Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
HEADLINE

Nanik Sebut Keterwakilan Perempuan di Parpol Hanya Pemanis di Bibir

×

Nanik Sebut Keterwakilan Perempuan di Parpol Hanya Pemanis di Bibir

Sebarkan artikel ini
IMG 20240714 WA0035 e1720960887753
- Suasana diskusi interatif yai di Tradisi Kopi, Km 5 Banjarmasin Sabtu (13/7/2024) malam. (Kalimantanpost.com/ful)
Iklan

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Di masa penjajahan Belanda, muncul beberapa nama pahlawan perempuan Urang Banjar yang memimpin perang mengusir penjajah dari Kalimantan Selatan diantaranya Ratu Zaleha, Aluh Idut bahkan pejuang perempuan Dayak Bulan Jihat.

Namun, di era sekarang ini sangat jarang muncul pemimpin perempuan Urang Banjar memimpin Banua. Hal itu terungkap dalam diskusi interaktif yang digagas Sucrowardi di Tradisi Kopi, Km 5 Banjarmasin, Sabtu (13/7/2024) malam.

Baca Koran

Pemantik perempuan dan dosen muda Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Yana mengungkapkan di masa lalu ada beberapa tokoh.

“Kalsel punya sejarah punya perempuan hebat, berbeda dengan negara barat. Di negara barat, zaman dulu demokrasi babinian tidak boleh memilih. Setelah berjuang lebih 50 tahun, baru perempuan bisa memilih,” katanya.

Berbeda dengan di Kalsel, kata dia, ada tulisan dari UIN Antasari, perempuan Banjar itu bilateral. Perempuan Banjar masa itu boleh tampil di ruang publik, mencari uang, jadi pemimpin tapi dengan catatan urusan rumah tangga tidak boleh hancur.

Namun, lanjut Yana, pasca demokrasi kehadiran perempuan banjar diranah publik menurun, terutama kepemimpinan.

“Padahal logikanya, hasil demokrasi membuka akses tata ruang kepada perempuan, tapi ternyata babinian banjar stagnan menghadapi demokrasi. Sejarah demokrasi berbeda dengan sejarah perempusn Banjar,” ucapnya dengan nada sedih.

Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ULM) ini, ada ketidakcocokan dalam gagasan perempuan. Dulu perempuan Banjar mengangkat senjata dianggap super hero, tapi sekarang kaya lelaki.

“Kalau perempuan yang memimpin dan bertindak kaya lelakian dianggap menjadi sesuatu yang memalukan. Mereka tidak bisa memaksakan itu dengan demokrasi,” tandasnya.

Yana pun saat ini masih proses penulisan perempuan di Banjarmasin tentang studi kasus tentang Hj Noomiliyani binti H Aberani Sulaiman menjadi perempuan pertama jadi Ketua DPRD Kalsel dan Bupati Barito Kuala (Batola).

“Noomiliyani mampu menaklukkan demokrasi ketika menjadi ketua DPRD Kalsel tahun 2014,” ucapnya.

Sementara itu Jurnalis perempuan Kalsel yang pernah terjun ke panggung ke senator di Kalsel mengaku banyak pelajaran di dapat saat bertarung dengan lelaki dipanggung politik.

“Saya ibu rumah tangga dan jurnalis. Alhamdulillah dalam Pemilu 2024 kemarin saya meraih suara 93.000 walau pun masih belum berhasil duduk menjadi anggota DPD RI,” tandasnya.

Menurut Nanik, tantangan berjuang tidak mudah dengan durasi kampanye di 13 kabupaten kota begitu mepet. “Kita sebagai perempuan tidak gampang terjun di lapangan. Kita kalah money politik. Sewaktu kampanye, kita ditanya duitnya dan itu kenyataan yang kita hadapi,” tegasnya.

Nanik juga menyoroti, di tubuh partai sekarang ini perempuan itu nomor dua begitu. Keterwakilan perempuan hanya sebatas di bibir saja, karena ketika itu memenuhi 30 persen yang dipilih oleh partai hanya staf biasa dan asal ikut, namanya dipajang.

Baca Juga :  Muslimat NU Kalsel Bedah Buku KH Hasyim Asy'ari

“Parpol tidak menyiapkan sosok perempuan untuk bertarung politik. Parpol tidak serius menggaungkan perempuan itu terjun mewakili partainya,” ujarnya.

Ditambahkan Nanik, di Parpol banyak tidak ada perempuan menempati nomor urut 1 dalam Pileg. Perempuan kalah bersaing dengan laki.

“Ke depannya parpol harus serius menempatkan perempuan bertarung seperti tidak hanya pemanis buatan saja. Apabila perempuan duduk di parlemen juga jangan pemanis buatan dan tidak bersuara. Ketika perempuan terjun di parlemen suaranya juga diharapkan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Perempuan Dayak Kalsel, Srinida menyoroti perlunya berpikir pembangunan harus diperjuangkan perempuan sendiri.

“Saya juga mengharapkan seorang perempuan dalam dunia politik yang mengandalkan kekuatan mengandalkan suami,” ujarnya.

Mantan anggota DPRD Banjarbaru ini juga mengingatkan bila tak terpilih menjadi anggota dewan, berarti team worknya kurang bagus atau sebaliknya.

“Esesnsinya apa, terpilih atau tidak terpilih tak mengakhiri perjuangan kita,” tegasnya lagi.

Cukup menarik juga disampaikan perempuan Indonesia yang tinggal cukup lama di Turki, Rahmah Abdulrazak, aslinya Bugis. “Saya salut dengan Bung Suchro mengumpulkan tokoh-tokoh dari berbagai aspek. Ini luar biasa,” ungkapnya.

Dia pun mengingatkan perempuan Banjar agar berpengangan erat dengan lima jari tangan.

“Kalau lima jari tangan tidak bersatu memegang barang akan jatuh bila berbalik. Namun, bila barang di tangan dipegang dengan jari tangan tak akan terlepas,” kata Rahmah menganologikan.

Inilah tujuan, inilah agama dan semangat yang mungkin terkadang terlupakan. “Saya besar di Amsterdam Belanda dan 8 tahun dan saya tinggal di luar negeri selama 39 tahun,” ucapnya seraya menambahkan dirinya ikut ke acara diskusi bersama Eka atau Rofi.

Sebagai perempuan Indonesia bisa menjadi pemimpin kalau bersatu. “Ada nawaitu dan lupakan ego dan lupakan siapa saya. Kembali ke asal agama kita mengajarkan lima, karena bersatu. Ada lelaki ada perempuan. Di belakang lelaki hebat tapi siapa? perempuan dengan kodratnya perempuan bisa, karena perempuan takdirnya adalah mungkin tasykit.

Lain lagi diungkapkan mantan Sekda Provinsi Kalsel Haris Makkie, di belakang laki-laki sukses itu ada perempuan hebat.

Dia pun mengungkapkan perempuan belum terpilih di Pileg bukan soal money politik tapi masih belum mampu mengelola ruang-ruang yang sudah terbuka.

“Kan ada kesetaraan gender, ada kementerian perempuan, ada pejabat-pejabat perempuan. Ruang itu tidak terbuka dengan baik, sehingga perempuan peranan dengan baik,” katanya.

Sementara Ketua Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia Kalimantan Selatan (PITI Kalsel) Winardi Suthiono sependat dengan Rohmah, bagaimana kiprahnya seorang perempuan jangan lupa dengan kodratnya.

“Dengan adanya diskusi menjadi pelajaran semua dan dihimbau perempuan itu duduklah pada kodratnya. Kalau ingin didorong, doronglah suaminya,” ujarnya.

Baca Juga :  Gibran Hormati Keputusan PDIP Terkait Pemecatan Dirinya sebagai Kader

Lain lagi pendapat mantan Ketua Walhi Kalsel, Asyikin yang mengungkapkan diskusi ini jangan ke masa lalu tapi ke masa kini.

“Kalau Aluh Idut kita semua membaca, siapa Putri Junjung Buih. Yang tidak dibaca itu saat ini. jadi diskusi kali ini genit sekali malam ini. jadi kegenitan para perempuan yang eksistensinya diakui,” ujarnya.

Sebenarnya di Banua saat ini punya pahlawan dan orang hebat tapi pernah mengakui sepertinya Ibu Sumiati berjuang, Nenek Belta di Pulau Laut Utara.

“Kita, kalian-kalian ini sibuk memikirkan Ratu Zaleha itu hebat ya. Tapi kenapa tidak memikirkan mbah-mbah yang di pinggir jalan tersebut. Bukan tokoh dan tidak mau ditokohkan, tapi kita anggap ditokohkan. Banyak perempuan orang hebat dibanding Acil Odah walau pun ia seorang calon gubernur,” tandas Asyikin.

“Maksud saya itu kita jangan terjebak dengan pola berpikir pemerintah republik ini yang menganggap perempuan hebat itu yang kariernya luar biasa. akademisi, bini gubernur, bini presiden ketua partai politik dan segala macam. Kita tidak pernah memikirkan ibu Sumiati yang 20 tahun yang jadi kepala desa, satu-satunya perempuan meratus yang berani hari ini menolak tambang. Itu ibu, suaminya dan masih hidup. Satu-satunya tambang Kalsel yang tidak bisa masuk Desa Hantakan,” katanya.

Ditambahkan Asyikin yang jauh-jauh datang dari Kotabaru menghadiri diskusi ini, wanita inspiratif itu disebut ibu bupati, wakil bupati dan kalian mengamini.

“Tidak pernah orang Kalsel memprotes ibu gubernur sebagai wanita inspiratif dan saya satu-satunya mengirim surat ke gubernur itu tidak pantas. Adakah orang-orang ini mengirim surat ke gubernur tidak pantas sebagai wanita inspiratif. Pian-pian yang perempuan-perempuan hebat ini tidak bersuara, kemudian sibuk menyalahkan laki-laki, padahal bubuhan pian memang kada berkualitas. Maaf dari omongan tadi, kalian sibuk mencari pakai baju apa, sepatu apa nonsen, sibuk orang banyak,” tandasnya.

Jadi, lanjut dia, jangan terlalu ungah jadi bebinian itu.

Diskusi yang keempat ini dihadiri beberapa aktivis perempuan seperti ULM, Yana, Andin dan Erlin, Pemimpin Redaksi Kalimantan Post, Hj Sunarti, dan Rofi Kepala Biro Kalimantan Post di Jakarta, Lina pelaku UMKM, Dewi,
Nanik (jurnalis), Muslimah Hayati, Rahma Abdulrazak asal Turki, Srinida dan lainnnya.

Juga ada sejarawan Mansyur, Asyikin dari Kotabaru, Prof Udiansyah yang merupakan calon Bupati Kotabaru, Bery Furqon Sekretaris NU Kalsel, Norhalis Majid dari Ambin, Indra Gunawan aktivis 98, Haris Makkie, Ketua Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia Kalimantan Selatan (PITI Kalsel) Winardi Suthiono dan lain-lain. (ful/KPO-3)

Iklan
Iklan