Ditengah berbagai kesibukan, saya berupaya memberikan waktu yang berkualitas untuk anak. Walau tidak dapat dipungkiri saat bersamapun masih terganggu dengan sibuknya HP atau urusan rumah tangga lainnya. Namun demi generasi bijak dan tidak mudah putus asa dimasa depan, tidak ada salahnya orangtua pun berkomitmen kepada anak-anaknya tentang kepercayaan, akhlak mulia dan tanggung jawab.
RESKA Mazurra, adalah nama putri bungsu saya yang berusia masih 7 tahun namun sudah mencintai dunia santri sejak usia 6 tahun. Sebelum masuk pesantren Reska dan saya membuat kontrak perjanjian pertama yang ditanda tanganinya dengan cara menulis nama lengkapnya dengan pensil dan disaksikan oleh 3 orang temannya sebagai saksi.
Apa bunyi kontraknya? Selembar kertas putih bertulis “Janji Reska” itu berisi tentang kesediaannya untuk disiplin dalam kebersihan diri, jadwal tidur dan belajar, jadwal shalat hingga jadwal mandi. Sebelum di tanda tangani, isi janji wajib dibaca lantang oleh Reska sendiri, setelah memahami, saya bertanya apakah sanggup jalani perjanjian ini? Reska menjawab “sanggup mah”. Setelah itu dia pun bertanda tangan dengan mimik lucu lengkap dengan amor tanda cinta untuk mama.
Pada bagian akhir, ada kalimat apabila reska melanggar janji ini maka reska akan perbaiki dan bersedia dipulangkan dari pesantresn untuk belajar dirumah saja dan boleh kembali ke pesantren jika reska sudah siap mandiri sesuai perjanjian ini.
Meski lucu dan terkesan mengada-ngada, anakku terlihat sangat bangga dengan kertas “Janji Reska” . Dengan sengaja dia masukkan dalam tas dan dibawa ke pesantren untuk ditunjukkan kepada teman dan gurunya.
Inilah salah satu contoh proses edukasi pengaturan diri dan komitmen. Di era informasi terbuka saat ini, bahasa dan berpikiri pada dasarnya merupakan dua aspek yang saling memiliki timbal balik. Bahasa berfungsi sebagai sarana untuk berpikir, begitu juga sebaliknya. Hasil berpikir itu kembali diungkapkan dalam bahasa baik dalam bentuk nasihat secara verbal lisan maupun tulisan. Tanpa proses itu, edukasi bahasa yang masuk bisa jadi dari game, dari bahasa gaul atau dari tontonan yang belum tentu layak menjadi tuntunan.
Masih ingat peristiwa yang menimpa Akbar, seorang guru agama di SMKN 1 Taliwang dilaporkan orang tua murid akibat tidak terima anaknya ditegur tidak mau shalat dhuhur? Hal ini merupakan salah satu contoh gagalnya orang tua menanamkan persoalan komitmen, hak dan kewajiban secara dini kepada anak. Alih-alih berterima kasih sang guru menyiapkan urusan akhirat anaknya, malah Akbar dilaporkan ke pihak kepolisian.
Atau ada peristiwa anak melaporkan ibunya yang sudah tua karena rebutan harta warisan peninggalan ayah yang notabene juga suami ibunya. Zaman now memang edan.
Dari peristiwa itu kita belajar tentang pentingnya pengaturan diri bagi anak, Pengaturan diri adalah kemampuan untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan perilaku kita dengan cara-cara yang membantu kita berfungsi sehari-hari dan mencapai tujuan kita.
Membangun keterampilan pengaturan diri, terutama sejak dini, akan menjadi dasar bagi perkembangan sosial dan emosional yang positif bagi anak-anak.Pengaturan diri membantu anak-anak dan remaja belajar, berperilaku baik, bergaul dengan orang lain, dan menjadi mandiri. Pengaturan diri mulai berkembang pesat pada masa balita dan prasekolah. Hal ini terus berkembang hingga dewasa.
Bagi anak-anak, pengaturan diri membantu dalam tonggak sosial dan perkembangan utama seperti berteman dan membangun keterampilan sosial, belajar dan berprestasi di sekolah, membuat keputusan yang baik, dan mengelola stres.Seorang anak dengan kemampuan pengaturan diri yang baik, misalnya, mungkin dapat mengatur emosi mereka dan bereaksi dengan tepat terhadap situasi yang berbeda menunggu giliran merekabertahan dengan tugas-tugas yang menantang; dan menahan dorongan untuk berperilaku tidak pantas.
Kemampuan pengaturan diri yang kuat pada anak usia dini berkaitan dengan berbagai hasil kesehatan dan pencapaian sepanjang hidup, termasuk kesehatan mental dan fisik yang positif, serta pencapaian pendidikan .
Apakah tidak terlalu muda bagi anak untuk memahami kehidupan dunia orang dewasa? Tentu tidak, justru masa kanak-kanak merupakan periode yang sangat krusial untuk pertumbuhan regulasi diri. Hal ini menempatkan regulasi diri sebagai target penting untuk pencegahan dan intervensi pada anak usia dini.
Faktor-faktor apa saja yang terkait dengan pertumbuhan pengaturan diri pada anak kecil? Ada pemahaman yang berkembang mengenai faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan keterampilan pengaturan diri di awal kehidupan. Pengaruh utama yang diidentifikasi meliputi:lingkungan dan pengalaman belajar yang kaya di rumah (misalnya membaca buku, bermain atau bernyanyi bersama anak-anak) melalui pendekatan pengasuhan yang positif menghadirkan rasa hangat, responsif, dan konsisten.
Ditengah berbagai kesibukan, saya berupaya memberikan waktu yang berkualitas untuk anak. Walau tidak dapat dipungkiri saat bersamapun masih terganggu dengan sibuknya HP atau urusan rumah tangga lainnya. Namun demi generasi bijak dan tidak mudah putus asa dimasa depan, tidak ada salahnya orangtua pun berkomitmen kepada anak-anaknya tentang kepercayaan, akhlak mulia dan tanggung jawab.
Setelah generasi baby boomer yang lahir tahun 1946 -1964 satu persatu sakit dan tutup usia, maka investasi paling berharga yang harus dilakukan generasi X, makhluk bumi yang lahir pada 1965 -1980 adalah mempersiapkan anak cucu keturunannya dengan bekal akhlakul karimah agar bangsa ini tetap memegang predikat bangsa peramah bukan bangsa pemarah. Insyaa Allah.