Banjarmasin, KP – Kalimantan Selatan kembal I menjadi berita nasional. Setelah sebelumnya nama provinsi mencuat dengan terungkapnya kasus sindikat narkotika internasional dan tindak pidana pencucian uang di Banjarmasin.
Kini Kalsel mencuat akiba tkebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang semakin masif mencapai 24.000 Ha (hektare) sepanjangtahun 2023.
Aktivis senior Kalsel, Sukhrowardi mengaku prihatin dengan kondisi tersebut.
Menurutnya, hal ini disebabkan kepemimpinan di Kalsel minim pemahaman tentang manajemen krisis dan manajemen bencana.
Contohnya karhutla bukanlah bencana baru di Kalsel dan sejak tahun 2015 karhutla di Kalsel menghanguskan196.516,77 Ha.
Tahun 2019 menghanguskan 137.848 Ha, sementara tahun 2021 seluas 8625 Ha dan tahun 2020 seluas 4.017 Ha.
Hal ini menunjukkan selama 8 tahun terakhir belum ada penanganan serius selain hanya bersifat sementara dan setelah darurat baru kemudian merespon.
“Kadang kita lupa dan tak jera setelah dapat musibah dan pasti bertobat tidakakan mau kembali kedosa yang sama.
Tapi khusus untuk bencana, sepertinya koq tidakada jera dan tobatnya.
Jelas-jelas sudah berpengalaman 8 tahun karhutlai selalu ter jadi, alangkah aneh jika tidak disikapi dengan manajemen bencana yang terencana dan holistik sejak ditahun pertama,” sesal Sukhrowardi.
Ia mengkritisi tindakan pembagian masker yang bersifat sesaat, pemberlakuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) serta upaya hujan buatan yang menurutnya adalah tindak tanggap darurat bagi akhir dari manajemen bencana.
“Harusnya jika sudah memahami bahwa karhutla adalah bagian dari kerawanan Kalsel, maka pimpinan dan seluruh jajaran didukung masyarakat sudah mempersiapkan dengan matang seluruh tahapan manajemen bencana dari pencegahan, mitigasi bencana, kesiapsiagaan, peringatan dini baru terakhir tanggap darurat,” tambah Sukhrowardi, yang saat ini anggota DPRD Kota Banjarmasin.
Dengan penerapan manajemen bencana maka lanjutnya, segala kebutuhan anggaran strategis terkait infrastruktur, teknologi pengawasan, tenaga ahli, deteksi dini dan teknologi penanganan dapat
dipersiapkand an diajukan dalam rangka memperkecil resiko dan nilai kerugianpun dapat ditekan.
“Kerugian kita bukan hanya kesehatan masyarakat, namun kehilangan peluang Kalsel dalam meraih dana karbon (carbon fund) serta memperburuk indeks ekonomi hijau Kalsel yang sudah terendah se
Indonesia. Jangankan jalan sehat, keluar rumah saja saat ini sudah tidak sehat,” tandas Sukhrowardi.
Berdasarkan laporan harian ISPA/Pnemounia yang terpantau 4 Oktoberlalu, terdapat 3718 balita terpapar penyakit Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara di salah satu atau kedua paru-paru akibat menghirup udara buruk karhutla. (rof/K-2)