PALANGKA RAYA, Kalimantapost.com – Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat Progres Kartika Sari mendesak Pemerintah Kabupaten Seruyan secepatnya merealisasikan penyelesaian tuntutan plasma 20 persen dari warga setempat, yang sudah lama diperjuangkan.
“Kami sangat berharap upaya penyelesaian plasma tidak berlarut-larut, yang bisa saja memicu konflik berikutnya yang lebih parah,” tegas Kartika disela-sela acara pertemuan Refleksi Perjuangan dan Proses Penyelesaian Berbasis Yuridiksi, di Palangka Raya, Rabu (24/1/2024).
Diungkapkannya, Seruyan merupakan wilayah percontohan penerapan metode pendekatan yurisdiksi sertifikasi kelapa sawit sejak tahun 2015 lalu. Ini sebagai langkah perkebunan sawit berkelanjutan, mencegah deforetasi, dan realisasi plasma bagi rakyat setempat.
Diakui Kartika, Pemerintah Kabupaten telah memiliki langkah nyata secara Yurisdiksi berupa Peraturan yang dikeluarkan Bupati setempat, sehingga tinggal mengimplementasi dan merealisasikannya.
Sebagian perusahaan perkebunan sawit di daerah itu hanya berjanji, sehingga beberapa waktu lalu muncul unjukrasa yang berujung masyarakat mengalami luka, bahkan satu orang meninggal dunia. “Kasus tuntutan masyarakat dalam 3 tahun terakhir kian masif,” sebut Kartika.
Selain meminta kepada Pemerintah Seruyan tegas dalam penyelesaian plasma, pihak LSM Progres ini juga menyarankanseluruh perkebunan d daerah itu segara menjalankan kewajibannya merealisasi plasma kepada rakyat setempat.
“Bila perusahaan lalai, bahkan tidak menjalankan kewajibannya, Pemerintah Seruyan harus berani menindak tegas perusahaan perkebunan sawit itu” ujar Kartika.
Progres juga minta RSPO untuk meninjau ulang proses sertifikasi yurisdiksi bagi Pemerintah Kabupaten Seruyan, terkait kelayakan diberikannya sertifikasi tersebut. Pasalnya dilapangan masih banyak belum banyak janji plasma tak direalisasikan.
Sementara itu, supervisor LSM Progres sekaligus pemateri pertemuan yang dihadiri sejumlah Kepala Desa Seruyan yang bersengketa plasma, Asep Yunan menyatakan sebenarnya banyak peluang merealisasikan plasma di daerah itu, melalui beberapa skema yang ada.
Diakui, meski munculnya peraturan kewajiban plasma diterbitkan mentah di tahun 2007, bukan berarti kewajiban membantu usaha masyarakat dalam berbagai bentuk kemitraan bisa direalisasikan.
Hanya saja tergantung niat investor, meskipun lahan untuk plasma tidak ada sekalipun, namun bisa diupayakan melalui kemitraan angkutan misalnya, maupun bidang lainnya
Langkah merealisasikan plasma, selain merupakan kewajiban, juga untuk menjawab keresahan investor terkait penjarahan, pencurian dan ketidak-amanan investasi sawit yang dikeluhkan GAPKI kepada Gubernur sehari sebelumnya. (drt/KPO-3)