Oleh : Hafizhaturrahmah
Pendiri @telagailmu.id dan Siswi MANPK Martapura
Menurut ahli, bullying dapat didefinisikan sebagai perilaku agresif yang disengaja dan berulang, yang dilakukan oleh satu individu atau kelompok individu yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih besar terhadap individu yang lebih lemah, dengan tujuan untuk menyakiti, menakut-nakuti, atau mendominasi individu tersebut. Dalam konteks sekolah atau tempat kerja, bullying sering terjadi secara verbal (misalnya, ejekan atau ancaman), fisik (misalnya, pemukulan atau serangan), atau secara sosial (misalnya, penolakan atau penyebaran rumor negatif) dan dapat terjadi melalui berbagai media, termasuk tatap muka dan online. Bullying juga sering kali terjadi dalam situasi di mana korban tidak mampu membela diri atau melawan pelaku, dan dapat memiliki dampak yang serius terhadap kesejahteraan fisik, emosional, dan psikologis korban.
Bullying bukan sekadar masalah yang berhenti pada individu yang langsung terlibat. Bayangkan bagaimana rasanya menjadi korban intimidasi, merasa tak berdaya, terasing, dan terluka secara emosional. Ini adalah rasa sakit yang mendalam yang bisa berdampak jauh ke dalam jiwanya.
Bayangkan, dampaknya bukan hanya pada saat itu saja. Trauma yang dialami oleh korban bullying bisa menghantui mereka hingga dewasa, mengganggu kesehatan mental dan kualitas hidup mereka. Mereka bisa kehilangan kepercayaan diri, minat belajar, dan bahkan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Teori coping menyoroti bagaimana individu bereaksi terhadap stresor seperti bullying. Beberapa individu mungkin mengembangkan strategi adaptif untuk mengatasi dampak psikologis bullying, sementara yang lain mungkin mengalami peningkatan perilaku maladaptif seperti agresi atau penarikan diri.
Secara psiko-kognitif menunjukkan bahwa pengalaman bullying dapat membentuk pola pikir negatif, termasuk persepsi diri yang rendah, penilaian diri yang negatif, dan sikap pesimis terhadap dunia. Hal ini dapat mengganggu proses pengambilan keputusan dan menghambat pengembangan potensi individu.
Bukan hanya korban, pelaku bullying pun memiliki cerita yang rumit. Mungkin mereka juga mengalami rasa tidak aman, tekanan dari lingkungan, atau masalah emosional yang mereka ungkapkan dengan cara yang salah dan menyakiti orang lain. Tapi, mereka juga butuh bantuan dan pemahaman untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Dampaknya tidak hanya pada individu, tetapi juga mencakup masyarakat secara keseluruhan. Kita dapat menyoroti bagaimana lingkungan sosial yang terlibat dalam bullying dapat memperkuat siklus kekerasan. Misalnya, pelaku bullying mungkin telah menjadi korban di masa lalu atau terpapar terhadap model perilaku agresif dalam lingkungan mereka. Ini bak lingkaran setan yang tak henti-hentinya.
Bullying dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres post-trauma pada korban. Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan ini dapat berlanjut hingga usia dewasa dan berpotensi mengganggu produktivitas serta kontribusi mereka dalam masyarakat.
Budaya bullying menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak sehat, mengganggu harmoni sosial dan menghalangi potensi nyata yang bisa kita raih jika kita saling mendukung dan menghargai satu sama lain.
Jadi, mari kita buka hati kita dan bersatu untuk mengakhiri siklus kekerasan ini. Kita semua memiliki peran untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman, lebih peduli, dan lebih manusiawi. Dengan saling mendukung dan memahami satu sama lain, kita bisa membangun masyarakat yang lebih baik, di mana setiap individu dihargai dan diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut akan intimidasi.