Oleh : Ummu Wildan
Pemerhati Generasi
Kabar gembira bagi para ayah yang berstatus ASN. Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah yang akan memberikan hak cuti bagi ASN yang istrinya melahirkan ataupun keguguran.
Rancangan Peraturan Pemerintah ini disebut menampung aspirasi dari banyak pihak. Salah satunya adalah dari presiden yang menginginkan peningkatan kualitas generasi.
Hari-hari pertama kelahiran memang sangat penting. Tak hanya bagi bayi, begitupun bagi sang ibu. Pertarungan hidup mati saat melahirkan sungguh menguras fisik dan mental. Perubahan hormon secara drastis pun terjadi. Kehadiran seorang ayah akan memberikan hiburan dan ketenangan tersendiri bagi ibu. Pada gilirannya, ibu yang tenang akan mendatangkan kenyamanan bagi bayi.
Hanya saja cukupkah kehadiran ayah pada hari-hari pertama kehidupan melalui pemberian hak cuti ayah berstatus ASN ini untuk meningkatkan kualitas generasi? Tidakkah disebut bahwa pendidikan itu memerlukan sebuah lingkungan yang baik? Tidakkah pendidikan itu dari buaian hingga liang lahat?
It takes a village to raise a kid. Demikian yang sering terdengar dalam berbagai acara parenting. Betapa tak jarang terdengar kabar tentang anak-anak yang dirusak oleh lingkungan pergaulan. Orang tua sudah habis-habisan mendidik anak dengan pendidikan yang baik, namun ketika di sekolah dia bergaul dengan teman yang tidak tepat. Akhirnya mereka ada yang kecanduan narkoba. Ada pula yang terjebak pergaulan bebas hingga kriminalitas.
Apalagi zaman sekarang keluar rumah tidak harus menjejakkan kaki ke luar rumah. Gadget yang diberikan bisa menjadi ke dunia nan luas. Anak dapat bertemu dengan orang dari berbagai agama, pemikiran dan gaya hidup.
Begitupun tanpa pemahaman yang tepat, maka cuti yang diberikan takkan menghasilkan efek yang maksimal. Ia bisa jadi hanya masa libur tambahan bagi para lelaki tertentu.
Menghasilkan peningkatan kualitas generasi membutuhkan sistem pendukung yang tepat. Ada orang tua yang memahami dan melaksanakan tanggung jawab. Ada masyarakat yang berperan aktif. Ada pula negara yang membuat dan menerapkan aturan yang tepat. Ketiga variabel ini diperlukan secara bersamaan dalam mewujudkan generasi terbaik.
Saat ini kita mendapati tidak sedikit orang tua yang tidak memahami tanggung jawabnya. Mereka mengira dengan tercukupinya materi anak, maka seolah tugas mereka telah terlaksana. Karenanya mereka habis-habisan mengejar materi. Lupa ada kebutuhan lain seperti kasih sayang dan pendidikan.
Di sini ada hubungan dengan ketiadaan pendidikan parenting dalam sistem pendidikan kita. Padahal menjadi orang tua yang baik memerlukan pemahaman yang benar. Ini bisa diraih secara masif dengan negara menerapkan sistem pendidikan yang benar.
Di sisi lain, ada orang tua yang paham tentang tanggung jawabnya. Namun sayang beratnya tuntutan hidup memaksa mereka harus lebih banyak menghabiskan waktu mencari nafkah. Lapangan pekerjaan tak hanya diperebutkan dengan sesama warga negara, tapi juga dengan orang asing. Sumber daya alam yang melimpah pun harus dibagi dengan swasta dan asing.
Di sini perlu peran negara yang menerapkan sistem ekonomi yang benar. Dalam Islam dikenal kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sumber daya alam yang melimpah haram diserahkan kepada swasta dan asing. Pemerintah yang ditugaskan untuk mengelola dengan keuntungannya untuk kesejahteraan rakyat banyak.
Selain itu, dalam Islam, kepemilikan tanah adalah hak bagi yang memagari dan menghidupkan. Tanah yang dibiarkan tak terurus lebih dari tiga tahun akan beralih kepemilikan. Dengan demikian bumi pun akan produktif dan kepemilikannya tidak hanya berpihak pada orang kaya saja.
Demikian gambaran kecil peran negara yang mendukung ekonomi rakyatnya sehingga kesejahteraan bisa dimiliki tanpa harus terkuras habis waktunya hanya untuk itu. Orang tua akan memiliki waktu lebih untuk melaksanakan tanggung jawab mereka.
Selain dalam aspek pendidikan dan ekonomi, negara juga harusnya bertanggung jawab dalam berbagai aspek lainnya. Negara yang tidak berlandaskan materialisme akan menerapkan kebijakan yang tidak asal disetujui legislatif saja. Aturan yang diterapkan haruslah demi kemaslahatan umat manusia.
Namun tentu saja definisi kemaslahatan ini tidak bisa diserahkan kepada akal manusia. Hal ini karena akal manusia itu terbatas dan dipengaruhi latar belakang mereka. Misalnya saja pendidikan, status sosial, dan asal daerah. Akan terjadi perselisihan dan pertentangan yang justru akan menjerumuskan pada masalah lainnya.
Ketika akal manusia tidak mampu membuat standar yang bisa digunakan untuk semua, dengan berbagai perbedaan yang ada, maka menggunakan standar Sang Khaliq adalah sebuah opsi yang layak. Hal ini mengingat dunia pernah merasakan kebaikan selama lebih dari seribu tahun ketika standar ini diterapkan. Beragam umat beragama mendapatkan perlakuan yang sama dengan jaminan kebaikan untuk semua.
Dalam hal penggunaan media misalnya, hal-hal yang berbau pornografi dan kekerasan akan dilarang meski menghasilkan pemasukan negara. Industri musik, film, dan hiburan lainnya haruslah bersih dari hal-hal yang buruk. Nilai-nilai edukatif dan membangkitkan semangat akan mendapatkan perhatian lebih. Alhasil generasi stroberi akan sulit tumbuh seperti sekarang.
Masyarakat yang tidak individualis juga akan memainkan peran penting dalam pembentukan generasi berkualitas. Budaya di masyarakat adalah budaya yang positif. Saling menyemangati untuk mengejar peningkatan kualitas generasi. Saling mengingatkan ketika ada yang lalai atau bahkan mencoba merusak generasi. Masyarakat yang seperti ini adalah masyarakat yang paham akan pentingnya amar ma’ruf nahi munkar.
Pemberian hak cuti bagi ayah hanyalah potongan kecil dari sebuah bangunan besar yang diperlukan untuk peningkatan kualitas generasi. Perubahan besar diperlukan melalui peningkatan pemahaman akan pentingnya peran orang tua, masyarakat dan negara. Tentu saja peran yang benar yang ditunjukkan oleh Sang Khaliq. Negeri yang berkah dengan naungan rahmat-Nya yang akan menghasilkan generasi cemerlang pembangun peradaban mulia. Insya Allah