Banjarmasin, KalimantanPost.com – Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tapin, Ernawati mengaku tidak tahu terkait pengadaan soal ujian.
Demikian pengakuan Ernawati saat dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Dinas Pendidikan Tapin dengan terdakwa Rakhmat
Hidayat merupakan ASN aktif yang mejabat sebagai pengawas Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin.
Di hadapan majelis hakim, Ernawati mengaku hanya mengetahui adanya rapat MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) tingkat SD Kabupaten Tapin yang membicarakan masalah pembuatan soal ujian.
“Soal pengadaan saya tidak mengetahui dan baru tahu setelah adanya proses hukum terdakwa ini,” ujar Ernawati, Selasa (28/11).
Dalam sidang yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak tersebut, saksi membenarkan telah menandatangani sertifikat untuk guru yang membuat soal ujian, bukan masalah pengadaan soal. Sebab, katanya lebih lanjut, sertifikat tersebut sangat berguna bagi guru bersangkutan untuk meniti karirnya sebagai guru.
“Memang pembuatan soal tersebut dilakukan pihak MKKS agar terdapat kesamaan pembuatan soal-soal ujian dan yang dilakukan MKKS ini adalah hal yang lazim,” ujarnya.
Sementara itu saksi lainnya, Erlani yang menjabat sebagai Kepala Bidang di Dinas Pendidikan Kabupaten Tapin merasa ada kejanggalan dalam penentuan besaran biaya pengadaan soal sebesar Rp 15.000 karena tidak rinci.
Terdakwa Rakhmat Hidayat diduga telah menyelewengkan dana BOS reguler tahun 2021 untuk kegiatan asesmen atau evaluasi pembelajaran di Sekolah Dasar se- Kabupaten Tapin.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Kurnianto menilai terdakwa punya peran aktif dalam penyimpangan dana BOS tersebut. Dimana pada saat pelaksanaan rapat
Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) bulan Oktober 2020, terdakwa selaku Pembina MKKS mengusulkan untuk kegiatan asesmen atau evaluasi pembelajaran pengelolaan dilakukan oleh MKKS yang dananya bersumber dari dana BOS reguler sebesar Rp 15.000 per siswa, dan itu disepakati.
Berdasarkan dakwaan yang disampaikan JPU Dwi Kurnianto dari Kabupaten Tapin terdapat unsur kerugian sebesar Rp 387.607.000 dan telah dikembalikan terdakwa selama proses penyidikan berlangsung.
Total nilai biaya kegiatan asesmen dan evaluasi yang diakomodir oleh Dinas Pendidkan Tapin sebesar Rp 556.683.000 untuk 174 SD di Tapin, namun dalam realisasinya hanya terpakai Rp 171.630.500, sehingga terdapat selisih Rp 387.607.000.
JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(hid/K-4)