Banjarmasin, KP – Tiga terdakwa dalam perkara dugaan gratifikasi pembebasan lahan untuk pembangunan Bendungan Tapin yakni Mantan Kepala
Desa Pipitak Jaya, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin Sugian Noor, warga setempat Herman dan seorang guru Ahmad Rizaldy saling memberikan
kesaksian pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (31/7/2023)
Dalam sidang yang dipimpin hakim Suwandi, terdakwa Ahmad Rizaldy saat maju menjadi menjadi saksi mengatakan terlebih dahulu menghadap
seorang Jaksa berpangkat tiga melati bernama Fahruddin terkait proses pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Kalsel oleh penyidik.
Ahmad Rizaldy mengaku harus datang ke rumah jaksa tersebut untuk diberikan semacam pengarahan.
Selain menyebut nama Jaksa, Ahmad Rizaldy juga meminta saran dengan PNS pada Badan Pertanahan Nasional di Banjarbaru yang juga
sepupunya bernama Fahruddin Sanusi terkait permasalahan ganti rugi lahan milik saksi.
Menurut saksi, sepupunya tersebut memberikan arahan untuk tidak mengurus satu pembebasan lahan satu orang saja, tetapi sebaiknya cari
warga lainnya dengan ketentuan bila berhasil dipotong 40 persen dari nilai ganti rugi.
Saksi kemudian mencari warga desa yang lahan belum mendapatkan ganti rugi, akhir terkumpul 11 sertifikat dan genap menjadi 12
sertifikat dengan milik saksi.
Hal ini kemudian dibicarakan dengan saksi Sugian Noor yang kemudian disepakati pembagian uang ganti rugi menjadi 50 persen atau belah
semangka. Saksi Ahmad Rizaldy mengatakan, Sugian menyarankan angka tersebut karena khawatir ada warga yang tidak mau.
Dari hasil kesepakatan dengan pemilik lahan terkumpul uang yang diterima terdakwa sebesar Rp 5,2 miliar. Dana ini kemudian dibagi bagi
sesuai pembicaraan terdahulu.
Dimana saksi Sugian Noor mendapat Rp 800 juta. Uang ini menurut saksi Sugian Noor digunakan untuk umrah Rp 150 juta untuk tiga orang,
untuk beli mobil Rp 270 juta, beli tanah sebesar Rp 300 juta serta melaksanakan perkawinan anak.
Sementara saksi Herman mengakui kalau uang yang diterimanya digunakan untuk membayar utang Rp 40 juta kepada seorang warga tetapi
dibayar Rp 250 juta, sedangkan utang kedua Rp 150 juta dibayar Rp 350 juta, sedangkan uang lainnya sebagian digunakan untuk bersenang
senang di Banjarmasin ke Tempat Hiburan Malam (THM).
Pada sidang kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebetulnya akan menghadirkan enam orang saksi, tetapi semuanya tidak dapat hadir dengan
berbagai alasan. Salah satunya ada yang pindah dan meninggal dunia.
Usai sidang, penasihat hukum terakwa, Hondanata meminta salah seorang saksi yang tidak datang bernama Fahruddin untuk bisa didatangkan
menjadi saksi.
Tetapi pihak JPU,tetap pada pendirian untuk tidak menghadirkan saksi yang bernama Fahruddin tersebut serta saksi lainnya.
Ketiga terdakwa Sugiannor, Ahmad Rizaldy, dan Herman dikatakan secara bersama-sama melakukan pemotongan dana sebesar 50 persen dari 5
korban yang mendapatkan ganti rugi dari pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan tersebut.
Dalam dakwaan disebutkan Sugianoor menerima sebesar Rp 800 juta, Ahmad Rizaldy di kisaran angka Ro600 juta dan Herman yang merupakan
warga setempat jumlah justru paling besar Rp 945 juta lebih.
Umumnya yang menjadi korban dari kelima penerima uang ganti rugi tersebut, dikarenakan surat-surat tidak lengkap dan pengurusan
kelengkapan tersebut dilakukan oleh ketiga terdakwa.
Sebetulnya, ujar JPU, kelima korban ini tidak mau untuk memberikan uang dengan besaran yang diminta, tetapi karena kelengkapan surat-
surat tanah yang dimiliki kurang, mereka terpaksa memberikannya.
JPU kepada ketiga terdakwa menjerat pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kedua Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan pelanggaran tentang pencucian uang, JPU pertama mematok Pasal 3 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
dan kedua Pasal 4 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Khusus terdakwa Herman karena orang swasta, dikenakan Pasal 3 untuk yang pertama dan kedua Pasal 5 UU RI Nomor 8 tahun 2012 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang.
Seperti diketahui, bendungan yang menghabiskan anggaran mencapai Rp 1 triliun ini merupakan merupakan proyek tahun jamak antara 2015
sampai 2020.
Dalam kasus ini, sudah ada 20 orang yang dijadikan saksi dan diperiksa. Dari pemilik tanah, kepala desa, hingga mantan kepala BPN
Tapin.(hid/K-4)