Oleh : Ummu Wildan
Pemerhati Anak
Kasus demi kasus bermunculan ke permukaan. Jual beli kemaluan anak perempuan dilakukan. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan namun harus menjadi perhatian untuk dihentikan.
Polsek Denpasar Barat bongkar prostitusi online yang melibatkan dua anak di bawah umur. Salah satu mucikari pun merupakan anak di bawah umur. (merdeka.com, 2/8/2024). Sebelumnya Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar sindikat pelaku eksploitasi perempuan dan anak di bawah umur. Sindikat ini beroperasi melalui platform X dan telegram. Di antara yang mereka tawarkan adalah 19 anak di bawah umur. (nasional.kompas.com, 23/7/2024)
Fakta yang diungkap Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ivan Yustiavandana lebih menghentakkan lagi. Diduga terdapat 24 ribu anak dengan usia 10-18 tahun yang terlibat dalam prostitusi anak. Transaksi yang terpantau menunjukkan ada 130 ribu transaksi yang nilainya mencapai lebih dari Rp 127 miliar. (antaranews.com, 26/7/2024).
Lebih jauh wakil ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Jasra Putra menyoroti kemungkinan keterlibatan anak akibat eksploitasi oleh orang tua. (metro.tempo.co, 26/7/2024)
Sungguh ironis anak-anak yang akan menjadi masa depan negeri ini sudah dirusak. Alih-alih menuntut ilmu untuk menjadi bekal masa depan yang lebih baik, mereka dijadikan alat pemuas nafsu hewani.
Pihak-pihak yang seharusnya melindunginya harusnya turut bertanggung jawab atas kerusakan ini. Ada keluarga yang seharusnya jadi tempat anak-anak berlindung, mendapatkan kehangatan dan binaan keimanan pertama.
Namun sayangnya sekularisme yang banyak dianut keluarga-keluarga di negeri ini. Hubungan dengan Sang Pencipta hanya terkait ibadah ritual semata. Itupun mulai tergerus oleh kesibukan. Misalnya shalat 5 waktu. Lebih mendalam lagi beragama hanya lewat keturunan, bukan lewat pembuktian. Ada atau tiada Tuhan tak dianggap penting untuk dibuktikan. Alhasil melakukan perbuatan tak memikirkan lagi ridha Tuhan. Yang penting tujuan tercapai. Tidak terlalu mengejutkan ketika ada saja orang tua yang mengetahui anaknya terlibat prostitusi online. Entah itu demi sesuap nasi ataupun demi gengsi. Demikianlah kehidupan di keluarga anak-anak.
Ada pula kenyataan pahit bahwa ada keluarga yang dipaksa terpisah dari anak-anak. Kesejahteraan yang sangat rendah di negeri ini memaksa banyak orang tua banting tulang habis-habisan. Sudahlah penghasilan yang tak seberapa, ada beragam potongan bahkan oleh penguasa. Sebut saja tapera. Belum lagi biaya hidup yang tidak murah. Seringkali untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas bermakna modal yang lebih besar. Apa daya anak-anak. Mereka pun semakin jauh dari pendidikan yang semestinya dimulai di keluarga.
Begitupun masyarakat kita yang semakin individualis. Tatanan sosial yang seharusnya menyemarakkan kegiatan positif; melakukan amar ma’ruf nahi munkar semakin menurun. Yang penting diri dan keluarga aman. Begitulah kira-kira. Padahal it takes a village to raise a child. Lingkungan adalah tempat anak-anak hidup dan berinteraksi.
Ada pula negara yang hanya berfungsi membuat aturan. Itupun dengan aturan yang sekularis. Prostitusi pada pasal 298 KUHP hanya diancam dengan hukuman maksimal 1 tahun 4 bulan. (ejournal.unsrat.ac.id). Mucikari pun hanya diancam dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Keseriusan dalam penanganan pun dipertanyakan. Situs-situs yang dianggap radikal hingga terduga teroris dapat dengan mudah ditangani; dengan banyak personel dan anggaran yang wah. Sedangkan bisnis prostitusi seakan tidak begitu berbahaya hingga penanganannya pun tak seberapa.
Masa depan negeri ini akan diisi oleh anak-anak hari ini. Generasi emas tentunya bukan generasi yang menabrak norma sosial. Pun bukan generasi yang sakit oleh berbagai penyakit seksual menular (PMS). Bukan pula generasi yang tidak jelas keturunan siapa, yang keluarganya tidak berfungsi semestinya. Generasi yang jauh dari keberkahan dari Allah SWT tidak akan pernah menjadi generasi emas.
Perlu ada perhatian dan upaya yang tepat untuk menangani perkara ini. Keterlibatan semua pihak dalam memfungsikan segala sesuatu pada tempatnya; yang seharusnya.
Keluarga adalah sekolah pertama dan utama bagi anak. Pendidikan yang utama ditanamkan adalah keimanan juga perasaan kebersamaan dengan Rabbnya. Keimanan yang ditanamkan haruslah dengan jalan pembuktian akan kebenaran adanya Rabb, Rasul, Malaikat, Kitab, Hari Kiamat dan Qadha-Qadar. Sehingga ketika disampaikan bahwa Rabbnya senantiasa bersamanya di manapun dia berada akan diterima penuh. Ia akan berhati-hati dalam berbuat. Ketika ada masalah keuangan ia tidak akan menghalalkan segala cara. Apalagi sampai melakukan prostitusi online, jauh panggang dari api.
Begitupun masyarakat yang Islami akan menjalankan tugas dengan baik. Takkan ada tetangga yang kelaparan hingga harus menjajakan diri di media sosial. Akan ada kepedulian bagi yang tidak berpunya. Kegiatan yang menguatkan keimanan makin banyak dan seru. Kegiatan yang mengumbar syahwat di publik takkan diberikan ruang.
Negara pun melaksanakan tugas dengan baik layaknya orang tua mengurus anaknya. Penguasanya akan takut diminta tanggung jawab di hari akhir. Apalagi prostitusi adalah dosa besar.
Tindakan pencegahan akan dilakukan dengan melarang kegiatan yang mengumbar syahwat semisal pornografi dan pornoaksi baik di dunia nyata maupun maya. Berbagai dukungan terhadap berbagai kegiatan positif akan digencarkan. Kesejahteraan rakyat akan diperhatikan per kepala, bukan rata-rata. Lapangan pekerjaan akan diprioritaskan bagi rakyat sendiri. Sumber daya alam yang melimpah akan dikelola sendiri oleh penguasa. Keberlimpahan juga keberkahan bisa diraih dengan ketaatan kepada aturan Tuhan.
Namun ketika berbagai tindak pencegahan sudah dilakukan, tetap ada yang melakukan perzinahan maka sanksi yang membuat jera akan diberikan. Dari cambuk hingga yang beresiko kematian. Tentu saja bila semua tahapan sebelumnya telah dipastikan dijalankan.
Maraknya prostitusi online pada anak sungguh hal yang memilukan. Penanganan harus segera dilakukan. Berpenduduk mayoritas Muslim namun perintah Tuhan tak diamalkan menjadikan prostitusi online yang diamalkan. Sungguh bagi diri ini memalukan. Mau sampai kapan?