BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Beberapa nama pahlawan perempuan di negeri ini sudah tak asing lagi di telinga masyakarat Indonesia. Ada yang mendapat gelar pahlawan nasional, pahlawan kemerdekaan maupun pahlawan revolusi yang mempertahankan Pancasila.
Di ujung Barat provinsi Aceh ada Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Ratu Nahrasiyah dari Kerajaan Samudera Pasai dan Sultanah Safiatun Syah dan Laksamana Malahayati dan sebagainya.
Selanjutnya di belahan Timur ada Martha Christina Tyahahu dari Maluku. Dari wilayah Utara Nusantara ada Maria Walanda Maramis dari Sulawesi Utara. Sedangkan dari Selatan Jawa ada Siti Walidah atau yang lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan.
Menyebut pahlawan perempuan tentu saja tidak lengkap tanpa menyebut nama Dewi Sartika, RA Kartini dan Fatmawati Soekarno.
“Pahlawan perempuan nasional ini juga muncul dengan berbagai bentuk keberanian dan perjuangan yang dilakukan yang banyak memberikan inspirasi bagi kita. Tidak kalah dengan pria, pahlawan perempuan kita juga ada yang memimpin perang gerilya dengan penuh keberanian dan tanpa kenal lelah seperti yang dilakukan Cut Nyak Dien dan Cut Meutia di Aceh, Nyi Ageng Serang di Jawa dan Maria Christina Tiahahu di Maluku,” kata Suchrowardi, penggagas diskusi inspratif Banua ini, Rabu (10/7/2024).
Lalu, kata anggota DPRD Kota Banjarmasin ini, kegigihan Maria Christina Tiahahu bahkan menjadikan dirinya ditahan penjajah Belanda hingga meninggal dunia dalam tahanan.
“Ada pahlawan perempuan yang ikut dalam perlawanan terhadap Belanda seperti yang dilakukan Opu Daeng Siraju di Sulawesi Selatan. Bahkan Nyi Ageng Serang dengan kecerdasannya dalam hal strategi, kemudian yang dipercaya sebagai penasehat strategi perang oleh Pangeran Diponegoro, dan terus ikut berjuang meskipun harus ditandu,” ucapnya.
Diantara mereka ada yang berjuang di ranah sosial dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah. Ada yang mendirikan sekolah untuk mencerdaskan anak bangsa khususnya perempuan agar berani melakukan perlawanan kepada penjajah dan berkeinginan untuk maju seperti yang dilakukan Dewi Sartika di Jawa Barat. Ada yang bergerak melalui organisasi sosial seperti yang dilakukan Nyai Ahmad Dahlan di Yoigyakarta dan Fatmawati yang setia mendampingi Soekarno.
“Tentu saja kita juga tidak bisa melupakan peran RA Kartini dengan surat-suratnya yang menginspirasi perempuan Indonesia untuk meraih pendidikan tinggi dan mendorong untuk maju,” kata aktivisi 98 ini.
Lalu bagaimana halnya dengan pahlawan perempuan yang berasal dari Kalsel.
Secara umum, jelas Sucrowardi, memang tidak banyak muncul pahlawan perempuan dari Kalsel yang dikenal secara nasional. Kenapa? Ada beberapa hal yang melatarbelakanginya, yaitu karena memang aktor sejarah lebih banyak diperankan oleh kaum pria.
Kedua, lanjut dia, dalam realitas sejarah memang hanya segelintir tokoh perempuan aktif dalam pergerakan karena faktor kungkungan tradisi, pendidikan dan kebebasan dibatasi, dan mispersepsi ajaran keagamaan dimana suara wanita dianggap aurat dll.
Meskipun tidak banyak, papar Suchro, namun ada beberapa nama tokoh perempuan dari Kalimantan Selatan, hanya sedikit yang dikenal oleh publik. Pahlawan yang dikenal masyarakat itupun bisa muncul ke permukaan karena sering disebut-sebut di media massa.
Beberapa dari mereka diantaranya adalah Aluh Idut dan Ratu Zuleha. Selebihnya lebih berupa bagian dari tema yang lebih besar misal dalam perang banjar, pergerakan, dan revolusi kemerdekaan.
“Siapa sebenarnya tokoh tokoh perempuan dari Kalsel yang bisa dianggap sebagai pahlawan atau tokoh pergerakan sehingga bisa dijadikan inspirasi perjuangan bagi perempuan Banua di era kemerdekaan sekarang,” kata Sucrowardi.
Lalu, seperti apa pula nilai nilai kepahlawanan perempuan Kalsel yang bisa diwariskan untuk bisa dilanjutkan oleh tokoh tokoh perempuan Kalsel era sekarang. Apakah tokoh tokoh perempuan Kalsel saat ini telah mengamalkan nilai nilai perjuangan tokoh tokoh pejuang atau pahlawan perempuan Kalsel.
Seperti apa wujud nyata dari aktualisasi nilai nilai perjuangan pahlawan perempuan Kalimantan Selatan dalam konteks kekinian.
Serangkaian pertanyaan itu akan menarik untuk di diskusikan dalam diskusi interaktif Tradisi Kopi, Km. 5 Banjarmasin Sabtu (13/7/2024) pukul 20.30 – 22.45 Wita.
Ditambahkan Suchrowardi, dalam diskusi tersebut akan hadir beberapa perempuan Kasel yang saat ini menempati posisi posisi strategis di dunia Pendidikan, politik, pergerakan dan yang lainnya seperti dosen muda ULM, Yana, Andin dan Erlin.
Lalu ada Pemimpin Redaksi Kalimantan Post, Hj Sunarti, Lian pelaku UMKM, Dewi,
Nanik (jurnalis), Mansyur sejarawan, Prof Udiansyah yang merupakan calon Bupati Kotabaru, Syaifulah Tamliha anggota DPR RI, Syamsul bahri DPR RI, Muslimah Hayati yang seorang dosen.
Ketua Kadin Kalsel, Bery Furqon Sekretaris NU Kalsel, Norhalis Majid dari Ambin, Indra Gunawan aktivis 98, Haris Makie politikus senior, Tasriq Usman politikus senior Sri Naida seorang novelis, Aida Rosehan anggota DPR RI
Ananda calon Walikota Banjarmasin dan
Dewi Said anggota DPRD Provinsi Kalsel. (ful/KPO-3)