Banjarmasin, KP – Saksi fakta yang akan diajukan penasihat hukum terdakwa dalam perkara dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencurian
Uang (TPPU) ganti rugi lahan pemangunan bendungan Tapin di Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin batal hadir, Senin (14/8).
Akibatnya, majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi menunda sidang ini sampai minggu depan.
Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin memberikan kesempatan kepada penasihat hukum untuk
menghadirkan saksi yang dimaksud pekan depan.
Sementara permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk kembali menghadirkan saksi ahli ditolak oleh majelis, karena JPU tidak menggunakan
kesempatan tersebut pada sidang terdahulu dan kini adalah haknya penasihat hukum untuk menghadirkan saksi.
Penasihat hukum terdakwa, Marudut Tampubolon mengatakan bahwa saksi yang akan diajukan pekan depan masih dirahasiakan namanya.
“Yang pasti saksi yang akan kami ajukan tersebut saksi fakta bukan saksi ahli maupun saksi yang meringankan,” ujar Marudut sembari
meninggalkan halaman pengadilan.
Usai pemeriksaaan saksi pekan depan, agenda yang sudah ditetapkan adalah penyampaian tuntutan oleh JPU.
Seperti diketahui, tiga terdakwa yang terdiri dari Sugian Noor mantan Kepala Desa Pipitak Jaya Kecamatan Piani Kabuapten Tapin, Herman
seorang warga setempat dan Ahmad Rizaldy seorang guru pada sekolah dasar sepakat untuk mengurusi surat-surat tanah milik warga yang
memiliki lahan agar bisa diganti rugi.
Sugiannor, Ahmad Rizaldy dan Herman dikatakan secara bersam-sama melakukan pemotongan 50 persen dari lima korban yang mendapatkan ganti
rugi dari pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan tersebut.
Dalam dakwaan disebutkan Sugianoor menerima sebesar Rp 800 juta, Ahmad Rizaldy di kisaran angka Rp 600 juta dan Herman yang merupakan
warga setempat jumlah justru paling besar Rp 945 juta lebih.
Umumnya yang menjadi korban dari kelima penerima uang ganti rugi tersebut, dikarenakan surat-surat tidak lengkap dan pengurusan
kelengkapan tersebut dilakukan oleh ketiga terdakwa.
Sebetulnya, ujar JPU, kelima korban tidak mau untuk memberikan uang dengan besaran yang diminta, tetapi karena kelengkapan surat-surat
tanah yang dimiliki kurang, mereka terpaksa memberikannya.
JPU menjerat ketiga terdakwa pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kedua, Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan pelanggaran tentang pencucian uang, JPU pertama mematok Pasal 3 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
dan kedua Pasal 4 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Khusus terdakwa Herman karena orang swasta, dikenakan Pasal 3 untuk yang pertama dan kedua Pasal 5 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang.
Seperti diketahui, proyek pembangunan bendungan yang menghabiskan anggaran mencapai Rp 1 triliun ini merupakan merupakan proyek tahun
jamak antara 2015 sampai 2020.
Dalam kasus ini, sudah ada 20 orang yang dijadikan saksi dan diperiksa. Dari pemilik tanah, kepala desa, hingga mantan kepala BPN
Tapin.(hid/K-4)