Jakarta, KP – Komisi IV DPRD Kalsel mengharapkan agar mandatory spending sebesar 20 persen dari APBD Kalsel dimaksimalkan untuk fungsi pendidikan.
“Kita menginginkan agar mandat anggaran sebesar 20 persen benar-benar memenuhi fungsi pendidikan,” kata Sekretaris Komisi IV DPRD Kalsel, Firman Yusi, Senin (16/10/2023), di Jakarta.
Hal tersebut diungkapkannya usai menyambangi Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, di Jakarta.
Firman Yusi mengungkapkan, pendidikan di Indonesia dijamin Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah mengamanatkan APBD dan APBN untuk pendidikan sebesar 20 persen, sehingga pemerintah, baik di pusat maupun di daerah memiliki peran penting untuk mengelola agar penggunannya optimal.
“Ini yang dibahas dalam penerapan kurikulum Merdeka, terkait anggaran pendidikan sebesar 20 persen tersebut,” tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Karena, melihat sesungguhnya problem-problem pendidikan di Kalsel itu masih banyak yang harus sama-sama diselesaikan, salah satunya melalui dukungan anggaran.
“Kita ingin Pemprov lebih berfokus membiayai fungsi pendidikannya,” tegas Firman Yusi.
Sedangkan soal apakah APBD membiayai urusan pendidikan, barangkali akan disepakati juga tetap membiayai urusan pendidikan, akan tetapi di fungsi pendidikannya sendiri mencapai 20 persen.
Menurut Firman Yusi, bukan tanpa alasan, keinginan kuat penggunaan anggaran penuh untuk fungsi ini adalah dalam rangka percepatan capaian, mengingat saat ini rata-rata lama bersekolah masyarakat Kalsel hanya 8,3 tahun.
“Artinya rata-rata penduduk Kalsel itu tidak tamat SMP,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalsel V, meliputi Kabupaten Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong.
Ia berharap agar Kementerian Pendidikan bisa terlibat langsung dalam proses evaluasi APBD Kalsel.
Kemudian terkait implementasi kurikulum merdeka dalam kebijakan merdeka belajar, anggota Komisi IV DPRD Kalsel, H Abd. Hasib Salim mengatakan, saat ini penerapan di Indonesia, salah satunya Kalsel memang belum maksimal.
“Soal kurikulum, memang ini karena baru percobaan, jadi beberapa sekolah belum menerapkan, tapi hanya sekolah-sekolah yang memang sanggup untuk melaksanakan,” kata politisi PDI Perjuangan.
Bahkan di lapangan belum sepenuhnya sesuai dengan harapan, apalagi yang berada di daerah-daerah yang sangat sulit dan daerah terpencil.
Hasib mengatakan saat ini pemerintah sedang mengupayakan bertahap untuk disesuaikan, mungkin ada anggaran pelatihan-pelatihan, salah satunya pelatihan para guru untuk menyesuaikan kemampuan-kemampuan dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kurikulum merdeka yang mungkin membutuhkan anggaran yang tak sedikit.
Plt Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek RI, Aswin Wihdiyanto mengatakan saat ini masih ada misskonsepsi terkait penerapan implementasi kurikulum merdeka di daerah.
“Ini memang masih menjadi isu yang berkembang bahwa implementsi kurikulum merdeka adalah sesuatu yang mahal karena ada project-project atau rekreasi-rekreasi,” kata Aswin.
Padahal sebenarnya itu adalah bagaimana sekolah menerjemahkan, jadi kurikulum merdeka itu bukan hal yang mahal, tidak harus rekreasi atau studi tiru, tapi tentang bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan anggaran.
“Tidak harus mahal, bisa memanfaatkan aset atau keunggulan-keunggulan daerah, untuk implementasi kurikulum merdeka yang mandiri berbagi, mandiri berubah, mandiri belajar,” tambahnya. (lyn/KPO-1)