Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
Khazanah Qalbu

KPK

×

KPK

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
AHMAD BARJIE B

Oleh : AHMAD BARJIE B

Di era Orde Lama, khususnya ketika DR KH Idham Chalid diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II yang salah satu tugasnya adalah menjaga pertahanan dan keamanan negara, beliau membentuk suatu badan yang bernama Kyai Pembantu Keamanan (KPK), mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah. Dengan badan ini para ulama, kyai dan habaib dilibatkan dalam menjaga keamanan negara, yang sifatnya sukarela, tanpa gaji dan pangkat tertentu.

Iklan

Para kyai pun siap sedia menerima tugas ini, sebab komitmen mereka terhadap bangsa dan negara tidak diragukan, bahkan sebagian besar dari kyai dan ulama ini sebelumnya juga merupakan para pejuang ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan melawan NICA-Belanda. Mereka tergabung dalam laskar-laskar seperti Hizbullah, Sabilillah dan sebagainya.

Mengapa Idham Chalid terdorong untuk membentuk KPK, tak lain karena di masa itu terjadi beberapa pemberontakan di daerah-daerah, misalnya DII/TII (Darul Islam Indonesia)/(Tentara Islam Indonesia), Permesta, PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) dan sebagainya. Tidak sedikit yang memberontak itu sebagian juga merupakan pejuang kemerdekaan, yang karena kecewa terhadap pemerintah pusat karena melakukan pemberontakan.

Di Kalimantan Selatan, juga terkenal salah satu kelompok pemberontak, yaitu Kesatuan Rakyat yang Tertintas (KRyT), dipimpin oleh Ibnu Hajar, yang asalnya juga pejuang dalam ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan pimpinan Hassan Basry. Beberapa tokoh ulama yang dipercaya menjadi anggota BPK ini di antaranya KH Abdul Qadir Hasan, Pendiri dan Ketua NU Kalsel, salah serang pimpinan Pondok Pesantren Darussalam periode 1940-1959. Kemudian ada lagi KH Birhasani pimpinan Gerakan Ansor Kalsel periode 1951-1970, KH Sabran Kacil yang kubah makamnya ada di Teluk Dalam dan banyak lagi.

Dengan adanya BPK maka mudah melakukan pendekatan, antara lain dengan bahasa agama, karena yang mendekati dan didekati juga sama-sama memahami agama. Hasilnya tidak sedikit kaum pemberontak yang meletakkan senjata, menyerah, turun gunung. Kecuali bagi yang bersikeras dengan pendiriannya dilakukan pendekatan dengan kekuatan senjata. Idham Chalid selalu menggunakan pendekatan dialog, baru jika tidak berhasil beliau terpaksa meminta Angkatan Perang RI untuk menanganinya. Tapi sambil berperang pun dialog tetap terbuka dilakukan, intinya sedapat mungkin senjata tidak digunakan untuk membunuh bangsa sendiri. Itulah sebabnya mereka yang memberontak itu pada dasarnya hanya setengah hati, banyak yang tidak menggunakan senjatanya, mereka hanya kecewa terhadap pemerintah pusat (Presiden Soekarno), yang saat itu dianggap mengecewakan pejuang sejati, mengabaikan pembangunan daerah, cenderung memberi angin kepada PKI, dan membubarkan partai-partai Islam, khususnya Masyumi dan PSII, dan banyak ulama yang dipenjara tanpa pengadilan.

Baca Juga :  HAJI DAN IBADAH SOSIAL

Melihat peran para ulama terdahulu dalam KPK, maka ulama dan kyai sekarang pun dituntut untuk juga berperan menjaga negara. Caranya adalah dengan aktif berdakwah, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, memberikan kritik yang tegas kepada penguasa yang menyimpang, mengedepankan kekhlasan dan kesederhanaan hidup, dan tidak mendukung kalau ada pimpinan yang dianggap zalim dan tidak amanah. Dengan begitu ulama senantiasa berada di jalan lurus.

Iklan
Space Iklan
Iklan
Ucapan