Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

TAHUN-TAHUN STRES

×

TAHUN-TAHUN STRES

Sebarkan artikel ini

Oleh : AHMAD BARJIE B

Sebuah mingguan ibukota edisi 10 Januari 1998 menyebut tahun 1999 sebagai tahun stres bagi orang Asia, termasuk Indonesia. Pernyataan ini mengaju kepada hasil penelitian Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Hongkong, yang dilakukan pada September – Oktober tahun lalu. Dari daftar berskala 0-10 disebutkan tingkat stres orang Vietnam 8,5; Korea Selatan 8,2; Thailand 7,8; Indonesia, Cina, Hongkong, Jepang, Filipina dan Singapura 6-7; Malaysia 5,6 dan Taiwan 5,5.

Baca Koran

Meski banyak faktor penyebab stres, namun PERC mengambarkan masalah ekonomi/keuangan sebagai faktor utama. Hal ini dibenarkan pakar Piskologi Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari (alm). Ia melihat salah satu stressor psikososial yang menonjol sekarang adalah krisis ekonomi, keuangan dan pekerjaan yang melanda Indonesia.

Di banyak kota besar khususnya, penderita stres menunjukkan tren yang meningkat. Kalau pascapemilu banyak orang stres karena tidak terpilih atau tidak lagi jadi duduk di lembaga legislatif, karena perolehan suara partainya tidak mencukupi. Dalam situasi sekarang, banyak yang stress karena krisis moneter, dalam berbagai bentuk dan manifestasinya.

Di Banjarmasin, fenomena serupa juga tampak. Menurut Dr H Yulizar Darwis, Direktur Rumah Sakit Jiwa Banjarmasin tahun 1990-an, pasien yang berobat jalan dalam sehari mencapai 15-20 orang. Lebih separo dari mereka mengalami distress (terganggu akibat stress) karena gejolak moneter.

Walaupun upaya memulihkan ekonomi nasional bukan perkara mudah, bahkan sangat berat, namun kita tetap berharap upaya ini bisa berhasil. Untuk itu pemerintah, swasta, pakar ekonomi, ilmuan dan segenap potensi bangsa hendaknya bekerja dengan serius mengatasinya. Sekarang penting sekali menciptakan lapangan kerja, mengurangi dan membebaskan pajak bagi rakyat kecil, menyediakan sembako dengan harga terjangkau, dan mencintai produk dalam negeri, supaya perusahaan-perusahan tidak ada yang collaps.

Baca Juga :  Eksistensi dan Peran Sultan Muhammad Seman

Meski usaha itu, insya Allah berhasil, namun tentu tidak terhindarkan banyak orang yang stres. Betapa tidak, kaum ibu mengeluh dan menjerit harena harga barang meroket sementara mencari uang makin sulit. Pegawai negeri mengeluh karena pengeluaran meningkat. Pekerja swasta mengelus dada karena biaya produksi meningkat, volume pekerjaan menurun, laba menurun dan nyaris gulung tikar.

Kekesalan nyaris tak ada gunanya. Protes pun tak banyak manfaatnya. Yang lebih berguna barangkali, kita mau berpikir jernih dan berkepala dingin. Kita berdoa, agar pemerintah beserta segenap pihak berhasil memulihkan ekonomi, dan berusaha segenap kemampuan untuk membantu sesuai bidangnya masing-masing. Pembangunan berskala besar yang tidak prioritas dan tidak berhubungan tidak kesejahteraan rakyat sebaiknya ditunda.

Psikolog Prof. Sarlito Wairawan Sarwono (alm) mengibaratkan kondisi selama ini seperti berada di alam gelap. Kita mencari pintu keluar dengan meraba-raba dan berjalan tak tentu arah.

Dalam kondisi demikian, tidak salah kalau kita mencoba kembali kepada obat tradisional sekaligus modern, yakni agama. Sudah tak terbilang pakar psikologi dan psikologi agama, menawarkan agama sebagai pengobat stres dan berbagai masalah kejiwaan lainnya akibat problema sosial ekonomi politik dan sebagainya.

Islam banyak sekali menawarkan dzikir sebagai terapi kejiwaan guna mengendalikan dan menenangkan diri. Al-Qur’an surah Ar-Ra’d: 28, Al-Baqarah: 152, Al-Ahzab: 41, Ali Imran: 191, An-Nisa 103, Al-A’raf 205 serta sejumlah hadits sangat menyuruh, agar manusia mau berdizikir siang dan malam, ketika berdiri, duduk dan berbaring.

Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat-ayat dzikir menerangkan, dzikir itu mesti dilakukan dalam setiap keadaan; ketika lapang dan sempit, ketika kaya atau miskin, ketika sehat atau sakit, ketika di darat dan di laut.

Baca Juga :  Membangkitkan Pengambau Hilir Luar sebagai Desa Lumbung Pangan

Al-Ghazali menyuruh berdzikir dilakukan dengan hati, lisan dan perbuata. Hati senantiasa ingat pada Allah, lisan selalu basah mengucap asma-Nya, dan perbuatan selalu melakukan pekerjaan yang disuruh-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Iklan
Iklan