Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
Opini

Kearifan Budaya

×

Kearifan Budaya

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
AHMAD BARJIE B
Iklan

Oleh: Ahmad Barjie B
Pemerhati Budaya

Di antara daerah di Nusantara yang sangat kental memegang agama dan adat adalah Minang Sumatra Barat. Bagi mereka adat menyatu dan tidak dipisahkan dengan agama, begitu juga sebaliknya. Prinsip yang mereka pegang dan sering kita dengar, ”Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah, alam takambang jadi guru”. Segala makhluk di alam ini, fauna maupun flora, serta pengalaman hidup di kampung halaman atau di perantauan akan memberi pelajaran. Prinsip begini agaknya juga diperpegangi oleh sebagian urang Banjar.

Iklan

Bagi orang Minang di mana pun, budaya adalah pegangan utama sesudah agama. Adat dan budaya mereka indak lakang dek paneh indak lapuak dek hujan (tidak lekang kena panas tidak lapuk kena hujan). Di dalam adat budaya terdapat nilai-nilai luhur untuk hidup berhasil sekaligus wanti-wanti menghindari kejatuhan. Karena itu dari ranah Minang sangat benyak dikenal ulama, budayawan, seniman, sejarawan dan cerdik pandai (cadiak pandai).

Banyak Tokoh

Sebagai suku perantau, orang Minang menyebar di seluruh Indonesia bahkan mancanegara dalam berbagai profesi dan keahlian; pedagang, politisi, ulama, pengajar, penulis dan jurnalis. Meski populasi Minang hanya 2,7% dari penduduk Indonesia, Minang menjadi suku tersukses dengan banyak capaian. Tempo edisi khusus 2000 mencatat, 6 dari 10 tokoh penting Indonesia abad ke-20 orang Minang, dan 3 dari 4 pendiri RI putra Minang.

Sejak periode 1920-1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari Minang. Motor perjuangan kemerdekaan Asia, 1923, Tan Malaka (Sutan Ibrahim) menjadi wakil Komunis Internasional Asia Tenggara. Muhammad Yamin, pelopor Sumpah Pemuda 1928 dan tokoh BPUPKI/PPKI jelang merdeka juga orang Minang.

Di dalam Volksraad (DPR era kolonial), politisi Minang paling vokal, antara lain Jahja Datoek Kajo, Agus Salim dan Abdul Muis. Mohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan. Empat orang Minang menjadi perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul Halim, Muhammad Natsir), seorang penjabat presiden (Mr Assaat), seorang wakil presiden (Mohammad Hatta), dan seorang ketua parlemen (Chaerul Saleh).

Baca Juga :  Sapta Pesona dan Pengembangan Pariwisata Lokal

Beberapa partai politik didirikan politisi Minang. PARI dan Murba oleh Tan Malaka, Partai Sosialis Indonesia oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, Masyumi oleh Mohammad Natsir, Perti oleh Sulaiman ar-Rasuli, dan Permi oleh Rasuna Said. Deliar Noer, oposan ordebaru dan pendiri Partai Umat Islam juga berdarah Minang.

Karya sastra bermutu juga banyak lahir dari Minang, seperti Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) karya Marah Rusli, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Buya Hamka, Salah Asuhan karya Abdul Muis, Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana, Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati, dan Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis, dll. Novel-novel tersebut pernah menjadi bahan bacaan wajib siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia. Tak sedikit karya sastra asal Minang dijadikan kisah film kolosal, serial dan sinetron, sampai ke tingkat dunia.

Sebelum munculnya novelis tenar seperti Habiburrahman el-Shirazy, Asma Nadia, Andrea Hirata, Tere Liye dan banyak lainnya, umumnya novelis besar Indonesia berasal dari Minang. Karena itu ketika el-Shirazy muncul, serta merta orang terkenang dan menganggap el-Shirazi sebagai personifikasi Hamka, sebab nama Hamka begitu besar. Bila anda membaca surat-surat cinta Hayati dan Zainuddin dalam Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, hal yang sama-sama menyentuh hati begitu juga ditemukan dalam novel el-Shirazy Ayat-ayat Cinta atau novel lainnya. Bedanya novel Hamka berkisah fenomena Nusantara, khususnya sebelum kemerdekaan, sementara novel el-Shirazi bernuansa Timur Tengah di era globalisasi informasi.

Dunia hiburan dan sinetron, sutradara, produser, penyanyi, maupun artis masa lalu juga didominasi karya Minang. Ada Usmar Ismail, Asrul Sani, Djamaludin Malik (ayah Camelia Malik), dan Arizal. Film-film karya sineas Minang seperti Lewat Djam Malam, Gita Cinta dari SMA, Naga Bonar, Pintar-pintar Bodoh, dan Maju Kena Mundur Kena, menjadi film terbaik yang banyak digemari penonton di masanya.

Baca Juga :  Pilkada Problematik, Demokrasi Biangnya

Pemeran dan penyanyi Minang di antaranya Ade Irawan, Eva Arnaz, Nirina Zubir, dan Titi Sjuman. Pekerja seni lainnya, ratu kuis Ani Sumadi, menjadi pelopor dunia perkuisan di Indonesia. Karyanya seperti kuis Berpacu Dalam Melodi, Gita Remaja, Siapa Dia, dan Tak Tik Boom pernah menjadi acara televisi favorit keluarga Indonesia.

Jurus Budaya

Semua keberhasilan orang Minang tidak lepas dari agama dan budaya merantau yang disertai nilai-nilai pengabdian, adaptasi dan keahlian. Bagi orang Minang, di mano bumi dipijak, di sinan langiek dijunjuang, di mana nagari diunyi, di sinan adat dipakai (di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, di mana tempat didiami di situ adat dipakai).

Mereka tidak mau membangun komunitas eksklusif dan kampung sendiri sehingga terpisah dari warga lain. Di kandang kambing mengembik di kandang kerbau mengoek. Karena itu orang Minang selalu membaur, mudah diterima semua kalangan dan tidak pernah terjadi konfrontasi dengan suku atau warga lain. Mereka menyatu dan ikut berkontribusi dengan daerah di mana mereka mencari penghidupan.

Orang Minang punya semangat tinggi untuk sekolah dan pandai mengantisipasi perubahan, dengan mengutamakan keahlian di bidang yang digeluti. Pepatah yang mereka pegang ”elok kerja karena tahu. Kalau kerja meraba-raba, kerja yang elok jadi cilaka”. Ulama dan budayawan asal Minang, Buya Hamka mengingatkan, ”Mati Belanda karena pangkat, mati Cina karena harta, mati Keling karena kekenyangan dan mati Melayu karena angan-angan”.

Kita urang Banjar juga perlu terus mengeksplorasi nilai-nilai agama dan budaya yang tumbuh, sebagai hasil kreasi urang bahari. Banyak peribahasa dan ungkapan Banjar yang sebenarnya juga mengandung pesan kearifan. Banganga dahulu hanyar baucap, asal mambawa bujur salamat, kada cuma baras pandir gin ditakar, jangan bacakut papadaan, waja sampai ka puting, di mana duduk taampar di situ kukulaan dibina, dan sebagainya adalah ungkapan-ungkapan Banjar yang sesungguhnya memiliki nilai tinggi. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan
Ucapan