Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

Maqoli Penyesatan dan Penistaan

×

Maqoli Penyesatan dan Penistaan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Salasiah, S.Pd
Pemerhati Sosial Keagamaan

“Kalam itu, maqal Inna kalima kitab fa alayya qum, fa qal alaihi Inna kalimat ummat fi Inna kalima fimallah, la syaddi inn kalima Makkah Madinah, la qola Inna rahmatan ya Rasulullah SAW, wa maqoli Inna romatan sahabat, sayyidina Ali, Umar, Utsman Abu Bakar, la qola Inna kalima fi mallah, subhanallah, ma qola Inna romatan Indonesia, ma faqola Inna rohmatan, wa maqola Inna rohmatan Islam, Indonesia, ma hama Qol. Asyidi Inna kalima fimallah, naam, Inna lakalla Indonesia, ma qol Inna rohmatan kitab, ma qola Inna rohmatan Quran, fa, di inbaqola Indonesia, fa, faqola inna, asyidda inna kalima fimallah, al humaka li nnala ma ummati, fi innal kalima fi mallah.” (tvonenews.com)

Baca Koran

Video ceramah Abuya Mama Ghufron menyebut “Maqoli” saat pertahankan 500 kitab Bahasa Suryani viral di media sosial. Bahasa Arab oplosan di dalam video ceramahnya, ketika ghufron emosi diminta membuktikan 500 kitab tulisannya membuat netizen tertawa, hingga direspons Ustaz Abdul Somad (UAS).

Masyarakat muslim Indonesia yang tidak memahami bahasa Arab, begitu saja percaya penipuan bahasa yang dibuat-buatnya. UAS mengajak pengikutnya agar melakukan pencarian tulisan “Maqoli” di berbagai sumber, termasuk melalui internet. Menurut UAS penulisan yang mendekati “Maqoli” tidak tercantum di dalam kitab-kitab yang dipelajari.

Aktivis Islam Farid Idris mengidentifikasikan bahwa Mama Ghufron yang mengaku seorang wali dan mengarang 500 kitab berbahasa Suryani serta bisa berbahasa semut itu telah menyebarkan kesesatan. (suaranasional.com, 19/6/2024). Ajaran yang dibawa oleh Iyus Sugiman alias Mama Ghufron adalah bentuk penistaan terhadap agama. Mama Ghufron tidak memiliki kemampuan keilmuan agama Islam yang baik. Bahkan tidak pernah terlihat membaca Al Qur’an dan hadis di hadapan para pengikutnya.

Baca Juga :  3.372 Jemaah dan Petugas Haji Debarkasi Banjarmasin Tiba, Sembilan Meninggal Dunia

Ghufron terus mencari panggung untuk menyebarkan kesesatannya. Umat yang lemah dalam ilmu agama dan takut berpikir politis, memilih percaya dengan iming-iming rezeki yang berkah di tengah kemiskinan mereka dan pahala yang banyak, karena malasnya menjalan syariat Islam.

Penistaan serupa akan terus kembali terjadi. Disebabkan tidak adanya sanksi tegas dan menjerakan sehingga tak mampu mencegah kejadian serupa. Umat pun terancam bahaya yang dapat merusak akidahnya.

Hal serupa akan mudah terjadi, mengingat kebebasan berpendapat diakui dalam sistem demokrasi sekuler. Akibatnya penistaan agama dapat tumbuh subur atas nama kebebasan berpendapat dan berperilaku. Mirisnya, panggung penistaan ini dalam sebuah video disambut oleh salah satu organisasi besar di Indonesia yang mereprentasi umat dengan diberikan seragam kebesaran. Bahkan seakan menjadi duta toleransi dan keberagaman, mengkamuplase penistaan agama yang dibawanya

Islam menjadikan negara sebagai penjaga akidah umat dan menetapkan semua perbuatan terikat hukum syara. Kebebasan dalam berbuat dan berbicara distandarkan hukum syara’ sebagai acuan. Pelanggaran hukum syara adalah kemaksiatan, yang ada sanksi tegas dan menjerakan dari negara. Sanksi tegas ini ditegakkan untuk menjaga aqidah umat tidak terkikis oleh penaturisasian ajaran-ajaran khurafat dan mistis yang terus berkamuflase.

Demikianlah Wali Songo menghukum mati Syekh Siti Jenar, meskipun bergelar syekh dan dianggap memiliki keilmuan tinggi, namun pernyataannya yang dihukumi menyesatkan aqidah umat. Begitulah syariah Islam meninggikan dan menegakkan aqidah agar tetap lurus.

Penjagaan aqidah juga dibekali pada individu lewat sistem Pendidikan Islam. Pendidikan yang mampu membangun keimanan yang kuat dan lurus. Keimanan yang tidak mudah tergoyah oleh rayuan kesenangan dan ketenaran semu semata. Pendidikan Islam melahirkan generasi yang berkepribadian Islam yang kuat dan selalu menjaga kemuliaan Islam dan umatnya.

Iklan
Iklan