Rofi Zardaida
Wiraysaha, Konsultan PR & Brand Management, Aktivis Bidang Pangan & Pertanian
MINAT masyarakat menonton debat meningkat tajam. Kehebohannya bahkan hampir menyamai nonton bareng (nobar) liga bola. Berdasarkan data Lembaga Survey Indonesia (LSI) terdapat 10 alasan utama daya tarik debat bagi masyarakat. Selain ingin mengetahui visi misi dan mengenal capres dan cawapres, sekedar ingin nonton, mencari informasi, medlihat adu gagasan, untuk membandingkan, ingin menilai calon bahkan ada yang nonton saja tanpa tujuan.
Sebenarnya apa debat itu ? Debat sesungguhnya adalah permainan yang melibatkan tim, aturan dan penilai. Topik yang diangkat biasanya bersifat filosofis, sosial dan politis. Seperti halnya olahraga, debat dilakukan secara ketat ataupun santai. Kelihatannya debat hanya adu argumen dan adu berkata-kata. Tapi sesungguhnya debat memerlukan keterampilan 3 in 1, kombinasi kemampuan intelektual, forensik dan retorika. Layaknya olahraga, debat membutuhkan pelatihan dan latihan agar peserta debat dapat olah otak maksimal mencapai potensi mereka.
Debat dan berdebat adalah sesuatu hal yang berbeda. Apalagi berdebat dicampur dengan cara mengumpat, makin keluar dari konteks bahkan menghilangkan makna dan tujuan permainan debat itu sendiri.
Rasa hormat adalah hal yang dijunjung tinggi dalam debat, argumen bisa jadi menukik namun saling menghargai tetap harus dijunjung tinggi. Berbicara adalah faktor utama, namun mendengarkan juga tidak kalah pentingnya.
Dalam sejarahnya, perdebatan intelektual sering kali dialkukan antara para filsuf terkenal Yunai Kuno dan para cendekiawan India Kuno. Sementara debat untuk presiden yang ditayangkan televisi, pertama kalinya disiarkan pada tahun 1956 di Amerika Serikat saat memilih Presiden Eisenhower dan penantangnya dari Partai Demokrat Adlai Stevenson.
Melalui debat kita dapat melihatkan karakter, kemampuan retorika, ketapatan dan kecepatan berpikir, respon terhadap kondisi kritis dan desakan, cara peserta debat berinteraksi, ideologi serta kualitas kejujuran dan konsistensi peserta debat, Jadi jelas debat bukan arena adu gagasan dan visi misi. Inilah adalah “critical mind games” yang menguji kualitas kepemimpinan dan kepiawaian pemimpin menghadapi segala tantangan dan cobaan demi melindungi rakyatnya dimasa akan datang.
Oleh karena itu agak mengherankan jika debat capres dan cawapres Indonesia melahirkan polemic, gimmick dan umpatan yang bersifat personal bahkan sampai terbawa keluar arena debat. Don’t take it serious..debat adalah permainan. Sama halnya laga bola, setelah bertanding ya ngopi dan kongkow bareng.
Kita patur bergembira atas meningkatnya minat masyarakat terhadap debat. Karena debat itu juga bermanfaat bagi yang nonton. Salah satu manfaatnya adalah mempertajam pemikiran kritis, meningkatkan sensitifitas berkomunikasi serta meningkatkan kepercayaan diri.
Masih ada dua putaran lagi masa debat capres dan cawapres. Jika tiga kali sebelumnya makna dan tujuan debat bergeser menjadi arena baku emosi, ada baiknya semua paslon berlatih sungguh-sungguh permainan debat ini.
Debat yang melahirkan masalah dan konflik berkepanjangan memang menarik untuk digoreng disemua media, namun jangan salah dan jangan terpancing. Figur paslon kita adalah 6 manusia terbaik Indonesia yang dianggap layak untuk masuk kontestasi pemimpin bangsa. Jika pemilu bertujuan untuk kemaslahatan masa depan, mulai dengan kepala dingin dan hati yang lapang.
Anda semua layak dapat bintang, namun ingat debat bukanlah perdebatan yang boleh memakai umpatan apalagi pakai dendam sampai tak mau salaman.
Selamat memilih yang terbaik..jangan lupa untuk coblos nomor urut favorit pada 14 Februari 2024! Insyaa Allah.