Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Hukum & Peristiwa

Perkara Gratifikasi dan TPPU Ganti Rugi Lahan Bendungan Tapin Saksi tak Muncul, Terpaksa Hakim Tunda Sidang

×

Perkara Gratifikasi dan TPPU Ganti Rugi Lahan Bendungan Tapin Saksi tak Muncul, Terpaksa Hakim Tunda Sidang

Sebarkan artikel ini
6 Sidang TPPU Bendungan Tapin 3klm
TUNDA SIDANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin menunda sidang lanjutan gratifikasi dan TPPU ganti rugi lahan pembangunan bendungan Tapin.(KP/HG Hidayat)

Banjarmasin, KP – Saksi fakta yang akan diajukan penasihat hukum terdakwa dalam perkara dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencurian

Uang (TPPU) ganti rugi lahan pemangunan bendungan Tapin di Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin batal hadir, Senin (14/8).

Baca Koran

Akibatnya, majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi menunda sidang ini sampai minggu depan.

Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin memberikan kesempatan kepada penasihat hukum untuk

menghadirkan saksi yang dimaksud pekan depan.

Sementara permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk kembali menghadirkan saksi ahli ditolak oleh majelis, karena JPU tidak menggunakan

kesempatan tersebut pada sidang terdahulu dan kini adalah haknya penasihat hukum untuk menghadirkan saksi.

Penasihat hukum terdakwa, Marudut Tampubolon mengatakan bahwa saksi yang akan diajukan pekan depan masih dirahasiakan namanya.

“Yang pasti saksi yang akan kami ajukan tersebut saksi fakta bukan saksi ahli maupun saksi yang meringankan,” ujar Marudut sembari

meninggalkan halaman pengadilan.

Usai pemeriksaaan saksi pekan depan, agenda yang sudah ditetapkan adalah penyampaian tuntutan oleh JPU.

Seperti diketahui, tiga terdakwa yang terdiri dari Sugian Noor mantan Kepala Desa Pipitak Jaya Kecamatan Piani Kabuapten Tapin, Herman

seorang warga setempat dan Ahmad Rizaldy seorang guru pada sekolah dasar sepakat untuk mengurusi surat-surat tanah milik warga yang

memiliki lahan agar bisa diganti rugi.

Sugiannor, Ahmad Rizaldy dan Herman dikatakan secara bersam-sama melakukan pemotongan 50 persen dari lima korban yang mendapatkan ganti

rugi dari pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan tersebut.

Dalam dakwaan disebutkan Sugianoor menerima sebesar Rp 800 juta, Ahmad Rizaldy di kisaran angka Rp 600 juta dan Herman yang merupakan

warga setempat jumlah justru paling besar Rp 945 juta lebih.

Baca Juga :  Hakim Tolak Nota Keberatan Mantan Direktur Utama PT Taspen Antonius Kosasih di Kasus Investasi Fiktif

Umumnya yang menjadi korban dari kelima penerima uang ganti rugi tersebut, dikarenakan surat-surat tidak lengkap dan pengurusan

kelengkapan tersebut dilakukan oleh ketiga terdakwa.

Sebetulnya, ujar JPU, kelima korban tidak mau untuk memberikan uang dengan besaran yang diminta, tetapi karena kelengkapan surat-surat

tanah yang dimiliki kurang, mereka terpaksa memberikannya.

JPU menjerat ketiga terdakwa pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Kedua, Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan pelanggaran tentang pencucian uang, JPU pertama mematok Pasal 3 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

dan kedua Pasal 4 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Khusus terdakwa Herman karena orang swasta, dikenakan Pasal 3 untuk yang pertama dan kedua Pasal 5 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang.

Seperti diketahui, proyek pembangunan bendungan yang menghabiskan anggaran mencapai Rp 1 triliun ini merupakan merupakan proyek tahun

jamak antara 2015 sampai 2020.

Dalam kasus ini, sudah ada 20 orang yang dijadikan saksi dan diperiksa. Dari pemilik tanah, kepala desa, hingga mantan kepala BPN

Tapin.(hid/K-4)

Iklan
Iklan