Oleh : Fauzur Rahman
Guru MAN 3 Hulu Sungai Selatan
Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu hari yang dimuliakan oleh Allah SWT. Hari itu merupakan momen istimewa bagi seluruh umat Islam di dunia. Hari itu disebut juga dengan hari raya qurban. Menurut Syeikh Al-Mahlawi dalam Kitab Ayyamullah bahwa Hari Raya Idul Adha adalah bentuk rasa syukur, pembersih atas nikmat dan berbagi atas kebahagiaan.
Pada hari Idul Adha tersebut juga momen yang tepat untuk mengingat kembali historis seorang yang mulia di sisi Allah, yang dapat dijadikan teladan di kehidupan sehari-hari, yaitu Nabi Ibrahim AS.
Menurut historis, Nabi Ibrahim AS diperintah Allah lewat mimpi untuk menyembelih anaknya Ismail AS. Tentu perintah ini sangat berat bagi nabi Ibrahim AS. Apakah nabi Ibrahim AS menolak perintah berat tersebut?
Bahkan keluarga Nabi Ibrahim AS dengan sikap sa’mina wa at’na dengan penuh ketaatan pada Allah melaksanakan perintah tersebut dengan penuh keridhaan. Hal ini diabadikan dalam al-Qur’an. “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” “Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar”. (QS. As-Saffat : 102).
Atas dasar inilah Allah SWT mengangkat keluarga Nabi Ibrahim AS menjadi keluarga pilihan, bahkan Allah mengangkat keturunan-keturan Nabi Ibrahim AS menjadi para nabi, tak heran kiranya Nabi Ibrahim AS diberi gelar abu al-anbiya (ayahnya para nabi).
Apakah peristiwa sejarah keluarga yang mulia ini hanya dijadikan pajangan di buku sejarah saja? Tentu momentum yang dilaksanakan setiap tahunnya ini tidak dilewatkan begitu saja. Kita dapat merefleksikannya di tengah keluarga, dimana zaman sekarang, banyak sekali tantangan dan rintangan, hidup di tengah krisis moral, dimana akhlak remaja telah terkisis oleh arus globalisasi. Momentum ini dapat menjadi angin segar ditengah krisis moral bangsa. Pelajaran apakah yang dapat diambil dari keluarga mulia ini.
Pendidikan Tauhid
Jauh hari sebelum Nabi Ibrahim mempunyai anak, Nabi Ibrahim sudah memiliki tauhid di dadanya, dimana beliau dengan beraninya melawan Raja Namrud dalam kemusyrikan. Dengan gagahnya Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang diagungkan Raja Namrud.
Ketika Nabi Ibrahim AS sudah berumah tangga dan mempunyai keturanan, pendidikan tauhid inilah yang benar-benar ditanamkan kepada keluarganya. Prinsip pendidikan tauhid ini banyak diabadikan di dalam Al-Qur’an.
Nabi Ibrahim AS berkata kepada putranya, “Jangan sampai kalian meninggal dunia kecuali dalam kondisi mejadi seorang muslim, fala tamutunna illa wa antum muslimun”. (QS. Al-Baqarah : 132).
Sebaliknya, beliau juga mewanti-wanti agar tidak berpaling mengabdi kepada selain Allah, “Jauhkanlah diriku dan keturunanku dari menyambah berhala”. (QS. Ibrahim : 35).
Pendidikan tauhid yang diajarkan Nabi Ibrahim AS kepada keluarganya sangatlah relevan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan. Dimana peran pendidikan dalam membentuk manusia yang beriman bertakwa masih jauh dari kata harapan. Berapa banyak kurikulum pendidikan berganti, tapi apakah mampu mengatasi problem moral bangsa?
Nabi Ibrahim telah mewariskan bagaimana proses pendidikan untuk mencetak generasi yang unggul di masa datang. Dimana pendidikan tauhid merupakan pondasi pertama dari proses pendidikan setelahnya.
Kesuksesan pendidikan Nabi Ibrahim AS dibuktikan dengan generasi-generasi setelahnya menjadi generasi yang unggul, yang menciptakan manusia berakhlak mulia, banyak para nabi setelah merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim AS.
Pengorbanan
Dasar dari sebuah pengorbanan adalah cinta. Dengan kata lain, jika cinta belum tumbuh maka pengorbanan akan sulit untuk terwujud. Perwujudan kecintaan keluarga Nabi Ibrahim kepada Allah dibuktikan dengan pengorbanan yang begitu besar di keluarga tersebut. Tetapi dengan di landasi kecintaan yang begitu besar kepada Allah, ujian dan rintangan pun terlewati dengan mudah.
Bahkan setan pun tidak mampu menggoda keimanan keluarga Nabi Ibrahim AS karena dilandasi cinta yang begitu kuat. Kekuatan cinta tersebut adalah buah dari pendidikan tauhid yang telah ditanam Nabi Ibrahim di tengah keluarganya.
Apakah pengorbanan keluarga Ibrahim AS membuahkan hasil? Tentu jawabannya iya. Bukankah selalu menyebut keluarga Ibrahim ketika shalat. Berapa orang yang sudah menyebutnya sejak Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Begitulah Allah memberikan penghargaan bagi orang yang sudah berkorban untuknya. Sampai-sampai Allah memuji kepada keluarga Ibrahim AS di dalam Al Qur’an.
Pengorbanan keluarga Nabi Ibrahim AS dapat diambil pelajaran, jika keluarga ingin mendapat kedudukan mulia baik di sisi manusia ataupun Allah. Pengorbanan merupakan investasi untuk menuju kesuksesan. Orang yang ingin mendapat kesuksesan berarti harus bersedia berkorban.
Dengan demikian momentum Hari Raya Idul Adha ini adalah momen merefleksikan diri sendiri, sudah sejauh mana cinta dan pengorbanan kepada Allah? Apakah ingin keluarga mulia di sisi Allah? Wallahu a’lam.