oleh: AHMAD BARJIE B
SETIAP tahun orang pergi dan pulang dari tanah suci, bahkan sekarang setiap saat orang pergi dan pulang dari ibadah umrah. Tanah suci memang tidak pernah sunyi. Magnet kota suci benar-benar luar biasa.
Bagi yang beribadah haji, kalau sebelumnya mereka masih disebut “ jamaah calon haji”, maka kini kata “calon” sudah hilang, sebab mereka sudah menjadi haji sebenarnya. Tinggal seberapa jauh nilai haji yang mabrur mampu mereka raih. Namun harapan kita, baik jamaah yang wafat di tanah suci maupun yang selamat pulang ke kampung halaman, semuanya mendapatkan haji yang mabrur, haji yang oleh Allah tidak diberi balasan kecuali surga.
Bagi masyarakat muslim Indonesia umumnya, ibadah haji merupakan puncak cita-cita. Bahkan bagi “urang Banjar” sebagaimana ditulis oleh Drs. H. Syamsiar Seman, beribadah haji adalah target hidup yang utama. Karenanya tidak heran jika dari tahun ke tahun peminat haji selalu bertambah, tak jarang melebihi kuota. Lebih-lebih dewasa ini, di mana orang-orang tertentu sangat mudah mencari duit, pergi haji atau umrah dapat dilakukan mendadak dan kapan saja. Begitu minat ada, bisa langsung berangkat. Berbeda dengan zaman dahulu atau bagi yang kurang mampu, untuk beribadah haji harus menabung puluhan tahun. Tak heran di usia senja baru mampu. Tak jarang, mereka keburu meninggal dunia, sehingga harus dihajikan oleh orang lain.
Melihat besarnya jumlah jemaah haji Indonesia setiap tahun, barangkali tak kurang dari 10 persen penduduk Indonesia saat ini sudah bertitel haji, yang berarti mencapai 20 juta jiwa lebih. Tidak terhitung yang berhaji sambil bekerja, haji bisnis, haji umrah dan lainnya. Walau tak ada data pasti barangkali jumlahnya tak jauh dari itu.
Jika itu benar, berarti sumber daya manusia Indonesia yang sudah berhaji/umrah sangat besar. Sumber daya dimaksud tentunya sangat efektif dalam menyukseskan pembangunan, baik pembangunan agama maupun aspek pembangunan lainnya yang sangat luas.
Khusus dalam pembangunan agama, sudah waktunya jemaah haji memotori gerakan moral dan fisik memajukan agama. Gerakan moral dilakukan karena disinyalir sekarang etika kejujuran sedang merosot, berganti dengan moralitas baru yang hipokrit dan pura-pura. Agama belum meresap ke hati dan mengejawantah dalam sikap perbuatan. Shalat rutin, puasa rajin, zakat akttif dan haji tidak ketinggalan. Tapi larangan agama seperti menipu, korupsi, menggeser dan menggusur, menyakiti dan memperkosa kehormatan sesama saudara juga jalan terus. Pahala dan dosa dicampuradukkan. Kita berharap, mereka yang sudah berhaji/umrah, lama atau baru, apapun kedudukannya dapat memelopori etika kejujuran ini, dimulai dari mereka sendiri.
Kemudian gerakan fisik dan sosial dilakukan dengan menyumbangkan sebagian kekayaan untuk kalangan tidak berpunya yang masih besar jumlahnya. Bantuan harta sesungguhnya tidak kalah nilainya dari ibadah salat, puasa, zakat, haji dan umrah itu sendiri.