PALANGKA RAYA, Kalimsntanpost.com -Estimasi kasus TBC di Kalimantan Tengah (Kalteng) pada tahun 2023 mengalami menurun cukup signifikan dari 10.689 pasien menjadi 7.637 pasien.
“Progress upaya mengejar target penemuan kasus pada tahun 2023 masih berjalan lambat, karena hingga bulan Oktober 2023 capaian penemuan kasus (Treatment Coverage) TBC berjumlah 4.678 pasien atau masih di angka 43 persen (menggunakan estimasi beban TBC Kalteng 10.689),” kata Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kalteng Suyuti Syamsul di acara pertemuan Validasi Data Tuberkulosis Batch 1 Tingkat Provinsi Kalteng di Palangka Raya, Senin (6/11/2023).
Menurut dia, angka tersebut
masih dibawah rata rata nasional yaitu 59 persen dan capaian pemeriksaan suspek TBC (SPM) masih di angka 62 persen juga di bawah rata-rata nasional 80 persen.
Sementara angka keberhasilan , lanjut dia, sebesar 78 persen atau di bawah rata-rata Nasional yaitu 82 persen. Upaya penemuan kaus TBC selalu diawali dengan penjaringan Suspek.
“Pasien TBC RO di Kaltengbpada tahun 2023 ditemukan sebanyak 41 pasien TBC RO. Namun, yang memasuki tahap pengobatan hanya 29 pasien, Rumah Sakit fasilitas layanan pengobatan TBC RO di Kalteng saat ini masih terkonsentrasi di Kota Palangka Raya, Pangkalan Bun, dan Sampit, sementara fasilitas TCM sudah tersedia di seluruh Kabupaten di Kalteng,” jelasnya.
Suyuti menambahkan, Indonesia merupakan salah satu dari negara dengan beban TBC tertinggi di dunia, tepatnya kembali menjadi yang kedua setelah India.
Pada tahun 2023 terjadi peningkatan estimasi insiden TBC di Indonesia, dari 969.000 di tahun 2022 menjadi 1.060.000 pada tahun 2023 dengan angka kematian 52 orang/100.000 penduduk.
“Hal ini dikarenakan tidak tercapainya target penemuan kasus TB di Indonesia, sehingga potensi penularan terus terjadi,” ucapnya.
Dikemukakan, melalui Perpres No. 67 tahun 2021 dinyatakan bahwa Penanggulangan TBC bukan hanya urusan sektor kesehatan, melainkan menjadi tanggung jawab lintas Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah baik Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan pemangku kepentingan.
Tujuannya agar cita-cita eliminasi TBC 2030 dan Indonesia Bebas TBC 2050 dapat tercapai. “Oleh karena itu, kita harus giat melakukan koordinasi dan kerjasama lintas sektor seperti yang tertuang dalam Perpres tersebut,” tuturnya.
Ditambahkan Suyuti, capaian indikator utama Program TBC di tingkat Nasional tahun 2022 seperti indikator penemuan dan pengobatan (Treatment Coverage) pada TBC sensitive obat (SO) maupun TBC resisten obat (RO) di angka 66 persen sementara di tahun 2023 Kemenkes RI menginstruksikan agar Treatment Coverage dapat mencapai target 90 persen.
"Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi kita semua untuk dapat berusaha lebih keras untuk mencapai target tersebut," ujarnya.
Pencatatan pelaporan TBC merupakan sistem yang paling reliable dari seluruh aplikasi surveilans yang ada di Kementerian Kesehatan, sehingga dijadikan prospek sebagai aplikasi baseline Satu Sehat.
Selain itu, melalui aplikasi Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) dapat dilakukan validasi menggunakan alert dan reminder yang sudah difasilitasi dalam aplikasi, namun seringkali karena kesibukan ataupun kesulitan dalam berkoordinasi maka alert dan reminder tersebut tidak dapat ditindaklanjuti dengan segera.
“Harapannya melalui pertemuan validasi data ini marilah kita bersama-sama memperbaiki pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai dengan standar, sehingga data surveilans TBC dapat berjalan dengan optimal dan meningkatkan capaian indikator baik Treatment Coverage (TC), Treatment Success Rate (TSR), Investigasi Kontak, Pemberian TPT, TB HIV, dan pengelolaan logistik yang sesuai standar,” ucap Sayuti.
Ia mengajak bersama-sama berupaya meningkatkan koordinasi dan menjalin kerja sama dalam bekerja, dan selalu tertuju pada komitmen Indonesia bebas TBC 2050 dan percepatan eliminasi TBC pada tahun 2030. (drt/KPO-3)