung dengan Partai Gerindra, Desmond sempat bergabung dengan Partai Umat Islam (PUI) yang didirikan oleh Prof Dr Deliar Noer dan sejumlah tokoh nasional. Partai ini tidak sempat besar karena kekurangan sumber daya, dan hanya berhasil mendudukkan satu orang di MPR-RI, yaitu Prof Dr Mochtar Naim, sosiolog Minang Sumatra Barat. Karena tidak lolos ambang batas parliamentary threshold, PUI merger dengan Partai Bulan Bintang karena sama-sama berasas Islam.
Saat bergabung dengan Partai Gerindra besutan Prabowo Subianto, karier politik Desmond semakin moncer. Ia terpilih sebagai anggota DPR-RI daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Kalimantan Timur pada Pemilu 2009, dengan perolehan suara 13.439. Periode selanjutnya 2014, ia beroleh suara 61.275, kali ini ia memilih Dapil Banten II. Selanjutnya Pemilu 2019, ia beroleh 103.837 suara juga dari Dapil Banten II. Karena perolehan suaranya yang surplus itu, maka Desmond menjadi Juara Dapil untuk Pemilu legislatif 2019. Ini menunjukkan Desmond memang dikenal luas, sehingga meskipun tidak melalui Dapil Kalsel sebagai daerah asalnya, ia justru banyak beroleh suara di dapil-dapil provinsi lain. Mungkin karena dekat dengan masyarakat dan gigih memperjuangkan aspirasi mereka.
Kalau diamati, Desmond termasuk wakil rakyat yang berani dan vokal, menguasai seluk-beluk peraturan perundangan dan tugas-tugasnya, kritis terhadap masalah yang dibahas dan diperjuangkan. Ia sering melontarkan kritik yang tajam, meskipun partainya bergabung dengan koalisi pemerintah. Tidak mengherankan ia dipercaya sebagai Wakil Ketua DPP Partai Gerindra dan Wakil Ketua Komisi III DPR-RI. Jika membaca buku-bukunya atau tulisannya di media online, Desmond lebih mencerminkan dirinya sebagai tokoh oposisi dan mewakili masyarakat yang menentang berbagai kondisi dan kebijakan pemerintah saat ini. Ia juga sering tampil di berbagai forum dan dapat dibanggakan. Hal ini tidak terlepas dari pengalamannya yang panjang dan penuh liku sebagai aktivis.
Urangnya Baikan
Di luar urusan politik, Desmond yang berkepala botak tetap pulang pergi ke banua, masih akrab dengan teman-temannya. Banyak teman akrabnya di Banjarmasin sering diajaknya berdiskusi di rumahnya atau di mana saja. Teman-teman Desmond, diantaranya Rosehan Noor Bahri, sesama alumnus FH-Unlam, mantan Wagub Kalsel yang kini menjadi menjadi anggota DPRD Kalsel, Ir Sukhrowardi MAP seorang aktivis yang kini menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin, dan banyak lagi.
Orang-orang yang ‘bailang’ ke rumahnya, diterimanya dengan hangat, dijamu makan di rumah, atau diajak makan ke rumah makan. Istrinya, Nurnaningsih dan anggota keluarga lainnya serta para pegawai rumahnya juga menerima dengan hangat. Rumahnya yang ‘luar biasa’ di kawasan Sungai Tabuk, masih sering dijadikan tempat kumpul-kumpul dan diskusi santai. Di situ ada ruang tamu yang luas, ruang makan, mushalla dan juga perpustakaan pribadi, yang banyak sekali mengoleksi buku-buku, tak hanya politik, hukum, biografi para tokoh nasional dan dunia, juga bertema agama, tafsir, hadits, dan bernuansa tasawuf. Desmond suka membaca, paduan antara hasil bacaan dan pengalaman sebagai aktivis dan politisi ia lahirkan pula dalam sejumlah buku, serta sejumlah tulisan di media cetak dan online. Ia juga mendukung penerbitan buku beberapa temannya sesama aktivis banua. Bagi masyarakat umum, ia juga ditokohkan dan sering dimintai bantuan. Bahkan Desmond membangunkan Masjid al-Munir yang semula langgar untuk masyarakat di kawasan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar.
Kita tentu memiliki pengalaman masing-masing bersama almarhum. Meski hanya sedikit, saya mengenal Desmond saat ia menjadi aktivis di Unlam dan kemudian berkiprah di Jakarta, dan termasuk di antara aktivis yang mengalami penculikan. Saya sempat bersamanya ketika sama-sama menjadi aktivis di Partai Umat Islam, saya sebagai Sekretaris Umum PUI Kalsel (Ketua Umumnya Abrar Harun alm) periode 1998-2000, sementara Desmond di PUI Pusat, entah sebagai pengurus atau simpatisan saya lupa. Ia menemani Prof Dr Harun al-Rasyid (guru besar UI Jakarta mantan Wakil Ketua KPU Pusat) yang menjadi calon anggota DPR-RI dapil Kalsel. Mereka datang ke Banjarmasin satu pesawat sambil membawa sejumlah bundel atribut Pemilu. Sesudah itu kami satu mobil dengan dikawal highway patrol menuju daerah-daerah yang jadi arena kampanye. Karena itu kalau bertemu ia selalu memanggil saya, Ahmad Barjie Partai Umat Islam, walaupun saya sendiri hampir melupakan pengalaman di partai tersebut.
Sesudah itu rasanya masih biasa bertemu kalau ia ke Banjarmasin. Terakhir, kami bertemu kurang dari setahun lalu (2022). Saat itu saya bersama Dr Muhammad Ramli MEd (alm) dijamu makan di rumahnya. Di situ juga ada Prof Dr Sutarto Hadi MSc, Prof Dr Ersis Warmansyah Abbas MPd dan beberapa lagi. Mungkin sekitar dua jam kami di rumahnya. Saya diberi buku karangannya, dan saya pun memberi buku.
Setelah itu saya tak pernah bertemu lagi, kecuali melihat penampilannya di televisi atau media online. Kita berdoa semoga segala pengabdian Desmond Junaidi Mahesa mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah swt dan segala dosa dan kesalahannya diampuni. Kita harapkan dari banua Banjar Kalimantan Selatan tetap ada tokoh-tokoh muda dan vokal yang mampu berkiprah di ranah politik nasional dan diperhitungkan seperti Desmond.