Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Apakah Moderasi Solusi Atas Persoalan Masyarakat

×

Apakah Moderasi Solusi Atas Persoalan Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Oleh : Saadah
Pendidik dan Pemerhati Sosial Masyarakat

Pada pelatihan PKDP yang diadakan Kementerian Agama (Kemenag) RI di hotel Rattan In Banjarmasin yang dipanitiai UIN Antasari Banjarmasin, menyampaikan tentang moderasi beragama yang memiliki empat tujuan, yaitu menghindari ekstremisme, membangun dialog interagama, masyarakat dapat menghindari konflik yang timbul akibat penolakan atau ketidakmengertian terhadap keyakinan orang lain dan mengajarkan pentingnya menghormati kebebasan beragama setiap individu, tanpa merendahkan atau merugikan orang lain. (kaltimpost.jawapos.com, 28/08/2023).

Kalimantan Post

Kemudian narasi bahwa radikalisme dan intoleransi sebagai ancaman terbesar bagi kemanusiaan. Hingga diperlukan ide demokratisasi, HAM, rekontekstualisasi ajaran Islam, toleransi, dialog antaragama, kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, pluralisme dan sebagainya.

Padahal sebagaimana yang disampaikan oleh Pemerhati ekonomi, Ibu Hastin Umi Anisah, memaparkan berbagai data yang mengungkapkan masalah-masalah di Kalimantan Selatan dan masyarakat saat ini, diantaranya adalah kemiskinan, stunting, krisis pangan, kekerasan, kerusakan lingkungan, yang menjadi masalah krusial negeri ini.

Di tengah problem yang kompleks itu, pemerintah justru gencar mengarusutamakan ide Islam yang dimoderasi. Jadi problemnya dan solusinya sangat bertolak belakang.

Salah satu persoalannya menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, jumlah rakyat miskin di Kalsel meningkat. Pada September 2022, jumlah rakyat miskin di Kalsel adalah 201,95 ribu orang, bertambah 6,25 ribu dari Maret 2022.

Penyebab utama dari semua masalah tersebut karena diterapkannya kebijakan zalim yang lahir dari sistem kapitalisme. Masalah kemiskinan misalnya, penyebab utamanya adalah penguasaan SDA oleh pengusaha-pengusaha swasta individu maupun korporasi. Ditambah dengan ekonomi pasar bebas kapitalis yang mematikan usaha ekonomi kecil rakyat. Negara kapitalisme memberikan karpet merah atas semua kezaliman ini melalui berbagai regulasinya.

Jadi persoalan mendasar terletak pada kekeliruan dalam memandang akar permasalahan kemiskinan. Rakyat Indonesia miskin bukan karena negerinya miskin SDA atau SDM yang tidak bisa mengelola SDA sendiri. Faktanya, tenaga ahli di perusahaan-perusahaan asing yang mengeksploitasi SDA dalam negeri juga banyak yang merupakan putra bangsa.

Baca Juga :  KALIMANTAN UNTUK INDONESIA

Kemiskinan struktural di Indonesia sejatinya disebabkan distribusi kekayaan yang tidak adil dan merata bagi seluruh rakyat. Seperti pada 2019, separuh aset nasional dikuasai hanya 1% penduduk Indonesia. (Tempo Bisnis)

Kesenjangan makin meninggi, yang kaya karena memiliki semua akses akan terus menumpuk harta. Sebaliknya, rakyat miskin yang tidak memiliki akses akan terus terjerembap ke dalam kemiskinan.

Kapitalisme memang menjadikan uang sebagai satu-satunya distribusi. Rakyat yang tidak mampu mengakses segala macam fasilitas hidup dianggap konsekuensi dari ketakmampuan ia memiliki uang. Padahal, kemiskinan di tanah air bukan bersifat kultural (kemiskinan akibat rendahnya kualitas individu, seperti malas), melainkan struktural, yaitu kesalahan sistem yang diterapkan.

Sejatinya, pangkal distribusi yang tidak merata adalah ketiadaan peran pemerintah dalam sistem kapitalisme. Rakyat yang cacat dan sehat dibiarkan bertarung di arena yang sama. Kondisi itu sangat tidak adil. Ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang menjadikan negara sebagai peran sentral dalam distribusi harta.

Bagi seseorang yang miskin alamiah, yaitu miskin akibat kondisi alami seseorang, seperti cacat mental, fisik, lansia, dan lainnya yang menyebabkan ia tidak mampu bekerja, sedangkan mereka tidak memiliki wali yang menafkahi, maka pada kondisi itu, negara hadir langsung mengurusi mereka.

Selain itu, negara menjamin kebutuhan primer seluruh warganya. Semua kebutuhan rakyat (sandang, pangan, dan papan, sekaligus kesehatan, pendidikan, dan peradilan) akan dijamin negara.

Keterlibatan swasta hanya pada tataran teknis, itu pun di bawah kendali pemerintah. Sistem ekonomi Islam juga mengatur regulasi kepemilikan sehingga seseorang tidak bisa memiliki barang kepemilikan umum, meski mampu membelinya.

Sistem ekonomi Islam memiliki keterkaitan dengan sistem lain. Misalnya, sistem pendidikan dan kesehatan yang baik akan melahirkan individu yang sehat fisik dan mental. Ini merupakan modal utama seseorang untuk bisa bekerja dan keluar dari kemiskinan.

Rakyat saat ini butuh kepada sistem politik Islam mengembalikan peran negara sebagai ra’in (pengurus urusan rakyat). Sebab tanggung jawab penguasa di sistem Islam tak hanya urusan dunia namun juga akhirat. Menyelesaikan masalah kemiskinan dan termasuk masalah stunting, kekerasan pada anak dan perempuan dan berbagai masalah lainnya perlu solusi sistemik yaitu dengan asas aqidah Islam dan penerapan sistem Islam yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan di semua lini saat ini.

Baca Juga :  Demang Lehman dan Sejarah Penghianatan

Maka problem utama saat ini bukan tidak dijalankan moderasi, namun persoalan sistemik yang haruslah disolusi secara sistemik pula yaitu sistem Islam, Pemerintah seharusnya bukan mengarus utamakan moderasi yang menyasar umat Islam, yang seakan-akan umat Islam sebagai sumber masalah. Kemudian yang terjadi dengan arus moderasi ini aliran sesat seperti Ahmadiyah dan Syi’ah dilindungi pemerintah atas nama moderasi beragama. Dan demi moderasi beragama pula, pemerintah melarang sekolah negeri mewajibkan jilbab, Kemenag menarik 155 buku pelajaran Agama Islam dan menghapus sejumlah materi pelajaran, ajaran Islam di kriminalkan, dianggap sebagai ajaran pembahwa masalah. Itukah moderasi beragama yang diinginkan oleh Negara saat ini?

Jadi, harus disadari bersama moderasi beragama bukan solusi. Justru moderasi beragama membahayakan kehidupan umat Islam bahkan bangsa secara keseluruhan. Dengan label-label ini radikal, ekstrim dan moderat, toleran dan intoleransi, akan berpotensi memecah belah persatuan.

Maka solusi atas semua masalah tersebut adalah penerapan sistem Islam di tengah kehidupan masyarakat dan negara. Sebab Islam adalah sebuah mabda atau ideologi, bukan agama semata. Ia adalah dien yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, dirinya sendiri dan sesama manusia. Ia adalah view of life yang memiliki problem solving seluruh problematika umat.

Maka untuk menjadi yang terbaik, menuntaskan semua problematika haruslah dengan Islam kaffah. Adapun ikhtiar menuju Islam kaffah yaitu dengan terus menyuarakan Islam kaffah, mendakwahkan Islam kaffah kepada umat hingga memiliki pemahaman yang benar tentang Islam dan tidak termakan ide moderasi.

Iklan
Iklan