BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Dialog Forum Ambin Demokrasi dengan DPRD Kota Banjarmasin yang juga dihadiri manajemen PT PALD Banjarmasin sebagai pengelola IPA, akhirnya mendesak Perwali Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 152 tahun 2023 supaya ditinjau kembali, karena legalnya dipersoalkan dan terkesan memalak uang rakyat.
Karena Perwali tentang Tarif Pelayanan Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Layanan Sedot Tinja, oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pengelola Air Limbah Daerah (PALD) itu terkesan memaksa Masyarakat dari jumlah pelanggan IPAL yang menjadi target layanan hanya tujuh titik, terdiri dari 6.600 KK.
Jadi, katanya, hanya 6.600 kk yang mendapat pelayanan rutin PT PALD, sementara yang dipungut tarifnya lebih dari 200.000 pelanggan PDAM. Penarikan tarif yang tidak berkorelasi dengan cakupan pelayanan ini, boleh dibilang tindakan “memalak rakyat”. Karena, kok bisa tidak mendapat jasa pelayanan, juga harus membayar?Kenapa?,’ tanya Inisiator Ambin Demokrasi Noorhalis Majid pada acar dialog di Rumah Wakil Rakyat Banjarmasin Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, Rabu (22/05/2024).
Pada dialog yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin HM Yamin dengan Moderator H Sukrowardi, Noorhalis mengatakan pemungutan tarif PT PALD, inklud pada pembayaran PDAM, terkesan tidak ada opsi untuk tidak membayar. Dengan terpaksa seluruh pelanggan PDAM bertambah bebannya karena harus menanggung IPAL yang pelayanannya tidak didapatkan.
Jadi, Perwali 152/2023, tindakan “memalak” yang biasanya dianggap ilegal, seketika menjadi legal, dan PT PALD diuntungkan. Sementara proses terbitnya Perwali, tentu saja tidak melibatkan proses legislasi di DPRD.
“Pertanyaannya, kemana DPRD ketika Perwali ini diberlakukan? Dimana suaranya? Apakah tidak tersinggung ketika warganya – konstituennya “dipalak” tanpa melalui proses legislasi di DPRD?,’’ katanya.
Dengan demikian, agar tidak berlanjut menjadi masalah hukum, tidak ada pilihan kecuali mencabut Perwali 152/2023 dan mengembalikan tarif yang sudah dikenakan dengan dikonversi pada pembayaran PDAM bulan berikutnya.
Dan DPRD harus mengembalikan “maruahnya” sebagai lembaga perwakilan, dimana setiap ada peraturan yang berujung pada pembebanan kepada rakyat, harus melalui proses legislasi yang ketat, dengan studi kelayakan dan naskah akademik yang rijit, sehingga tidak asal – tidak serampangan, tegas Mantan Ketua Ombusmen Kalsel ini.
Mengembalikan “maruah dan rasa ketersinggungan DPRD” inilah yang menjadi pertimbangan Forum Ambin Demokrasi memilih beraudiensi kepada DPRD Kota Banjarmasin, dan berharap ditindaklanjuti dengan sepenuh hati, katanya
Mantan Sekda Kalsel H Haris Makkie yang juga anggota Ambin Demokrasi meminta Pemko bersikap legowo dan bisa menjadikan Perwali Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 152 Tahun 2023 supaya menjadi Perda.
“Kalau Perwali sangat lemah. Kalau Perda memang melalui proses dan dialog di DPRD sehingga akan lebih bagus,’’ucap Haris Makkie ini.
Sedangkan Ambin Demokrasi dari kalangan pengusaha mengaku sangat sependapat apa yang disampaikan Haris Makkie hanya saja kalau mencakup kebijakan public idealnya harus dipertimbangkan, jangan sampai seperti Perwali yang sudah meresahkan Masyarakat baru aparat bersikap.
“Hati-hatilah sedikit kalau akan membebani masyarakat,’’ katanya.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut, anggota DPRD Kota Banjarmasin, Sukhrowardi menyampaikan, pihaknya menerima layangan surat dari Forum Ambin Demokrasi.
Akhirnya, Dewan Kota memfasilitasi dalam membahas Perwali Nomor 152 tahun 2023, tentang pungutan tarif, bersama dengan Perumda PALD Banjarmasin.
“Mereka dari Ambin meminta itu ditinjau ulang, bahkan dihentikan atau dicabut,” ucap Sukhrowardi selepas RDP.
Bukan tanpa alasan, dirinya mengatakan permintaan itu muncul, karena Forum Ambin Demokrasi menilai pungutan yang dilakukan sebenarnya tidak dibenarkan. Sebab dalam aturan itu, seluruh masyarakat yang menjadi pelanggan PT Air Minum (PTAM) Bandarmasih, dibebankan tarif pungutan atau retribusi pengelolaan air limbah dari Perumda PALD. “Seharusnya yang menanggung itu harus cuma tujuh lokasi yang memiliki instalasi air limbah,” ujarnya.
Padahal tujuh Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ada di IPAL Lambung Mangkurat, IPAL Pekapuran Raya, IPAL HKSN, IPAL Basirih, IPAL Tanjung Pagar, IPAL Sungai Andai dan IPAL Tata Banua Indah. Dimana pembebanan biaya seharusnya hanya meliputi kawasan tersebut saja, tanpa harus membebani masyarakat di kawasan lain di luar area tersebut.
Disamping penetapan pungutan ini, pihak Ambin Demokrasi meminta agar dewan ikut terlibat. Yang mana jangan hanya melalui Perwali saja namun dengan membuatkan peraturan daerah/perda-nya.
Anggota Forum Ambin Demokrasi, Anang Rosadi menyampaikan, Perwali Nomor 152 Tahun 2023 itu tidak layak untuk diterapkan. “Karena Perumda PALD belum memadai untuk memaksa memungut. Karena ini soal pelayanan, soal jasa yang diberikan,” ucapnya.
“Dan seharusnya Perwali itu dicabut saja. Tak perlu malu untuk mencabut itu, karena itu urusan rakyat,” tambahnya.
Dari pertemuan yang sudah dilakukan itu pun, dirinya berharap dewan memiliki keberanian untuk bisa mendesak pihak eksekutif, dalam hal ini walikota untuk mencabut perwali itu.
“Jangan anggap dewan itu di bawah walikota. Walaupun perwali itu dibuat oleh walikota, dewan itu juga memiliki hak untuk meminta peraturan itu untuk dicabut,” tegas Anang, yang juga Ketua DPW Gerakan Jalan Lurus (GJL) Kalimantan Selatan.
Mewakili Direktur Perumda PALD Banjarmasin yang berhalangan hadir, Manajer Umum, Rosayu Inta Apriliawati memastikan akan menyampaikan segala saran, masukan dan aspirasi pada hari ini.“Kami akan diskusikan kembali langkah-langkah apa saja yang akan diambil kedepannya untuk ditindaklanjuti,” kata Ayu.
Terkait penetapan tarif di Perwali Nomor 152 Tahun 2024 sudah dilakukan sosialisasi baik itu ke masyarakat hingga Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banjarmasin.“Untuk ke masyarakat, suda ada 17 kelurahan yang kami sosialisasi,” tuturnya.
Masalah penarikan sendiri, dengan adanya permintaan mengkaji ulang hingga pencabutan akan Perwali ini. Apakah masih akan dilanjutkan atau di hentikan, dirinya belum bisa memberikan jawaban.“Keputusan bagaimananya, masih belum ada untuk bulan berjalan kedepannya ini,” ungkapnya.
Bahkan sebelum tarif diberlakukan dan pada saat sosialisasi dirinya juga memberitahu sebenarnya para pelanggan yang terkenan beban tafif ini mendapat manfaat. Dimana dalam masa dua tahun sekali, pihaknya akan melakukan penyedotan pada septic tank.
Jadi satu kali panggilan pertahun, apabila saluran mengalami kemacetan. Bisa jad mungkin lebih banyak keuntungan yang bisa didapatkan,” tandasnya.
Mengani tarif sendiri, dirinya mengungkapkan pelanggan dikenakan harga flat. Mulai dari paling rendah Rp 1.500 untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), hingga paling tinggi Rp 200.000 untuk tempat niaga.(nau/KPO-3)