Banjarmasin, KP – Akhir-akhirnya muncul ‘genk-genk’ motor yang melakukan aksi di jalan raya Kota Banjarmasin. Kelompok remaja bersepeda motor ini tak hanya bikin bising di jalan, juga melakukan tindak kekerasan terhadap warga dengan mengunakan senjata tajam.
Menariknya aksi ‘geng motor’ di Banjarmasin ini terkadang disiarkan mereka melalui sosial media.
Tak hanya di Banjarmasin, ‘geng motor’ remaja di Pelaihari Tanah Laut juga ingin ‘unjuk gigi’ dengan membuat postingan itu bertuliskan: “Gangster bagian timur rute malam ini Bati-Bati, Bentok, Pandahan, Ujung Lama. Jaga kampung kalian baik-baik. Kami main rapi malam ini.”
Munculnya fenomena itu, menurut Sosiolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Apriansyah, karena seseorang, dalam hal ini remaja melakukan tindakan negatif tak lain ingin menampakan diri dalam dunia nyata.
Selama ini, kata Apri, para remaja tersebut lebih banyak berinteraksi dengan dunia maya.
“Di dalam sosiologi, remaja termasuk minta penilaian orang lain melalui sosial media. Reaksi di sosmed kan hanya berupa like, emoji dan ditulis kawan-kawannya mantap serta ada juga emoji disk like,” ucap lulusan S2 Sosiologi Pedesaan di Institute Pertanian Bogor (IPB) ini.
Lalu, kata dia, mereka menunjukkan diri yang dalam istilah sosiologi ada namanya teori Cermin Diri atau Looking Glass Self. Teori ini menurut Charles Turnner dimana seseorang seperti berhadapan dengan cermin.
“Dia (remaja) menilai dirinya bayangan dicermin dan dirinya berhadapan dengan orang lain melalui dunia maya,” ucapnya lagi.
Untuk menunjukkan prilaku dinilai orang lain tadi, ada prilaku mengambil percontohan yang disebut teori model dengan mencontoh grup lain yang tersebar di dunia maya dari kelompok lain seperti gang populer.
“Istilah geng-geng itu sendiri sudah ada sejak dulu seperti geng Coboy, geng perampokan dan lain-lain. Ini merupakan teori peniruan sebagai unjuk gigi, penampakan diri atas penilaian orang lain,” ucapnya.
Menurut Apri, umumnya orang yang melakukan ini, biasa punya rasa minder dan tak percaya diri, dilupakan, kurang kasih sayang orangtua, dipinggirkan lingkungan nyata.
“Untuk menunjukkan ‘prestasi’ dan ada penilaian dirinya hebat itulah dengan melakukan aksi bersama genk nya. Lalu, mereka menayangkan melalui sosial media atas tindakannya itu,” ucapnya.
Padahal ‘prestasi’ yang mereka tunjukkan itu negatif dan prilaku menyimpang atau deviant behavior serta merugikan masyarakat maupun dirinya sendiri.
Menurut Apriansyah, untuk mengatasi prilaku menyimpang ini perlu adanya pendekatan psikologi dan sosiologi atau pendekatan sosial.
“Mereka diajak ke kegiatan yang positif di alam nyata dengan prestasi positif juga. Misalnya menyalurkan hobi yang disukai sesuai bakat yang dimiliki remaja ini,” jelasnya
Selain itu, masyarakat dan orang tua juga harus ikut berperan aktif membantu remaja ini supaya bisa bergaul ‘didunia nyata’.
Mengenai tindakan kekerasan yang dilakukan dengan senjata tajam, itu sudah masuk ranah hukum. “Biarkan polisi yang menindaknya, karena menyebabkan orang terluka dan ada hukum yang mengaturnya,” pungkas Apri. (ful/K-3)