Oleh : NURMADINA MILLENIA
Memang selalu menarik jika menyoroti DPR apakah di pusat atau di daerah. Jika membaca buku yang dikarang oleh Dati Fatimah dan Mail Sukribo, yang pengantarnya ditulis Budiarto Shambazi (wartawan senior Kompas dan penulis Kolom Politika). Baginya, belum optimalnya kinerja DPR di bidang legislasi, adalah dari segi kualitas perundangan yang telah dihasilkan. Itu sebetulnya merupakan gabungan dari beberapa faktor. Dikatakan mereka yang mengkaji peningkatan kinerja DPR, ternyata melihat beberapa persoalan mendasar sebagai penyebab kondisi ini.
Diantaranya, pertama adalah minimnya partisipasi publik di dalam menyusun atau penyusunan produk perundangan. Padahal sebenarnya walaupun proses pembahasan perundangan ini seharusnya bersifat terbuka.sangat benar diherankan jika banyak hambatan yang dihadapi oleh publik untuk terlibat di dalamnya. Semuanya itu memasuki apakah hambatan masalah teknis dan struktural.
Dapat dikatakan, jika mulai dari keterbatasan waktu, mengenai kakunya format pengelolaan masukan publik. Dimana hal ini membuat aspek keterbatasan sumber daya untuk mendiseminasikan RUU kepada pubik luas dengan cara yang efektif dan efisien. Sedangkan yang lain lagi, adalah keterbatasan dana, dimana hal ini merupakan salah satu masalah yang utama. Sehingga beberapa persoalan inilah yang membuat pada akhirnya proses penetapan kebijakan menjadi tidak terbuka.
Yang kedua, dimana persoalan mengenai menyangkut kapasitas sumber daya di DPR. Fakta jika tidak meratanya kapasitas intelektual serta akses informasi penyebab ketimpangan, yang juga menyebabkan rendahnya kualitas pijakan rasional yang digunakan anggota DPR dalam pembahasan dan pengesahan Perundangan. Sangat ironi memang, jika ada laporan masyarakat jika tidak semua anggota DPR memahami dengan baik prosedur dan tata cara penyusunan RUU. Bagi penulis buku itu hal ini adalah merupakan catatan yang serius dalam hal karena keterkaitan dengan fungsi dasar yang diemban oleh lembaga legislatif ini. Juga dalam hal ini keterkaitannya dengan staf ahli, kerja fungsional lain yang penting serta data yang tepat waktu bagi proses legislatif yang tersedia bgi DPR dirasakan belumlah lagi memadai.
Maka dapat dirasakan jika hal itu adalah analisa kinerja legislasi yang pernah terjadi. Apalagi jika akhir-akhir ini sudah mempunyai prediksi jika Pemilu yang terakhir adalah yang terburuk dalam sejarah bangsa Indonesia. Dapat dibayangkan kedepannya Indonesia akan menggapai apa? Jika hanya berkiblat pada negara Eropa tentu saja kemajuan dunia dengan segala macam sombongnya itu, akan menuai badai yang lebih parah lagi. Jika kemudian kebijakan pemimpin baru dalam arti presidennya tidak mampu untuk mengambil alih kebijakan untuk mengarahkan padahal budaya Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Maka artinya hukum Islam haruslah mengisi kalbu dan cara pikir serta cara-cara budaya pada tatanan kehidupan nyata. Jangan kalah dengan makmurnya negara Brunai Darussalam yang ada di Kalimantan. Jika tujuan IKN itu ada di Kalimantan.
Kejadian demi kejadian bisa terjadi setiap saat. Jika melihat budaya Kalimatan adalah Islam, maka sudah semestinyalah kajian Islam dan cara budaya yang berlaku di masyarakat banyak itu merupakan kajian utama sebagai pondasi dasar. Jika ingin melihat Indonesia dan fokus Kalimantan.