PELAIHARI, Kalimantanpost.com – Jalan ke Desa Ranggang, jangan lupa membeli arang halaban. Itulah seutas pantun yang menggambarkan suasana sebuah Desa Ranggang di Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan yang dikenal sebagai penghasil arang terbesar di Indonesia.
Keahlian warga Desa Ranggang dalam memproduksi arang kayu diperoleh sejak zaman penjajahan Jepang. Usaha turun temurun ini berkembang pesat hingga saat ini, bahkan telah menjadi salah satu pemasok primadona ke Eropa dan Timur Tengah.
Meski terkesan jadul, bisnis arang ternyata cukup menjanjikan. Sehingga tidak heran, Syarif, seorang pemuda yang masih berusia 29 tahun tertarik mempertahankan bisnis arang milik orang tuanya yang telah berjalan lebih seperempat abad.
Meski baru berkecimpung, Syarif terlihat piawai dalam mengembangkan pasar arang tradisionalnya ke mancanegara. Dengan berbekal 10 tungku dapur arang berkapasitas total 25 ton perbulan, Syarif telah dipercaya untuk memasok kebutuhan arang ke Saudi Arabia sejak tahun 2013.
Saat ditemui Kalimantan Post di dapur arang yang terletak di sekitar halaman rumahnya, Syarif mengatakan dirinya merupakan generasi satu-satunya dari 6 bersaudara yang mewarisi keahlian Ahmad Saidi, ayahnya. Meski demikian, Syarif berupaya untuk terus melakukan inovasi dengan metode pemasaran yang berbeda dari sang ayah.
“Kami memperluas jejaring dengan memanfaatkan media sosial dan berfokus pada produksi 100 persen arang kayu halaban sebagai komoditas primadona Timur Tengah” jelas Syarif.
Walhasil, dengan strategi tersebut, omzet usaha senilai ratusan juta rupiah pun mampu diraihnya.
Dengan bandrol harga 5.000 rupiah per kilogram, Syarif berupaya untuk memberikan layanan terbaik untuk pelanggannya. Salah satunya berupa layanan angkut dari gudang hingga ke Pelabuhan Trisakti. Harga produk sudah termasuk ongkir hingga ke Pelabuhan Trisakti menjadi salah satu nilai lebih dalam mempermudah konsumen luar kota dan mancanegara.
Syarif mengaku bangga produk arang dari desanya dikemas dalam karung berstandar Internasional dengan label “Made in Indonesia”. Namun demikian kendala dan tantangan yang dihadapinya adalah usahanya belum mempunyai badan hukum. Akibatnya, produk arang halaban miliknya belum masuk dalam indeks pertumbuhan ekspor Kalimantan Selatan.
Padahal jika dikembangkan dengan dukungan permodalan tambahan, produk arang Kayu halaban (vitex pinnata), merupakan salah satu jenis kayu yang banyak digunakan dalam berbagai sektor ekonomi global.
Pemanfaatannya antara lain untuk sektor kuliner, arang halaban dimanfaatkan sebagai bahan bakar maupun menjadi salah satu bahan baku tambahan untuk penganan kekinian. Untuk kesehatan, manfaat arang halaban konon juga digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan.
Sedangkan untuk industri, arang halaban juga dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif, filter air, bahan bakar industri pengecoran logam. Selain itu arang halaban juga dimanfaatkan untuk bahan baku kosmetik atau skincare, dimana kini banyak beredar produk kecantikan dan kebutuhan rumah tangga yang terdapat kandungan charcoal dimana terdapat campuran bahan dari arang.
Saat disinggung tentang keberlangsungan tanaman kayu halaban sebagai bahan baku, Syarif menjelaskan dirinya bekerjasama dengan pemasok kayu dari Kalimantan Tengah, Tanah Bumbu dan Kotabaru. Dengan sistem plasma, keberlangsungan pasokan serta pelestarian budi daya tanamanpun terlindungi.
Layaknya seorang patriot UMKM ekspor, kesuksesan ayah dua anak ini menularkan semangat bagi warga lainnya. Kini terdapat lebih 1.000 dapur arang aktif di sekitar Desa Ranggang. Tampilan tungku dapurnya pun unik, seperti rumah igloo dari gerabah.
Selain berpeluang menjadi destinasi wisata edukasi, Desa Ranggang pun berpeluang untuk memasok 2500 ton kebutuhan arang halaban dengan valuasi ekonomi mencapai 12,5 miliar perbulan. Tertarik ?.(Rof/KPO-1)