Oleh : Ahmad Barjie B
Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kalsel
Tidak lama lagi, umat Islam akan memasuki Rajab, bulan yang di dalamnya banyak dilaksanakan peringatan Isra dan Mi’raj. Isranya Nabi Muhammad saw, tidak langsung dari Masjid al-Haram Makkah ke Masjid al-Aqsha Palestina, melainkan singgah di beberapa tempat, yaitu di Negeri Madyan tempat dakwahnya Nabi Syu’aib (kini wilayah Yordania), Thursina (kini Gurun Sinai) tempat Nabi Musa menerima wahyu, Bethlehem (tempat kelahiran Nabi Isa), terus ke Masjid al-Aqsha Palestina (kotanya para nabi) untuk kemudian naik ke langit (mi’raj). Di lapisan-lapisan langit pertama hingga ketujuh Nabi Muhammad saw bertemu beberapa nabi terdahulu seperti Nabi Adam, Idris, Saleh, Ibrahim, Yusuf, Harun, Zakariya, Yahya dan lainnya, semua menyambut dan mengucapkan selamat.
Terus Bersambung
Hikmah Isra yang bersifat horisontal dan mi’raj yang vertikal, relevan dikaitkan dengan kepemimpinan bangsa, baik di level nasional maupun daerah. Semua pemimpin harus dekat dengan berbagai lapisan rakyatnya, dan di sisi lain taat beragama dan bertakwa kepada Allah SWT. Hablum minallah dan minannas terjaga dengan baik.
Nabi Muhammad SAW menyinggahi beberapa tempat yang menjadi lokasi dakwah nabi-nabi terdahulu menunjukkan, Islam bukan memutuskan misi para nabi, melainkan meneruskan dan menyempurnakan. Semua nabi memberi spirit kepada Nabi saw untuk menyempurnakan misi kenabian mereka. Tak heran beliau menegaskan sesama Nabi bersaudara, bukan membawa agama baru melainkan memperkuat misi yang sama mengajarkan tauhid dan membebaskan manusia dari kezaliman.
Seyogyanya para pemimpin kita juga demikian. Ketika awal merdeka, mestinya apa-apa yang menjadi tujuan kemerdekaan dan mengusir penjajah, itulah yang dilaksanakan ketika merdeka dan membangun. Apa-apa yang menjadi kelebihan pemimpin dari satu masa ke masa yang lain, itulah yang harus dipertahankan dan diteruskan, sedangkan kekurangannya menjadi bahan koreksi untuk tidak diulang.
Kelebihan presiden pertama Bung Karno diantaranya kecerdasan, kemampuan lobi-lobi politik internasional, sehingga beliau dan Indonesia dikenal dan disegani. Bung Karno pendiri dan pemimpin Negara-negara Non Blok dan sangat gigih memperjuangkan nasib bangsa-bangsa yang masih terjajah dan tertindas. Beliau berjuang keras agar tidak terjadi eksploitasi suatu bangsa atas bangsa lain. Bung Karno yang menyadari bangsa bangsa Indonesai berhutang budi kepada Palestina yang mendukung kemerdekaan Indonesia, juga sangat mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk bebas dari penjajahan Israel. Bung Karno pula yang proaktif menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 dan Konferensi Islam Asia Afrika di Bandung dan Jakarta (1965) yang isinya mendesak agar semua penjajahan di muka bumi dihapuskan, sehingga semua negeri hidup merdeka. Kita sebagai penerus mestinya juga bersikap seperti Bung Karno cs sebagai pendiri bangsa.
Di antara kelebihan presiden kedua Pak Harto, keberhasilan menjaga stabilitas keamanan nasional, swasembada pangan, BBM murah, bahan-bahan pokok tersedia murah dan terjangkau, derap pembangunan yang fokus, semua menteri ahli di bidangnya, dan wibawa di dunia internasional tetap terjaga. Jangankan ada yang berani mengutak-atik kedaulatan Indonesia di laut atau udara, kapal Portugis Lusitania Expresso yang datang sekadar tabur bunga di perairan Timor Timur saja terpaksa lari terbirit-birit karena diusir armada tempur kita.
Meski singkat, kelebihan BJ Habibie diantaranya kebebasan pers, berpolitik, berpendapat dan berorganisasi serta banyaknya produk perundangan dihasilkan pemerintah bersama DPR, sehingga demokrasi menjadi hidup dan melegakan, berbagai aspek kehidupan berbangsa bernegara memiliki payung hukum yang pasti. High-technology yang dipromosikan Habibie menjadikan Indonesia berkelas di mata dunia.
Di masa Habibie kita benar-benar merasa bebas berorganisasi, berpolitik dan berekspresi tanpa ada rasa khawatir dan takut sedikit
pun. Pers saat itu bermunculan bagai jamur di musim hujan.
Gus Dur meski sebentar juga memiliki kelebihan, diantaranya posisi agama dan budaya minoritas semakin membaik. Begitu juga Megawati, terjadi kebebasan politik, pemberdayaan masyarakat kecil, kesetaraan gender. SBY ditandai kerapian penampilan, kecermatan dan kehati-hatian berbicara di tengah publik dan kesediaan dikritik sekeras apapun tanpa perlu ketersinggungan, tidak ada yang lapor melapor karena bersuara keras. Last but not least, diantara kelebihan Presiden Joko Widodo adalah kesederhanaan penampilan dan keprotokolan, sehingga jabatan presiden seolah tidak lagi sakral dan berjarak dengan rakyat.
Cenderung Terputus
Masing-masing pemimpin memiliki kekurangan, tetapi kelebihan mereka banyak juga. Mestinya inilah yang ditingkatkan dan disambung dari satu era kepemimpinan ke era yang lain. Fenomena yang terjadi sekarang, hal-hal baik yang pernah dicapai cenderung diputus, kurang diapresiasi dan tidak diteruskan secara konsisten dan konsekuen. Ada kesan beberapa kebaikan terdahulu dianulir dan dimatikan, seolah pemimpin terdahulu tidak ada prestasinya. Padahal bisa saja terjadi, yang terdahulu lebih baik daripada yang kemudian.
Sebagai contoh, kecerdasan dan ketegasan dalam lobi-lobi internasional perlu sekali, sebab Indonesia negara besar, termasuk dengan penduduk muslim terbesar dunia. Posisi ini mestinya dimainkan, supaya negara kita diperhitungkan dalam percaturan internasional.
Swasembada pangan perlu dipertahankan, sebab pangan sumber kehidupan, kuat pangan menentukan kuatnya negara. Kran impor yang dibuka dapat mematikan usaha produksi pangan dalam negeri. Kalau terjadi krisis, kelangkaan atau embargo negara importir, bukankah kita akan kelabakan.
Kabinet ahli sekarang kurang diperhatikan, padahal keberhasilan suatu urusan dan penanganan masalah membutuhkan orang yang ahli di bidangnya. Sekarang lebih pada bagi-bagi jabatan, dan pembagian itu pun kurang adil dan proporsional. Hampir 10 tahun terakhir ini orang Kalimantan tidak ada yang menjadi menteri kabinet, padahal dari Kalimanan banyak yang mampu. Peran Kalimantan sangat besar menopang ekonomi nasional, khususnya melalui kekayaan SDA. SDA Kaltim saja menyumbang pusat Rp500 triliun pertahun, yang kembali ke daerah hanya Rp20 triliun.
Kebebasan berorganisasi, berbicara dan berpendapat mestinya terus dibuka secara bebas dan bertanggung jawab, sebab inilah salah satu tujuan merdeka. Pejabat publik tidak boleh anti dan apriori terhadap kritik, sebab adanya kritik tanda demokrasi masih hidup dan pikiran sehat masih berfungsi. Budaya kritik dan keterbukaan perlu dihidupkan, bukan justru dimatikan melalui serangan buzzer yang tidak disertai data ilmiah pembanding, tetapi langsung memukul pribadi orang yang mengeritik. Bukan pula melalui ancaman jeratan hukum yang subjektif dan tebang pilih.
Tegasnya, kita tidak boleh mundur ke belakang. Hal-hal baik yang telah ditorehkan pemimpin sebelumnya semua harus berlanjut. Dengan begitu ada grafik naik yang dapat dirasakan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Bongkar pasang kebijakan dan peraturan menjadikan negara kita maju mundur, sesudah maju mundur lagi. Agama mengibaratkan hal begini seperti perempuan pemintal benang, setelah tenunannya hampir selesai dibongkarnya lagi, sehingga harus dimulai dari nol lagi dan tidak kunjung selesai-selesai.
Setiap pejabat publik pasti dibatasi periodisasi jabatannya. Kunci agar kebijakan pembangunan sekarang berlanjut ke era mendatang, semua harus berdasar kajian komprehensif, sesuai aspirasi dan kebutuhan riil rakyat. Apabila hanya mementingkan golongan tertentu dengan membelakangi rakyat banyak, maka proyek apapun akan mangkrak. Proyek pembangunan berbiaya besar yang tidak begitu prioritas tentu sangat efektif sekiranya dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat.












