Oleh : Ahmad Barjie B
Penulis Buku Sejarah dan Budaya Banjar
Tidak banyak masyarakat tahu bahwa pada 20 Maret adalah Hari Dongeng Sedunia (All Storytellers Day). Semula para pendongeng pada 1997 berkumpul di Swedia, mengadakan Celebration of Story selama lima minggu. Dari situlah kemudian mereka bersepakat menjadikan setiap 20 Maret sebagai Hari Dongeng Sedunia. Diantara tujuannya agar dongeng-dongeng yang hidup di berbagai bangsa dunia tetap berkembang, dan dapat dijadikan sebagai salah satu alat pendidikan untuk memperkaya dan memperkuat mentalitas bangsa, khususnya kepada anak dan anak didik yang umumnya senang dengan dongeng.
Umumnya bangsa di dunia memiliki dongeng. Jika dipelajari, Jepang adalah bangsa yang kaya dengan dongeng. Bahkan di masa lalu, dongeng di kalangan bangsa Jepang, dianggap sebagai kebenaran, sebagaimana mereka meyakini agama sebagai kebenaran. Bangsa Jepang percaya bahwa di zaman dahulu kala, ada dua Dewa suami istri yang membentuk dan menguasai Jepang, namanya Dewa Izatagi-O-Mikoto dan Izanagi-O-Mikoto. Salah seorang keturunan kedua dewa ini adalah Dewi Amaterasu-O-Mikami yang menguasai matahari, atau sering disebut Dewa Matahari.
Seorang keturunan Amaterasu yang bernama Jimmu Tennu turun dari matahari ke kepulauan Jepang. Bangsa Jepang percaya bahwa raja (Kaisar) mereka adalah titisan Tuhan. Kaisar Hirohito (1901-1995), Akihito (1995-2000) dan Naruhito (2020 – sekarang) adalah turunan ke-124, 125 dan 126 dari Jimmu Tennu, yang merupakan turunan ke-5 Dewi Amaterasu.
Sebagai Tuhan ia menguasai bumi dan langit. Negeri dan bendera Jepang Hinomaru harus disembah, dulu gerakan penyembahan (penghormatan) itu disebut seikeirei. Tentara Jepang juga dianggap sebagai tentara Tuhan dan karenanya tidak pernah kalah dalam perang. Karena itu kalau sampai kalah mereka merasa sangat malu, lalu memilih jalan harakiri (bunuh diri). Filosofi yang dianut Jepang adalah Hinomoto Nikuni, tidak akan ada yang mampu menandingi matahari, sama dengan es yang akan mencair terkena panas.
Tidak Hilang
Sebelum Perang Dunia (PD) II, dongeng ini tertanam begitu kuat dalam dada rakyat Jepang dan mereka merasa akan selalu menang dalam percaturan dunia. Ketika Jepang menduduki Asia Tenggara, termasuk Indonesia (1942-1945), dongeng di atas sempat mau dijejalkan kepada bangsa Indonesia. Namun karena bangsa Indonesia sebagian besar beragama Islam, dan tidak akan pernah percaya dengan dongeng demikian, maka Jepang yang sangat pandai dalam urusan propaganda menggantinya dengan semboyan lain, yaitu Jepang Pemimpin Asia, Cahaya Asia, Pelindung Asia, dll. Intinya Jepang tetap merasa dirinya super dan kuat sebagaimana sifat Tuhan yang berupa cahaya (nur), memimpin, melindungi dan mengayomi umat manusia.
Sejarah mencatat, di ujung PD II Jepang kalah telak. Amerika Serikat di bawah Presiden Harry S Truman yang menggantikan Franklin Delano Roosevelt berhasil membalik keadaan, tentara Sekutu (AS cs) mampu menghujani 67 kota di Jepang dengan bom-bom kecil. Memang semangat bushido dan samurai membuat Jepang mencoba bertahan. Sayang sekali, sikap pantang menyerah dan bunuh diri jika gagal (harakiri) membuat Jepang makin lemah sebab banyak tentara dan jenderal hebat yang bunuh diri. Padahal kalah dalam perang itu biasa saja.
Karena tak kunjung menyerah, akhirnya dijatuhkan bom nuklir Little Boy di Hiroshima 6 Agustus 1945 yang menewaskan 140 ribu penduduk dan bom nuklir Fat Man di Nagasaki 9 Agustus yang menewaskan 80 ribu penduduk. Indonesia yang kala itu diduduki Jepang, segera memproklamasikan kemerdekaan seminggu kemudian.
Ketika Jepang kalah dalam PD II, tentu saja dongeng di atas tidak berlaku lagi. Tetapi ternyata mereka tetap bangkit, artinya bangsa Jepang tak ingin terpuruk berlama-lama. Sesudah hancur oleh bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang segera membangun diri dari kehancuran, di antaranya melalui percepatan pendidikan dan teknologi. Mereka menyediakan sampai 30 persen anggaran untuk pendidikan, riset dan pengembangan iptek.
Bangsa Jepang tetap merasa besar dan kuat. Sekarang, meski tak lagi dominan di segi militer, tetapi mereka kuat di bidang penguasaan iptek dan industri. Membaca adalah salah satu budaya mereka yang tetap kuat sampai harini, meski kemajuan iptek Jepang luar biasa. Mereka tak mau jadi bangsa bodoh yang malas membaca.
Pada saat sama Jepang masih proaktif memproduksi dan menyenangi dongeng dan mereka senang membacanya. Tak heran hingga harini komik-komik Jepang berisi dongeng masih menjamur, tak hanya di Jepang tapi merambah negara-negara lain. Anak-anak di Indonesia tentu akrab dengan dongeng-dongeng Jepang yang tertuang dalam komik-komik seperti Naruto, Captain Tsubasa, Crayon Sinchan, Doraemon, dll.
Kisah Nyata
Bangsa Indonesia, selain punya banyak dongeng, sesungguhnya juga punya banyak kisah nyata. Dalam khazanah Islam kita mengenal kepahlawanan para pejuang seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib, Khalid bin Walid, Thariq bin Ziad yang sukses menguasai Spanyol, Salahuddin al-Ayyubi yang sukses mengusir tentara Eropa, Mohammad al-Fatih yang sukses menguasai Konstantinopel (Istanbul) dan masih banyak lagi. Mereka adalah orang-orang muda yang sangat cerdas, berani dan saleh.
Di tanah air, juga ada Gajah Mada yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara sebagai perwujudan Sumpah Palapa, kemudian Fatahillah (Syarif Hidayatullah) yang berhasil mengusir Portugis dari Sundakelapa dan kemudian mendirikan kota Jakarta. Selanjutnya, juga ratusan pahlawan pejuang yang gagah berani merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Hingga sekarang terdapat 189 orang pahlawan nasional, dan jumlah ini terbesar dibanding bangsa-bangsa lain di dunia. Ini tak mengherankan karena bangsa ini lama berjuang melawan penjajah dan kemerdekaan bukan hadiah dari bangsa lain, melainkan hasil perjuangan dengan pengorbanan jiwa raga dan harta benda disertai pertolongan Allah SWT.
Melihat banyaknya kisah nyata perjuangan yang dimiliki, alangkah baiknya semua itu diajarkan dan dimasyarakatkan secara intensif, sebagaimana kuatnya Jepang menanamkan dongeng kepada bangsanya. Kisah nyata tentu lebih tinggi derajatnya daripada dongeng, karena ia berangkat dari fakta, bukan khayalan dan mitos yang tidak ada buktinya.
Alangkah baiknya kisah nyata tersebut diceritakan kepada generasi muda. Tentu disertai pembelajaran untuk membangun kesadaran dan menghilangkan kealpaan. Dengan itu mentalitas generasi muda menjadi kuat. Sebab bangsa ini memiliki kisah-kisah kepahlawanan yang heroik.