BANJARMASIN, Kalimantan Post.com – Ketidakhadiran terdakwa bernama Mulyadi yang terlibat dalam dugaan kasus penjualan sapi-sapi gaduhan dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan, secara tegas Ketua Majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi menunda persidangan.
Pasalnya, berdasarkan kesepakatan pada sidang minggu lalu, sidang akan di buka dikisaran pukul 09.00 Wita, tetapi sampai pukul 10.00 Wita terdakwa dan JPU belum juga hadir di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (27/11/2023).
Setelah dibuka oleh hakim Suwandi dan para pihak tidak lengkap, sidang kemudian ditutup dan dinyatakan di tunda.
Menurut awak media yang biasanya bertugas di pengadilan tersebut Hakim Suwandi, adalah hakim yang selalu ontime dalam melaksanakan sidang.
Seorang JPU Mahdan Kahfi waktu menjemput tahanan di Lapas Teluk Dalam, dirinya sudah berada di lembaga tersebut sekitar pukul 07.30 Wita, ternyata pihak lembaga belum siap. Setelah menyelesaikan adminstrasi, baru terdakwa bisa keluar lembaga sekitar pukul 09.30 Wita.
“Proses di lembaga ini yang membuat terjadi keterlambatan, dan saya menerima WA dari penasihat hukum terdakwa, kalau sidang sudah di tunda. Kemudian kami balik kanan mengembalikan terdakwa ke Lapas,’’ ujar Mahdan kepada awak media ketika berada di Pengadilan Tipikor setelah selesai mengantar tahanan.
Terdakwa Mulyadi adalah seorang pengusaha yang terlibat penjualan sapi-sapi gaduhan dengan dana dari Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Terdakwa dalam penjualan sapi-sapi gaduhan tersebut tidak dapat menyetorkan ke kas daerah sebesar Rp313.500.000. Jumlah ini rupanya ada unsur kerugian negara.
Menurut dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mahdan Kahfi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan, seharusnya sapi-sapi yang dibeli dari penggaduh uang harus disetorkan setiap ekornya 35 persen untuk dikembalikan ke kas daerah.
Namun, Mulyadi selaku pengusaha justru uang pengembalian tersebut tidak disetor ke kas daerah. Sementara 65 persennya menjadi milik penggaduh sapi.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi, lebih jauh JPU menyebutkan bahwa pengadaan ternak sapi untuk kelompok tani tersebut dianggarkan mulai tahun 2011 sampai 2016 untuk 22 kelompok tani yang penyelurannya dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Hulu Sungai Selatan dengan anggaran mencapai Rp3 miliar.
Perkara ini sendiri juga menyeret salah satu ASN di dinas tersebut terpidana Ahmad Romansyah yang diganjar selama enam tahun penjara, pada tahun 2022 lalu.
Selain itu, Romansyah juga didenda Rp300 juta subsiidair tiga bulan penjara. Sedangkan uang pengganti yang harus dibayar Rp953 juta. Bila tidak dapat membayar, kurungan bertambah selama tiga tahun.
JPU terhadap terdakwa Mulyadi mematok pasal pasal 2 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana, pada dakwaan primair.
Serta pasal 3 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (hid/KPO-3)