Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Melawan Rakus

×

Melawan Rakus

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ahmad Barjie B
Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kalsel

Isa bin Maryam terkenal sebagai nabi yang paling miskin di antara nabi dan rasul yang lain. Meskipun demikian beliau diberikan Allah berbagai mukjizat atau keistimewaan yang luar biasa. Dengan izin Allah beliau dapat menyembuhkan suatu penyakit, menghidupkan orang yang meninggal, menjadikan tumpukan pasir sebagai emas dan sebagainya.

Baca Koran


Suatu kali Nabi Isa bepergian sendiri ke suatu negeri yang jauh. Namun ada seseorang yang ingin menjadi muridnya memaksa ikut. Tujuannya bukan untuk belajar agama atau mencari pengalaman bersama Nabi Isa, melainkan hanya untuk mencari keuntungan pribadi, karena dia tahu Nabi Isa memiliki keistimewaan.


Sebagai bekal di perjalanan, mereka membawa tiga potong roti besar. Orang yang mengklaim ingin menjadi muridnya itu ternyata memakan satu potong roti lebih dahulu. Sehingga ketika mereka lapar, hanya tersisa dua roti. Nabi Isa bertanya kepada muridnya, apakah dia yang memakan roti itu lebih dahulu. Sang murid membantah, padahal tidak seorang lain pun bersama mereka, dan Nabi Isa pun tahu orang itulah yang memakan roti lebih dahulu.


Nabi Isa sebenarnya tidak mempersoalkan makanan, namun beliau ingin muridnya jujur. Guna membujuk si murid mengaku, Nabi Isa kemudian membuktikan kelebihannya. Ketika bertemu rusa di jalan, lalu rusa itu disembelih dan dimakan bersama. Setelah habis, Nabi Isa menyuruh muridnya mengumpulkan tulang-belulangnya. Setelah terkumpul, maka dengan izin Allah rusa yang telah disembelih dan dimakan itu hidup kembali seperti semula, kemudian lari ke hutan.


Melihat keajaiban itu, sang murid mengakui kehebatan Nabi Isa, tetapi masih menolak untuk mengaku bahwa dialah yang memakan roti tersebut. Akhirnya tibalah mereka berdua di tepi pantai, kemudian istirahat sebelum melanjutkan perjalanan kembali. Sambil istirahat, Nabi Isa mengumpulkan tiga tumpukan pasir. Dengan izin Allah ketiga tumpukan pasir itu menjadi emas berkualitas tinggi. Si murid terkejut dan gembira bukan main, seraya bertanya, untuk siapa tumpukan emas yang ketiga, Nabi Isa berkata: tumpukan pasir yang ketiga adalah untuk orang yang mencuri/memakan roti lebih dahulu.
Seketika itulah si murid mengaku, bahwa dirinyalah yang memakan roti. Nabi Isa yang tidak membutuhkan harta tersebut mengajaknya pergi lagi, namun orang itu menolak. Ia bertahan di tempat karena ingin memiliki semua tumpukan emas, termasuk bagian Nabi Isa dan beliau pun memberikannya.

Dibunuh Perampok
Akhirnya hanya Nabi Isa sendirian meneruskan perjalanannya, sementara si murid sibuk memikirkan usaha mengangkut emas itu ke kota asalnya untuk dijual dan disimpan sebagai investasi keluarga, sambil berkhayal gembira karena tidak lama lagi akan menjadi orang yang kaya raya. Ia menunggu kapal atau orang yang bersedia memikul emas itu pulang.
Ternyata yang datang menghampirinya kemudian justru para perampok yang nekad membunuhnya untuk mengambil hartanya. Si murid terkejut dan kecut sekali hatinya, namun berusaha tenang bahwa ia bersedia memberikan sebagian besar emas itu, setelah acara makan-makan dan pesta-pesta.
Ia meminta agar para perampok bersedia menunggu sementara ia mencari makanan ke kota. Tujuan sebenarnya memang untuk mencari makanan, namun dengan dibubuhi racun. Ia tak rela harta itu dibagi sedikit pun. Dia yang capek-capek menemani Nabi Isa, masa orang lain yang ikut menikmati hasilnya
Pada saat yang sama ternyata para perampok pun tak mau berbagi, mereka ingin menguasai harta itu seluruhnya. Maka begitu murid Nabi Isa itu datang membawa makanan, langsung mereka bunuh tanpa ampun. Setelah itu mereka pun berpesta pora menikmati makanan yang dibawa orang itu sambil menyiapkan alat untuk mengangkut emas. Karena makanan itu diracun lebih dahulu, akhirnya para perampok pun mati semua, bersama dengan murid Nabi Isa yang telah mereka bunuh lebih dahulu.

Baca Juga :  PENGORBANAN UNTUK SIAPA?

Bahaya Rakus
Cerita di atas menunjukkan bahwa sikap rakus sangat berbahaya, tak hanya bagi diri bahkan juga orang lain. Orang yang rakus tidak pernah merasa cukup dengan apa yang ada, tetapi selalu berambisi lebih banyak lagi. Ada benarnya hadits Rasulullah, seseorang yang sudah diberi segunung emas masih ingin satu gunung lagi, begitu seterusnya, sampai hidung mereka mencium tanah (meninggal dunia).
Orang yang rakus tidak peduli menyakiti atau merugikan orang lain, padahal hakikatnya mencelakakan dirinya sendiri. Tepat sekali peringatan Allah dalam QS al-Takatsur bahwa kedudukan, kemewahan harta dan materi duniawi akan melalaikan manusia dari kewajibannya kepada Allah dan sesama manusia, dan mereka baru menyadarinya setelah berada di ambang kematian dan masuk kubur. Hal ini telah dialami oleh orang-orang yang ingkar seperti Fir’aun dan Qarun di zaman Nabi Musa, murid Nabi Isa yang nakal di atas, dan juga Tsa’labah al-Anshari di zaman Nabi Muhammad saw yang lupa beribadah dan tak mau berbagi karena rakus dan terus keasyikan mengurus harta (gembalaannya) yang melimpah.
Borok korupsi yang tak kunjung sembuh di negeri ini, bahkan terus menggurita dan cenderung menjadi budaya, juga tak lepas dari sifat rakus. Alm Drs KH Jamhari Arsyad (orang tua Prof Dr H Mujiburrahman MA) dalam satu khutbahnya menegaskan, korupsi sekarang tidak lagi disebabkan gaji yang kecil di kalangan pegawai negeri. Pemerintah terutama sejak era reformasi sampai sekarang telah berulang kali menaikkan gaji dan tunjangan pegawai berkali-kali lipat, sehingga banyak yang bergaji dan tunjangan besar dan beroleh fasilitas lebih, bahkan melebihi kinerja dan pengabdiannya kepada masyarakat yang mayoritas masih miskin. Meskipun demikian, korupsi tetap merajalela dan tak jarang justru dilakukan oleh mereka yang diberi kelebihan di atas. Itu semua jelas karena didorong sifat rakus dan tamak, tidak pernah bersyukur dan merasa cukup dengan nikmat yang ada. Akhirnya mencari jalan lain yang melawan hukum agama dan negara.
Negeri ini sesungguhnya membutuhkan semangat kebersamaan. Apa pun pekerjaan dan jabatan orang, semuanya sebagai medan pengabdian. Apabila diberi Allah kelebihan seyogyanya dibagi-bagi untuk orang lain, sehingga terwujud kesejahteraan dan kemakmuran yang merata. Bukankah dulu datuk nenek kita sudah sama-sama berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini? Karenanya menikmati kemerdekaan pun harus bersama-sama.
Bung Karno dalam bahasa Belanda mengatakan: Allemal aan de werktafel en allemal aan de eattared (semua elemen bangsa ini telah berjuang keras, jadi makannya pun harus sama satu meja). Maksud pahlawan proklamator ini, semua komponen bangsa kita telah berjuang keras sejak zaman Belanda dan pendudukan Jepang dengan mengorbankan darah, nyawa dan harta benda, maka setelah merdeka harus menikmati kesejahteraan pembangunan secara adil dan merata. Dengan adanya kesejahteraan akan terwujud kegotongroyongan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Sebaliknya kalau terjadi kesenjangan sosial ekonomi, maka akan terjadi banyak kejahatan, kecemburuan sosial, ketegangan, kerusuhan dan perpecahan.
Imam al-Ghazali mengatakan, harta kita yang sesungguhnya dan bernilai abadi sampai ke alam akhirat, ternyata bukan yang dikejar dan kumpulkan dengan susah payah, kita miliki dan kemudian diwariskan kepada anak cucu, melainkan harta yang sempat disumbangkan sebagai amal ibadah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama manusia. Mahatma Gandhi mengatakan, bumi ini cukup untuk menghidupi seluruh umat manusia dari satu generasi ke generasi lain, tetapi tidak akan cukup bagi sekelompok orang yang rakus. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan