Banjarmasin, KP – Komisi II DPRD Kalsel menindaklanjuti keresahan nelayan dan pembudidaya ikan di Kalsel, dengan masuknya nelayan dari luar yang memiliki fasilitas peralatan tangkap lebih bagus.
Bahkan DPRD Kalsel banyak menerima keluhan dan laporan dari nelayan, sehingga perlu dicarikan solusi terbaik.
“Kita berkomitmen untuk membantu menyelesaikan permasalahan nelayan di Kalsel,” kata Wakil Ketua DPRD Kalsel, M Syaripuddin selaku pimpinan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kalsel, kemarin, di Banjarmasin.
Selain itu, juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi permasalahan nelayan, dengan catatan bahwa ada proses dan ketentuan yang harus diikuti.
“Seluruh keluhan itu menjadi perhatian kita dan akan selalu dikoordinasikan,” tambah politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Ditambahkan, pihaknya akan membantu koordinasinya, agar bisa berjalan dengan baik dan sesuai rencana.
“Kita ikuti ketentuan yang ada dan tidak bisa memaksakan kehendak, karena pengambil keputusan adalah pemerintah, sehingga bagaimana kita bisa bersinergi dengan pemerintah,” ujar Bang Dhin, panggilan akrab M Syaripuddin.
Hal senada jug disampaikan Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo, yang siap berkoordinasi dengan instansi terkait di lingkup provinsi hingga pusat untuk mencarikan solusi terbaik bagi permasalahan nelayan Kalsel.
“Namun, hendaknya setiap laporan perlu disertai data yang valid untuk mempermudah terkait koordinasi,” kata politisi PDI Perjuangan.
Salah satunya, terkait keluhan kualitas perairan yang tidak bagus karena aktifitas perkebunan perusahaan, sehingga mengganggu kualitas ikan di dalamnya.
“Kami mohon data yang jelas, karena memang ada beberapa yang wewenangnya kabupaten dan ada pula yang provinsi,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalsel VII, meliputi Kabupaten Tanah Laut dan Kota Banjarbaru.
Sebelumnya, Ketua DPD HSNI Kalsel, Hj Suriatinah mengatakan, banyak hal yang meresahkan nelayan di Kalsel yang perlu dicarikan solusinya, seperti sering terjadi beroperasinya nelayan dari luar Kalsel (pulau Jawa) di daerah wilayah perairan Kalsel.
“Terbatasnya fasilitas alat tangkap nelayan dan terbatasnya kapal pengawas,” tambah Suriatinah.
Kemudian, terbatasnya jumlah kuota bahan bakar bersubsidi untuk nelayan dan terbatasnya ketersediaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
“Juga belum tersedianya pupuk bersubsidi untuk penambak atau pembudidaya dan tingginya harga bahan pakan,” tambah mantan Kepala Dinas Perikanan Kalsel.
Selain itu, juga mahalnya harga garam untuk pembuatan ikan asin, dan permasalahan perizinan untuk kapal nelayan yang berukuran lebih dari 5 GT dan kurang dari 30 GT. (lyn/KPO-1)