Jakarta, KP – Komisi III DPRD Kalsel mengkhawatirkan kualitas air sungai yang semakin buruk, menyusul pencemaran aliran Sungai Barito akibat aktivitas pertambangan.
Bahkan pencemaran dan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) Barito sudah disampaikan masyarakat, terutama di Kabupaten Barito Kuala.
“Kita perlu konsultasikan ini, karena alur Sungai Barito kini permukaannya banyak limbah dari beberapa perusahaan maupun tongkang yang melintasi alur tersebut,” kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Kalsel, HM Rosehan Noor Bachri, kemarin.
Hal tersebut diungkapkannya, usai mendatangi Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta.
Kondisi tersebut berdampak pada sungai-sungai kecil, yang terjadi pengurangan kualitas air bersih.
“Kita perlu berdiskusi untuk penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan aliran sungai di Sungai Barito,” tambah politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Rosehan mengharapkan agar ada tindakan yang jelas kepada perusahaan-perusahaan mungkin dianggap nakal atau yang tidak memenuhi aturan dari KLHK.
“Apa yang selama ini dikhawatirkan masyarakat, terutama pengguna sungai dan air sungai bisa diredam, terutama dari segi kesehatan dan arus lalu lintas sungai,” ujar Rosehan.
“Inilah capaian yang kami lakukan atas aspirasi masyarakat yang berada di daerah aliran sungai, mulai dari ujung Sungai barito sampai ke Sungai Martapura,” tambah mantan Wakil Gubernur Kalsel periode 2005-2010.
Sekretaris Komisi III DPRD Kalsel, H Gusti Abidinsyah mengungkapkan, beberapa perusahaan memiliki nilai kurang baik untuk pengelolaan lingkungan dan limbahnya.
“Perusahaan yang memiliki rapor ‘merah’ ini harus di follow up tegas,” tambah politisi Partai Demokrat.
Untuk itu, mereka harus menganggarkan biaya pada 2024 nanti, untuk pengelolaan lingkungan, khususnya dalam masa penelitian air langsung di kawasan DAS Barito.
Abidinsyah mengungkapkan, ada 33 perusahaan di Kalsel yang dinilai pengelolaan lingkungannya, dimana terdapat tujuh perusahaan yang berwarna biru.
“Artinya mulai membaik. Sisanya sekitar 26 perusahaan merah, sehingga diperlukan pengawasan tegas agar mereka segera memperbaiki kondisi lingkungannya,” jelas Abidinsyah.
Sementara itu, Kasubdit Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air, Ditjen PPKL, Witono mengatakan, sinergitas antar stakeholder berpengaruh terhadap perizinan pengelolaan DAS Barito.
“Ada peran KLKH, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dalam hal pengerukan,” kata Witono.
Sedangkan terkait audit, harus ada pintu masuknya. “Jadi jalan yang paling cepat, kita bikin rencana perlindungannya dan dari situ kita bisa menurunkan sedimen tanahnya,” tambahnya. (lyn/KPO-1)