BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dikomandoi Ahmad Rifani
mengharapkan kepada majelis hakim yang dipimpin hakim Yusriansyah untuk menolak pembelaan para terdakwa Rafi’i Effendi, mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Tanah Laut, serta terdakwa Tinawati bendaharawan pengeluaran pada dinas tersebut.
Disamping meminta majelis hakim untuk menolak pembelaan kedua terdakwa tersebut, JPU juga tetap pada tuntutannya.
Pernyataan JPU ini disampaikan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (1/7/2024), menanggapi nota pembelaan yang disampaikan kedua terdakwa melalui penasihat hukum mereka minggu lalu.
Seperti diketahui kedua terdakwa masing masing dituntut bulan penjara, dan keduanya juga di denda masing masing Rp50 juta subsider selama tiga bulan pe jara.
Sedangkan terdakwa Tinawati mendapatkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp31 juta. Apabila tidak dapat membayar maka kurungannya bertambah selama 8 bulan, sedangkan terdakwa Rafi’i karena sudah mengembalikan uang kerugian negara pidana tambahannya ditiadakan.
Pada nota pembelaannya, Tinawati melalui penasihat hukumnya minta bebas, sementara terdakwa Rafi’i minta keringanan.
JPU berkeyakinan kedua terdakwa bersalah melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, seperti pada dakwaan subsidernya.
Seperti diketahui, terdakwa Kepala Dinas Pariwisata Tanah Laut Muhammad Rafi Effendi bekerja sama dengan Bendahara Penerimaan Tinawati pada dinas yang sama, menilep uang retribusi dan asuransi pariwisata dari obyek wisata yang ada di daerah tersebut.
Berdasarkan ketentuan dan kerja sama dengan PT Asuransi Jasa Raharja Putra, setiap retribusi pariwisata ke obyek wisata dikenai biaya Rp5.000 dengan ketentuan Rp4.500 disetor ke kas daerah dan yang yang Rp500 disetor ke PT Asuransi Jasa Rahardja Putra.
Ternyata, menurut JPU kedua tersangka yang di sidang terpisah dalam berkas tetapi disidang secara bersama, selama tahun 2022 dan 2023, kedua tersangka tidak menyetor ke kas daerah sebanyak Rp42 juta dari Rp900 juta lebih perolehan dari retribusi pariwisata. Sementara untuk jasa asuransi sebanyak Rp183 juta lebih, sehingga kerugian yang di derita daerah dan perusahaan negara tersebut mencapai Rp225 juta lebih. Dari jumlah tersebut, tambah JPU, mereka tidak dapat mempertanggungjawabkan, sehingga sampai ke ranah hukum. (hid/KPO-3)