Banjarbaru, KP – Badan Pengelola Geopark Meratus (BPGM) telah mengembangkan pusat konservasi fauna dan flora endemik Kalsel di kawasan Geopark Meratus. Pusay pengembangan tersebar di beberapa wilayah.
Pertama rumah Konservasi Anggrek di Tahura Sultan Adam oleh UPT Tahura Sultan Adam.
Terdapat sekitar 110 jenis anggrek yang terdiri dari 58 jenis anggrek spesies asli dan 58 jenis anggrek lain yang berasal dari luar wilayah Taman Hutan Raya Sultan Adam Mandiangin dan pemberian dari pihak ketiga.
Kedua Kampung Anggrek Raudatul Jannah di Desa Tumingki Kabupaten Hulu Ssungai Selatan (HSS), kolaborasi antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provisi Kalsel, Badan Pengelola Geopark Meratus bersama PT. Antang Gunung Meratus, Pemkab HSS, PAI dan LAN yang akan diresmikan pada 26 Mei 2024.
“Pengembangan Kampung anggrek ini menjadi cita-cita bersama agar masyarakat teredukasi bagaimana memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap anggrek-anggrek spesies yang ada di Desa Tumingki dan sekaligus bagaimana masyarakat dapat mengelola secara bijak dari kekayaan biodiversitas di kawasan Loksado.
Kami juga memberikan edukasi kepada masyarakat untuk merawat anggrek dan memanfaatkan lokasi ini sebagai salah satu rest area dari jalur bamboo rafting di kawasan Geopark Meratus.
Tentunya hal ini jika dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat dari sisi ekonomi bagi masyarakat setempat,” jelas Ketua Harian BPGM, Hanifah Dwi Nirwana.
Pusat pelestarian flora dan fauna selanjutnya Pulau Ulin di Riam Kanan oleh UPT Tahura Sultan Adam.
Pelestarian Pohon Ulin yang juga dapat memberikan nilai edukasi kepada masyarakat untuk kepedulian akan eksistensi pohon ini.
Berikutnya Konservasi Bekantan Curiak di Kabupaten Batola, oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia.
Kawasan yang dikelola YSBI menjadi pusat riset bekantan dan pelestarian ekosistem lahan basah yang mana kaya akan fauna dan flora seperti mangrove rambai, jeruju yang kita ketahui menjadi pola khas kain sasirangan, lutung, elang bondol, elang brontok, monyet ekor panjang, ikan glodok atau rimpakul dan jenis ikan sungai lain.
Ular, tupai, dan baru-baru ini ditemukan spesies frogmouth, yaitu burung nokturnal dan termasuk burung langka.
Sebagaimana pilar pengembangan geopark, yakni Konservasi, Edukasi dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat yang berkelanjutan.
Masyarakat yang tinggal di kawasan Geopark Meratus secara langsung maupun tidak langsung mendapat manfaat dari adanya keanekaragaman hayati tersebut. Masyarakat secara mandiri maupun didukung oleh berbagai pihak, memanfaatkannya potensi alam ini untuk ekonomi, contohnya juga seperti Purun dan Bambu. Masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai bahan untuk membuat kerajinan tangan yang tentunya bernilai ekonomi sebagai produk ekonomi kreatif.
Keindahan alam dan nilai ilmiah dari situs-situs yang terbentuk dari proses kejadian geologi Meratus ini juga dimanfaatkan masyarakat sebagai objek wisata, seperti Bukit Langara, Kantawan, Matang Kaladan, Air Panas Tanuhi, Goa Batu Hapu dan sebagainya.
Masyarakat menjaga dan merawat situs-situs ini dan hidup berdampingan secara seimbang dengan budaya yang terbentuk di sekitar kawasan.
“Pada 30 Mei — 1 Juni nanti, Geopark Meratus akan mendapat kunjungan Pre-assessment oleh tim pakar Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI) bersama K/L terkait, seperti Kemenkomarves, Bappenas, Kemenparekraf dan Badan Geologi.
Pre-assessment ini dilakukan sebagai kunjungan lapangan untuk persiapan validasi oleh tim penilai dari UNESCO pada 10 Juli 2024 nanti untuk menjadi bagian dari UNESCO Global Geoparks. Tentunya upaya ini kami bersama-sama dengan seluruh stakeholder terutama masyarakat sebagai subjek pengelola di level tapak berkolaborasi dalam persiapan kedatangan asesor nanti,” pungkas Hanifah. (mns/K-2)