Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Menakar Potensi Perairan Kalsel

×

Menakar Potensi Perairan Kalsel

Sebarkan artikel ini

Investor tidak hanya tertarik prospektus diatas kertas, namun hasil nyata dari sebuah proyek percontohan yang terukur dan terarah. Pakar manajemen Rhenald Kasali pernah menulis bahwa setiap negara, selain membutuhkan banyak usaha mikro, kecil dan menengah untuk menyediakan lapangan kerja yang masif, juga membutuhkan powerhouse untuk mengembangkan teknologi dan sumber daya alamnya.

IKAN memiliki nilai ekonomi yang penting sebagai sumber makanan. Ikan menyediakan lapangan pekerjaan bagi nelayan, pedagang, dan penjual serta merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang berharga bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Menurut data Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan, sebagai wilayah sumber keanekaragaman hayati satwa air tawar, Kalimantan Selatan memiliki 10 jenis ikan potensial antara lain Betok, Baung, Keting, Sepat rawa, Sepat siam, Gabus, Toman, Nila, Patin dan lele. Dengan potensi tambak seluas lahan 84.998 hektar, perikanan Kalsel dapat dikatakan cerah. Dengan tingkat konsumsi yang tinggi, ikan nila dan gabus pun masuk dalam daftar komoditas penyumbang inflasi Kalsel selain beras, daging dan ayam dan mie instant.

Baca Koran

Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi industri ditemukan fakta pemberian kapsul konsentrat ikan gabus selama 14 hari sebesar 0,7 g/dl bermanfaat mempercepat penyembuhan luka pada pasien pasca operasi, pasca persalinan hingga membantu proses penyembuhan bagi pasien rawat inap. Menariknya, gabus, spesies ikan dengan nama latin Channa Striata ini bahkan mampu menyingkirkan kepercayaan masyarakat Tionghoa terhadap khasiat ramuan herbal berbandrol jutaan rupiah, Pin tze huang yang awalnya sangat dipercaya mampu menyembuhkan luka.

Sebagai urang Banjar, tentu kita bangga dengan primadona perikanan baru ini. Secara nasional, produksi ikan gabus pada tahun 2022 mencapai 66.278 ton dengan nilai Rp. 2,82 triliun. Daerah penyumbang produksi tersebut adalah Kalsel (13.701 ton), Sumatera Selatan (11.641 ton), Kalimantan Tengah (10.474 ton), Kalimantan Timur (7.101 ton) dan Sulawesi Selatan (4.859 ton). Artinya jika potensi perikanan Kalsel berfokus pada pengembangan budidaya gabus, kita berhadapan hanya dengan 4 daerah pesaing dengan nilai market share tertinggi hingga 20% . Potensi ini jelas tidak boleh dilihat sebelah mata, pemerintah melalui Dinas Perikanan Provinsi Kalsel harus berupaya keras untuk terus menggenjot produktivitas jika perlu sudah saatnya mendorong pembangunan kawasan hulu dan hilir gabus hingga pembentukan pabrik pengolahan albumin di Banua.

Baca Juga :  Hukum Rimba Jalan Raya

Peluang ini memang telah ditanggapi serius oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kalsel yang menunjuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanah Bumbu sebagai sentra industri gabus, namun hingga Desember 2023 tahapan pengkajian belum masuk dalam tahapan penawaran siap investasi kepada calon investor.

Belajar dari pengalaman yang ada, diperlukan sebuah konsistensi visi dan misi yang dapat dikembangkan secara terukur dan mampu terealisasi secara nyata bukan sekadar wacana. Sementara investasi merupakan tantangan tersulit dalam pengembangan sektor perikanan di Indonesia. Meskipun merupakan negara kepulauan terbesar dengan potensi perikanan yang melimpah, Indonesia belum mampu mencapai hasil yang optimal secara sosial ekonomi.

Berbagai kendala seperti terbatasnya infrastruktur pendukung, kapasitas dan kapabilitas nelayan, akses permodalan dan lainnya sulit untuk diselesaikan secara menyeluruh karena terbatasnya kemampuan pemerintah. Investasi dalam jumlah besar diperlukan untuk mendorong pembangunan sektor perikanan secara menyeluruh. Tidak bisa hanya bergantung pada dukungan pemerintah.

Oleh karena itu jika konsep industrialisasi terlalu panjang dan rumit pencapaian investasinya maka skema project pilot dengan cara bekerjasama dengan penangkar ikan tradisional, pemancing rumahan serta UMKM pengolah albumin yang dijadikan dalam gugus tugas percontohan agar proses tata kelola dari hulu ke hilir sesuai kaidah Best Aquaculture Practices (BAP) berstandar ekspor sudah mulai dirintis dari skala kecil.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) sebenarnya telah memulai gerakan optimalisasi benih ikan gabus bermutu dengan cara memberikan bantuan hibah benih gabus sebanyak 66.315 ekor dengan target produksi sekitar 316.000 ekor kepada Kelompok Pembudidaya Ikan Mufakat, Desa Mahang Baru, Kecamatan Labuan Amas Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan pada Agustus 2023 lalu. Dari program ini seharusnya sudah mulai dilakukan harmonisasi dengan dinas terkait lainnya untuk mulai diselerasakan persiapan panen, produksi, pengolahan hingga produk jadi berupa albumin. Dengan pendekatan ini visi KEK Tanah Bumbu menjadi sentra industri albumin secara paralel juga dipersiapkan pemasok hulunya di Hulu Sungai Utara.

Baca Juga :  MANUSIA TERBAIK

Investor tidak hanya tertarik prospektus diatas kertas, namun hasil nyata dari sebuah proyek percontohan yang terukur dan terarah. Pakar manajemen Rhenald Kasali pernah menulis bahwa setiap negara, selain membutuhkan banyak usaha mikro, kecil dan menengah untuk menyediakan lapangan kerja yang masif, juga membutuhkan powerhouse untuk mengembangkan teknologi dan sumber daya alamnya. Sebuah “powerhouse” – sebuah perusahaan berskala besar yang dapat bergerak secara efisien dan cepat dalam mengadopsi dan mengembangkan teknologi – dapat berupa BUMN, perusahaan swasta, atau kombinasi keduanya.

Demi percepatan klaim Kalimantan Selatan sebagai penyedia gabus terbesar di Nusantara, ada baiknya visi besar dimulai dengan langkah kecil, jangan sampai daerah lain bergerak lebih cepat dan agresif. Mengingat konsep aquaculture menawarkan model bisnis yang kuat dan dapat menunjukkan aliran pendapatan yang dapat diprediksi dan mampu mengurangi resiko konsep perikanan tangkap yang berpotensi praktik monopoli, korupsi, persaingan dan ketidak adilan, akuakultur justru menawarkan dampak sosial dan lingkungan yang terukur termasuk protein ikannya dimanfaatkan untuk mengatasi ketahanan pangan. Bayangkan jika Kalsel menerapkan konsep ini dibalik kearifan lokal resep iwak haruan. Lebih dari sekadar ikan pelengkap nasi kuning dan ketupat kandangan, gabus harus juga bermanfaat bikin kulit glowing dan mulus. Insyaa Allah.

Iklan
Iklan