Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan

Space Iklan
Opini

Judi Online Anak, Ironi Di Hari Anak Nasional 

×

Judi Online Anak, Ironi Di Hari Anak Nasional 

Sebarkan artikel ini
Space Iklan

Oleh : Ummu Wildan 

Pemerhati Anak

GBK

Hari Anak Nasional diperingati setiap tahun. Namun perlindungan terhadap hak-hak anak masih dalam kondisi memprihatinkan. Seakan hanya seremonial, upaya-upaya yang telah ditempuh berbagai pihak belum membawa hasil yang menentramkan jiwa.

Tema yang diusung sama seperti tahun sebelumnya. Anak terlindungi, Indonesia maju. Hal ini disebut sebagai cerminan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak anak agar mereka berkembang dengan baik dan bersumbangsih untuk kemajuan negeri ini. (rri.co.id, 23/07/2024)

Namun sayang fakta berbicara lain. Diantaranya adalah jumlah anak yang terlihat judi online yang terus meningkat. Bahkan dalam tujuh tahun terakhir (2017-2023) meningkat signifikan hingga 300 persen. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yusdiavandana mengabarkan bahwa jumlah anak berusia 11-19 yang terlibat judi online mencapai 197.054 orang dengan total deposit 293.04 miliar. (kompas.id, 26/07/2024)

Lebih jauh Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menyebutkan bahwa keterlibatan anak dalam judi online merupakan kegagalan anak dalam melindungi lima klaster hak-hak anak. Kelima klaster tersebut adalah hak sipil dan kebebasan, lingkungan dan pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan keluarga, pendidikan, waktu luang dan aktivitas kebudayaan serta perlindungan khusus. Kegagalan memenuhi empat klaster pertama menyebabkan anak tidak terlindungi dari klaster kelima, yaitu perlindungan khusus. Termasuk dalam perlindungan khusus adalah perlindungan dari judi online. (metro.tempo.co, 27/04/202)

Judi online pada anak menjadi perkara yang sulit diberantas karena sistem kehidupan yang dipilih oleh sebagian individu, masyarakat, bahkan negara saat ini bukanlah berstandarkan halal dan haram. Keridhaan Allah SWT tidaklah menjadi hal yang utama. Sekularisme menancap di benak.

Anak-anak di usia belia, bahkan balita, sudah terpapar gawai. Permainan judi online pun mulai ditanamkan secara halus. Dimulai dari game-game yang sifatnya keberuntungan; mengundi nasib. Awalnya memang tanpa uang. Lama-kelamaan seiring berjalannya usia, permainan ini mulai melibatkan uang. Demikianlah judi online bisa menyasar anak usia dini.

Baca Juga :  Jadikan Media Sosialmu Sumber Cahaya Islam

Di sisi lain, sebagian orang tua pun tidak bisa berfungsi secara maksimal. Selain efek sekularisme dalam mendidik; semisal yang penting anak tidak ribut; orang tua juga dipaksa untuk sibuk mencari penghidupan. Ada pula anggapan bahwa perempuan yang berdaya adalah yang bisa menghasilkan uang. Pun kondisi ekonomi di negara ini yang semakin sulit memaksa untuk bekerja lebih. Alhasil anak pun terabaikan kasih sayang hingga perhatian dan pengawasan.

Masyarakat pun cenderung individualis. Tidak ambil pusing dengan yang terjadi di sekitar. Tidak ada amar ma’ruf nahi munkar. Yang penting urusan sendiri tidak diganggu. 

Negara cenderung berperan sebagai regulator. Aturan-aturan ditetapkan namun dengan settingan rakyat dibiarkan bertarung hidup masing-masing. Game-game yang berpotensi menyesatkan pola pikir anak harus disaring sendiri oleh rakyat sendiri. Kesejahteraan rakyat yang rendah yang sering jadi pemicu orang tergoda judi online pun tak kunjung diselesaikan. Alih-alih mempekerjakan rakyat sendiri, keran bagi para pekerja asing dibuka. Alih-alih mengelola sendiri sumber daya alam yang melimpah, pengelolaannya justru diserahkan kepada swasta dan asing. 

Begitupun pendidikan negeri ini cenderung sekularis. Pendidikan lebih memuja anak-anak yang berprestasi ketimbang anak yang taat beragama. Pembelajaran pun tidak ditujukan agar anak semakin cinta kepada Tuhannya. Anak-anak terbentuk lebih mencintai hal-hal yang bersifat materialistis. 

Demikianlah anak-anak jadi sasaran empuk bisnis judi online. Terpapar sejak dini, entah masa depan mereka juga negeri ini. Tidakkah judi online bisa memicu aksi kriminalitas lainnya? Dengan peluang kemenangan yang begitu tipis namun rasa penasaran dan kecanduan tidakkah mengundang hasrat untuk terus bermain? Keadaan ekonomi diri sendiri dan keluarga yang sulit bisa memicu pengambilan harta orang lain demi bisa bermain judi online lagi. 

Baca Juga :  Membangun Perekonomian Syariah dari IIQ Jakarta

Indonesia maju atau generasi emas 2045 akan seperti mimpi. Jauh panggang dari api. Terlibat judi online sejak dini, masa depan suram menanti. 

Akan berbeda hasilnya ketika ridha ilahi yang dijadikan penuntun jalan. Anak-anak ditarget untuk memilih kepribadian yang baik. Apapun yang terjadi, orang tua akan memprioritaskan pendidikan anak dengan berbagai cara. Pemberian pendidikan di rumah, pemilihan sekolah yang baik, hingga menjadi bagian dari masyarakat yang peduli akan dilakukan orang tua. 

Masyarakat akan melaksanakan fungsi amar ma’ruf nahi mungkar. Kegiatan-kegiatan positif akan disemarakkan agar anak tidak mabuk gawai. Ketika ada yang mengabarkan atau melakukan sesuatu yang negatif, mereka akan bertindak. Misalnya saling mengingatkan. 

Pun negara akan berperan layaknya orang tua bagi anak-anak. Negara akan menetapkan pendidikan yang bertujuan mencetak generasi yang taat kepada Rabbnya. Gigih membangun peradaban tanpa mengabaikan panduan dari Tuhannya. Pembelajaran diwarnai rasa takjub kepada sempurnanya kasih Tuhan sehingga aktivitas apapun yang dilakukan adalah untuk mensyukurinya. 

Kesejahteraan rakyat pun akan dipastikan per kepala. Lapangan pekerjaan akan diutamakan bagi rakyat sendiri. Begitupun sumber daya alam yang melimpah akan dikelola oleh negara agar hasil yang diraih lebih maksimal dan berkah. Tidak akan ada alasan main judi demi mendapatkan uang untuk hidup. 

Ketika maraknya judi online begitu mengkhawatirkan. Ketika komitmen melindungi anak bukan hanya pencitraan. Tidak ada pilihan lain yang layak untuk mewujudkan generasi terlindungi dan Indonesia maju kecuali menjadikan Tuhan sebagai penuntun jalan. Dia yang menciptakan maka Dia pula yang tahu yang terbaik untuk diterapkan. 

Iklan
Iklan