BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Saksi Joko dari Inspektorat Kabupaten Tanah Laut mengatakan, penggunaan uang yang di terima oleh dinas dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Tanah Laut, seharusnya disetor ke kas daerah dan tidak boleh digunakan oleh dinas tersebut.
Hal ini dikemukakan saksi Joko, dengan terdakwa Rafi’i Effendi, Kepala Dinas Pariwisata Tanah Laut yang di duga menilep uang yang diterima oleh dinas tersebut, pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (27/5/2024).
Majelis hakim yang diketuai hakim Yusriansyah, yang mencecar pertanyaan kepada saksi Joko, menyebutkan pihaknya selalu melakukan pembinaan kepada dinas apabila terjadi kesalahan administrasi.
Saksi juga mengatakan terdakwa juga pernah melakukan konsultasi kepada pihaknya, karena inspektorat melakukan pembinaan maka disarankan agar terdakwa mengembalikan uang kerugian negara tersebut.
Pada kesempatan tersebut saksi yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa sebagai saksi yang meringankan, juga menyampaikan bukti kepada majelis hakim pengembalian yang dilakukan terdakwa.
Seperti diketahui, terdakwa Kepala Dinas Pariwisata Tanah Laut Muhammad Rafi Effendi bekerja sama dengan Bendahara Penerimaan Tinawati pada dinas yang sama, menilep uang retribusi dan asuransi pariwisata dari obyek wisata yang ada di daerah tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kevin Ryana yang menyeret kedua terdakwa.
Berdasarkan ketentuan dan kerja sama dengan PT Asuransi Jasa Raharja Putra, setiap retribusi pariwisata ke obek wisata dikenai biaya Rp.5000 dengan ketentuan Rp4.500 disetor ke Kas daerah dan yang Rp500,- disetor ke PT Asuransi Jasa Rahardja Putra.
Ternyata, menurut JPU kedua tersangka yang di pisah dalam berkas tetapi disidang secara bersama, selama tahun 2022 damn 2023, kedua tersangka tidak menyetor ke Kas daerah sebanyalk Rp42 juta dari Rp900 juta lebih perolehan dari retribusi pariwisata sementara untuk jasa asuransi sebanyak Rp183 juta lebih, sehingga kerugian yang di derita daerah dan perusahaan negara tersebut mencapai Rp225 juta lebih. Dari jumlah tersebut, tambah JPU, mereka tidak dapat mempertnggungjawaban, sehingga sampai ke ranah hukum.
Atas perbuat kedua terdakwa tersebut, JPU mematok pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat 1 k2 1 KUHP, untuk dakwan primernya.
Sedangkan dakwan subsider pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, untuk dakwan subsider dan kedua pasal 8 jo pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (hid/KPO-3)