Oleh : Ahmad Barjie B
Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kalsel
Ibadah Qurban yang disyariatkan Rasulullah Muhammad SAW kepada umat Islam hingga sekarang merupakan warisan ibadah Qurban dari Nabiullah Ibrahim dan putranya Ismail alaihimassalam. Sebagai nabi sekaligus rasul, ia sangat taat terhadap perintah Allah SWT, taat perintah yang tidak masuk akal sekalipun.
Kehidupan rumah tangga Ibrahim bersama istri pertamanya Sarah selama puluhan tahun tidak kunjung beroleh anak. Karena itu Sarah yang sudah beranjak tua mengizinkan suaminya menikah lagi dengan seorang perempuan muda, yaitu Hajar, karena menurut kebiasaan, perempuan mudalah yang mungkin hamil, melahirkan dan punya anak.
Sarah adalah perempuan yang sangat cantik, raja Mesir pun pernah menaksirnya. Karena sangat menyayangi istrinya ini, Ibrahim tidak serta merta menikah lagi, meskipun istrinya mengizinkan. Namun karena memerlukan keturunan, Ibrahim pun menikahi Hajar. Akhirnya Hajar hamil dan melahirkan Ismail. Saat itu usia Ibrahim sudah 86 tahun.
Begitu lama mendambakan anak, lantas ketika anak itu sudah ada dan tumbuh semakin besar, tentu sangat menyenangkan bagi keluarga Ibrahim. Dapat dibayangkan seperti apa perasaan Ibrahim dan Hajar ketika Allah SWT menyuruh agar Ismail muda disembelih sebagai qurban. Karena itu Ibrahim tidak langsung melaksanakannya. Baru ketika perintah Allah melalui mimpi itu berlangsung tiga kali berturut-turut, Ibrahim merasa yakin bahwa itu memang perintah Allah, dan mau tak mau ia harus mengorbankan anak tunggal kesayangan.
Saat menjalankan perintah yang sangat berat tersebut, tentu Ibrahim tidak pernah membayangkan bahwa qurbannya akan diganti dengan seekor kibas (domba) yang gemuk. Itu sebabnya ia merasa perlu bermusyawarah dengan anaknya Ismail, supaya Ismail juga rela diqurbankan. Sekiranya tahu, tentu Ibrahim akan langsung menjalankan qurban itu dan tidak perlu pula bermusyawarah dengan Ismail, toh “qurban” itu hanya main-main saja. Di sinilah bukti ketaatan Ibrahim, sehingga Allah memberikan kejutan dengan mengganti Ismail dengan seekor kibas. Dalam surah as-Shaffaat ayat 100-110, Allah SWT memuji Ibrahim karena ketaatannya yang tanpa reserve.
Untuk Malaikat
Ibrahim sangat terkenal sebagai orang yang selalu menjamu tamunya, siapapun itu. Kebiasaan itu sudah lama ia lakukan, baik sewaktu masih muda dan terus menjadi kebiasaannya sampai tua. Ia tidak pernah makan sendiri, ia baru makan kalau bersama orang banyak, dan hal itu didukung pula oleh sikap istrinya yang dermawan dan senang menjamu orang. Tanpa dukungan istri/keluarga tentu suami sulit untuk bersikap sosial.
Suatu kali Ibrahim kedatangan dua orang malaikat yang menyerupai manusia. Meskipun berpredikat Nabi, Ibrahim tidak tahu bahwa orang itu malaikat. Karena itu tanpa menanya, begitu kedua tamu itu datang, Ibrahim segera menyiapkan daging panggang dari seekor domba muda. Hidangan daging panggang domba muda, adalah salah satu sajian favorit di kalangan orang Timur Tengah, termasuk Rasulullah SAW dan para sahabat juga menyenanginya.
Biasanya tamu-tamu akan memandang dan segera menyantap hidangan itu dengan lahap. Namun kedua tamunya justru sama sekali tidak tertarik dengan hidangan istimewa ini. Ibrahim jadi takut dan bertanya, mengapa kedua orang itu tidak segera makan. Mereka menjelaskan, mereka berdua bukan manusia yang memiliki nafsu (makan), melainkan malaikat yang sengaja diutus Allah SWT untuk menghancurkan negeri Sodom (kaum Nabi Luth) yang melakukan praktik LGBT.
Ibrahim segera menyadari posisinya dan posisi tamunya. Namun ia tetap heran, mengapa kedua malaikat mampir ke rumahnya, tidak langsung saja bertindak membinasakan kaum Luth. Kedua malaikat menjelaskan, mereka membawa kejutan berita, bahwa Sarah akan segera hamil dan melahirkan Ishaq. Sarah dan Ibrahim terkejut bercampur gembira, sebab Sarah sudah lama menopause, dan usia Ibrahim sudah 97 tahun. Tapi kehendak Allah tetap terlaksana, Ishaq lahir dari rahim Sarah, 13 tahun lebih muda dari Ismail. Demikian diberitakan dalam QS az-Zariyat ayat 25-30 dan beberapa tafsirnya.
Anak dan Harta
Cerita di atas menunjukkan bahwa orang-orang yang menjadi dan ingin dikasihi Allah adalah orang-orang yang selalu taat terhadap perintah Allah, rela berkorban apa saja, harta, bahkan anak sekalipun. Hal inilah yang kemudian dicoba turuti oleh beberapa sahabat Nabi.
Umar bin Khattab pernah ingin menyaingi kedermawanan Abu Bakar. Jelang Perang Tabuk melawan Romawi, Rasulullah meminta dukungan dana dan logistik dari para sahabat. Umar berani menginfakkan setengah hartanya, ia yakin kali ini akan mampu mengalahkan Abu Bakar. Ternyata Umar masih kalah, Abu Bakar justru menginfakkah seluruh hartanya, belum lagi jiwa raganya yang sejak awal diwakafkan untuk kepentingan agama.
Harta yang terlalu disayangi dapat mengganggu ibadah, sebab perhatian terbagi. Suatu kali Abu Thalhah shalat di kebun kurma miliknya di Madinah yang sangat subur, rimbun dan produktif. Saat shalat dilihatnya burung terbang bolak-balik tanpa bisa keluar di rerimbunan pohon kurma. Akibatnya Abu Thalhah yang melihat hal itu lupa jumlah rakaat shalatnya. Akhirnya ia mendatangi Rasulullah dan tanpa pikir panjang mewakafkan kebunnya itu. Rasulullah sangat bangga, karena sahabatnya itu ternyata mampu menafkahkan harta yang sangat dicintainya di jalan Allah, sebagaimana pesan QS Ali Imran ayat 92.
Di antara hal yang menghalangi berqurban atau berinfak pada umumnya adalah terlalu banyak berpikir dan berhitung. Suatu kali ada sekelompok kafilah kecil kekurangan makanan. Mereka memohon agar Abu Dzar al-Giffari berkenan membantu. Abu Dzar segera menyuruh pembantunya menyembelih seekor onta yang terbaik. Pembantunya berpikir, onta-onta yang terbaik milik tuannya adalah onta jantan yang sangat besar, penurut dan banyak jasanya dalam bepergian dan menangkut beban selama ini. Lalu ia memilih onta betina untuk disembelih dengan pertimbangan pragmatis. Mengetahui hal itu Abu Dzar marah, karena pembantunya tidak menyembelih yang terbaik. Menurut Abu Dzar, korban untuk ibadah dan kepentingan agama haruslah yang terbaik. Korban beginilah yang akan menolong saat seseorang sudah berada di alam kubur dan alam akhirat.
Kita bangga dan berterima kasih karena orang-orang yang berqurban kambing atau sapi pada Idul Adha selama ini tetap komitmen dalam ibadah qurbannya. Baik hewan qurban yang relatif murah atau mahal sama-sama disenangi. Semoga semua ibadah diterima oleh Allah SWT. Amin.