BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Sebanyak empat orang saksi Yangon diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara terdakwa Lian Silas dengan dakwaan pencucian uang di Pengadilan Negeri Banjarmasin, dipimpin hakim Jamser Simanjuntak, Senin (5/2/2024).
Semuanya yang dijadikan saksi tersebut unsur keluarga terdakwa, salah satunya anak tertua Lian Silas yakni Yunita, menantu Yuliandi serta dua orang keponakannya.
Yunita menyebutkan tanah dan bangunan rumah dari neneknya turut pula disita oleh penyidik yang terletak di Pekapuran Laut Banjarmasin, sementara kepemilikan rumah tersebut sebelum saksi lahir.
“Rumah nenek yang disita oleh petugas dibangun sebelum saya lahir,’’ ujar Yunita yang merupakan kakak gembong narkotika Freddy Pratama.
Disisi lain Yunita menyebutkan kalau pekerjaan adiknya sebagai gembong narkoba diketahui setelah adanya kasus ini.
Ia juga mengakui memiliki beberapa rekening di BCA, BNI, BRI maupun Mandiri, tetapi semuanya dikuasai oleh terdakwa Lian Silas.
Saksi juga mneyebutkan adanya pembelian rumah dan mobil semuanya di belikan oleh terdakwa, dan ia tidak mengetahui dari mana asal uang tersebut, sementara yang ia tahun orang tuanya sebelumnya berusaha toko hand phone, maupun toko emas.
Sementara saksi Yuliandi yang merupakan menantu dari terdakwa dari anaknya yang bernama Marisa, sebelumnya tidak mengenal dengan Freddy Pratama dan baru tahu setelah istrinya bercerita kalau itu merupakan kakak ipar.
Dalam perkara ini, sebuah motor merk BMW yang dbeli dari uang pribadinya, turut disita oleh petugas termasuk sebuah mobil atas nama Marisa,
Ia juga menyebutkan Hotel Menaya yang terlekak di Jalan Jok Mentaya tersebut kini sudah tidak beroperasi lagi, lahannya merupakan lahan sewaan. Di lantai dasar merupakan restourat Sanghai dan diatas adalah hotel Mentaya yang dikelola oleh Tyliandi.
“Saya tahu kalau mertuanya juga mengelola hotel Armani di Muara Tewah Kalimantan Tengah,’’ ujar Yuliandi yang kini berdomisili di Pulau Bangka dengan membuka usaha cafe, dihadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Seperti diketahui, terdakwa diancam dengan pasal berlapis. Terdapat tidak kurang tujuh pasal, pertama terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kedua pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian.
Ketiga pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Atau pasal 137 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Sub Pasal 137 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut dakwaan barang yang disita dari terdakwa berupa harta benda tidak bergerak maupun bergerak dengan nilai fantastis diangka keseluruhan mencapai Rp1 triliun.
Menurut dakwaan tersebut, uang yang diterima terdakwa untuk membeli aset aset tersebut diduga kuat berasal dari anaknya gembong narkotika Freddy Pratama, melalui bank bank swasta maupun bank bank plat merah.
Uang kiriman tersebut diduga hasil dari perdagangan narkoba yang dilakukan anak terdakwa Freddy Pratama yang kini masih buronan alias mamsuk daftar pencariana orang (DPO).(hid/KPO-3)