Oleh : AHMAD BARJIE B
Dewasa ini semakin bangak anggota masyarakat muslim yang kaya, baik lama atau baru. Di antara mereka ada yang berani menjadi donator rumah ibadah atau amal-amal sosial, dengan sumbangan rutin jutaan rupiah setiap bulannya. Ada pula yang berani membangun masjid atau langgar pribadi, atau membangun masjid yang cukup mewah dengan sistem “bacanduk”, dalam arti penyandang dana hanya beberapa orang, tanpa harus meminta-minta dana kepada masyarakat umum.
Namun kita pun melihat masih banyak orang kaya yang pelit. Makin kaya makin bakhil. Segala sesuatu dipertimbangkan dengan hitung dagang, untung rugi. Berderma hanya berani dengan uang recehan. Padahal rumahnya, mobilnya, perkakas rumah tangganya, serba mewah dan luks. Akibatnya banyak rumah ibadah yang terlambat atau terlantar pembangunannya. Panitia pontang panting mencari dana, bapintaan di jalanan dengan banyak risikonya, yang diperoleh hanya cukup untuk bayar utang, gali lubang tutup lubang.
Ajaran Islam sangat menganjurkan beramal kebaikan, termasuk berderma untuk kepentingan Islam dan Umat Islam serta kehidupan manusia pada umumnya. Al-Qur’an surah Ali Imran: 92, Al-Hajj: 77, An-Nahl: 97, Al-Baqarah: 177 adalah beberapa di antaranya. Dan salah satu hadits yang terkenal menyatakan: Setiap amal anak Adam (manusia) itu putus ketika ia mati, kecuali tiga perkara, yaitu amal jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendoakan (Shahih Muslim II, 1401 H: 70).
Tuntutan Islam ini sudah pula dipraktikkan Nabi SAW dan para sahabat. Nabi pernah mengundang makan kaum keluarga yang mencapai 40an orang. Beliau bersama Siti Khadijah juga banyak mengorbankan harta benda untuk kepentingan dakwah. Beliau pernah diberi semangkok susu, lalu diminum oleh 70-an sahabat sampai puas. Makanan sedikit setelah didoakan Nabi jadi berkah.
Abu Bakar pernah mengorbankan hartanya guna membebaskan para budak yang masuk Islam yang dianiaya tuannya. Ketika menumpas pemberontakan, Abu Bakar menyumbangkan 40.000 dinar uang emas, sehingga tak ada lagi tersisa harta padanya.
Umar pernah berderma setengah dari hartanya. Utsman bin Affan dalam Perang Tabuk mendermakan 10.000 dirham, 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda. Di Madinah ada satu mata air milik orang Yahudi, yang dijualnya kepada umum. Mata air ini dibeli oleh Utsman dari orang Yahudi seharga 20.000 dirham dan diwakafkannya kepada masyrakat umum. Pada masa Khalifah Abu Bakar terjadi musim paceklik, barang-barang impor milik Utsman dari Suriah dibawa oleh 1.000 ekor unta. Banyak spekulan dan tengkulak yang ingin membelinya, namun Utsman tak mau, ia memilih mewakafkannya kepada umum.
Abdurrahman bin Auf mendermakan 4.000 dirham dari 8.000 dirham hartanya. Dan Sa’ad bin Abi Waqqash mewakafkan 1/3 hartanya. Namun Nabi berpesan agar wakaf dan derma itu jangan sampai mengurangi hak ahli waris.
Jika saat ini banyak dermawan seperti di atas, kita yakin tak akan ada lagi problema dana dalam dakwah. Rumah ibadah, sarana pendidikan, kegiatan sosial dan pembangunan, semuanya akan berjalan lancar. Orang-orang miskin pun semakin berkurang.