Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Silaturahim Keagamaan dan Kebangsaan

×

Silaturahim Keagamaan dan Kebangsaan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ahmad Barjie B
Pemerhati sosial politik keagamaan

Tujuan utama semua ibadah agama, termasuk puasa, menjadikan orang-orang bertakwa. Meskipun ibadah puasa merupakan bukti keimanan kepada Allah, dalam arti puasa lebih ditekankan kepada orang-orang yang beriman saja, dan Allah sendiri yang akan membalasnya dengan ganjaran pahala dan surga, namun buah ketakwaan itu sendiri, lebih tertuju untuk manusia seluruhnya.

Baca Koran

Banyak ayat Al Quran menginformasikan indikator-indikator ketakwaan. Di dalam surah Ali Imran ayat 133-135 misalnya, setidaknya ada lima indikator orang yang bertakwa, yaitu menafkahkan harta di waktu lapang dan sempit, mampu mengendalikan emosi, mau memaafkan kesalahan orang lain, selalu berbuat kebajikan dalam arti seluas-luasnya, dan cepat memohon ampun kepada Allah ketika terlanjur berbuat salah dan dosa dengan tidak lagi mengulang dan meneruskan perbuatan salah tersebut.

Menariknya ayat-ayat ini, dari lima ciri orang bertakwa, hanya satu yang sifatnya vertikal yaitu minta ampun kepada Allah, empat lainnya justru bersifat horisontal, dalam rangka berbuat baik kepada sesama manusia.

Komitmen Berbagi

Saat ini kehidupan sosial ekonomi masyarakat, terutama golongan menengah bawah, mengalami penurunan. Penghasilan menurun, pengeluaran menaik, akibat tingginya harga-harga barang dan jasa. Dimana-mana tampak peminta-minta menjamur, di jalanan, lampu merah, pasar, tempat ibadah dan sebagainya, dengan berbagai trik dan siasat untuk menggugah belas kasih orang.

Sekadar contoh, saat ini orang naik becak jarang sekali, tetapi di dalam kota amat banyak becak di parkir, seolah menunggu penumpang, tetapi sejatinya, lebih menanti bantuan dan santunan pengguna jalan. Sama juga dengan pekerja kasar lain yang membawa parang, cangkul dan alat-alat kerja, seyogyanya mereka bekerja di kebun atau sawah, tetapi nyatanya di tepi jalan raya sambil mengelus anak-cucunya, motifnya juga untuk mendapatkan bantuan. Banyak juga yang mencoba berusaha secara terhormat, berjualan di pasar, tetapi risiko rugi besar, modal pasti untung belum pasti, kadang lebih banyak orang yang berjualan daripada yang membeli.

Kabarnya pemerintah kota akan mengenakan hukuman kepada pemberi dan peminta-minta di lampu merah atau jalan raya, sebab fenomena ini mengesankan kota kumuh dan banyak yang hidupnya pra-sejahtera. Aturan dan sanksi memang perlu, tetapi sulit diwujudkan selama masalah sosial-ekonomi rakyat bawah tidak teratasi dengan solusi yang memadai. Aturan baru bisa ditegakkan jika ada alternatif solutif. Tak hanya dari pemerintah, tetapi juga keluarga dan masyarakat.

Baca Juga :  Hari Quds Internasional dan gerakan rakyat bela Palestina

Dalam kondisi begini, kita dituntut untuk saling berbagi dan peduli. Tidak perlu menunggu sampai lapang, berkelebihan dan kaya, di saat sempit pun tetap harus saling peduli. Itu sebabnya, dalam aturan zakat Fitrah, jika yang kita makan sudah melebihi tiga hari, maka semua wajib berzakat Fitrah. Abu Dzar al-Giffary, salahseorang sahabat Nabi yang dijuluki Bapak Sosialisme Islam menegaskan, orang yang bahan makanan dan hartanya lebih dari keperluannya sekeluarga dalam tiga hari, maka ada hak orang-orang miskin di dalamnya. Siapa pun tidak boleh menumpuk uang, harta, aset, melebihi keperluannya sehari-hari. Apalagi kalau sampai korupsi atau memamerkan harta di saat rakyat susah, sangat dilarang dan tercela.

Kehidupan sosial ekonomi yang berat memicu kriminalitas sosial pencurian, pemalakan, penjambretan, penipuan dan sebagainya sebagaimana yang marak terjadi akhir-akhir ini. Mengatasi masalah ini merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, terutama kalangan berpunya. Jika kita amati, kepedulian masyarakat selama ini sudah cukup tinggi. Tanpa syarat dan prosedur yang berbelit mereka cepat mengulurkan bantuan. Pemerintah juga sudah berusaha, ini tampak dari adanya bantuan sosial dalam berbagai bentuknya, meskipun prosedurnya tampak ribet, dan persentasi masyarakat yang mendapatnya masih sedikit. Yang lebih dibutuhkan adalah perbaikan kebijakan yang dapat menguatkan ekonomi menengah bawah, serta bantuan yang sifatnya memberdayakan, tidak memberi ikan tetapi kail untuk berusaha.

Mengendalikan Diri

Tidak kalah penting kita harus mampu mengendalikan diri. Dalam kehidupan sosial dan politik saat ini, terlebih kita akan memasuki tahun politik Pemilu, Pilpres dan Pilkada, dipastikan haluan politik dan pilihan orang tidak sama. Meski rambut sama hitam, tapi pilihan politik orang pasti beragam, bahkan dalam satu keluarga sekalipun. Untuk bisa menang tidak mustahil orang menghalalkan segala cara. Bermain hoaks, fitnah, kampanye hitam, seolah dianggap biasa. Perdebatan dari yang lunak hingga kasar gampang terjadi. Kondisi ini pasti akan memanaskan suhu politik, memantik ketegangan dan konflik yang dampaknya sulit diprediksi, yang jelas merugikan kesatuan bangsa. Kalau syahwat politik liar terus ditumbuhkembangkan tanpa kendali, kita akan terus menjadi bangsa yang terbelah, yang tidak mudah untuk direkatkan kembali secara utuh.

Baca Juga :  PALSU

Sebagai bangsa beragama, hendaknya mengutamakan ikatan keindonesiaan. Selain ukhuwah Islamiyah juga diajarkan ukhuwah wathaniyah (kebangsaan) dan basyariyah (kemanusiaan). Semua bentuk ukhuwah ini sama penting dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Ukhuwah Islamiyah penting karena diperintahkan agama, sementara sesama umat Islam saja gampang berselisih pandangan akibat berbeda organisasi, paham dan aliran. Mestinya umat Islam kembali ke asasnya yang satu, bahwa sepanjang saudaranya sama-sama muslim, tidak perlu lagi saling menghujat dan menyalahkan. Ternyata rasa bersatu ini belum tertanam kuat. Sekadar perbedaan Idul Fitri saja, kita begitu gampang menganggap golongan yang berbeda sebagai out-group yang harus dicurigai dan dikritisi. Padahal kedua pihak memiliki alasan dan argumen yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ukhuwah wathaniyah harus pula dijaga dengan baik. Pejuang dan pendiri bangsa sudah berdarah-darah dan berkorban segalanya untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara bangsa yang bhinneka tunggal ika. Kita yang hidup harini seyogianya mengisi negara ini dengan berbagai pengabdian. Segenap elemen bangsa hendaknya memelihara semangat persaudaraan dan kebersamaan, berjiwa gotong-royong, berlomba memberi dan mengabdi, inilah yang suci dan bernilai abadi. Bukan berlomba-lomba mengejar kepentingan, kekuasaan dan kekayaan yang hanya bersifat sementara. Kepentingan umum harus lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi dan golongan. Sepi ing pamrih rame ing gawe, adalah di antara nilai adiluhung yang mestinya tetap lestari.

Iklan
Iklan