Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
Bank Dunia mengungkapkan harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal daripada di pasar global. Bahkan saat ini harga beras dalam negeri konsisten konsisten tertinggi di kawasan ASEAN. Hal tersebut menyebabkan masyarakat harus merogoh kocek lebih banyak untuk kebutuhan pangannya, terutama beras.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia danTimor-Leste menilai tingginya harga beras terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif. Ia menyoroti tingginya harga beras dalam negeri tak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari 1 dollar AS atau Rp 15.199 per hari. Sementara pendapatan petani per tahun hanya mencapai 341 dollar AS atau Rp 5,2 juta (kompas.com).
Harga beras tinggi karena biaya produksi tinggi di negeri ini memang disebabkan banyak faktor. Namun, faktor yang paling mempengaruhi adalah sektor pertanian di negeri ini sudah dikuasai oligarki dari hulu hingga hilir. Sementara negara tidak memberikan bantuan kepada petani. Petani dipaksa mandiri terlebih petani yang sedikit modal.
Dikutip dari tempo.co, wawancara dilakukan terhadap petani yang tinggal di wilayah yang masih dikelilingi lahan sawah luas. Mereka bercerita tentang sulitnya pengairan sawah di musim kemarau, harga pupuk makin mahal, hingga harga padi yang belum memberikan keuntungan memadai dan menyejahterakan petani.
Negara yang sedang melakukan pembatasan impor beras pun menyebabkan ketersediaan beras jauh lebih sedikit. Alhasil, harga beras dalam negeri menjadi mahal bahkan lebih mahal dari beras impor. Situasi ini berpeluang mendorong dibukanya keran impor beras yang makin besar dari sebelumnya. Jika hal tersebut terjadi sementara harga beras lokal dalam keadaan mahal, tentu kebijakan pembukaan impor ini hanya semakin menguntungkan oligarki dan menyengsarakan petani.
Apalagi kini ritel-ritel yang menguasai bisnis beras dapat memainkan harga beras di pasaran. Semua kebijakan terkait pertanian yang condong pada kepentingan para pemilik modal tanpa mempedulikan nasib petani sejatinya merupakan buah penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini telah memosisikan negara sebagai regulator dan fasilitator, bukan pengurus rakyat.
Negeri yang memiliki lahan luas seharusnya mampu menjamin ketersediaan kebutuhan pokok beras, tanpa bergantung pada impor yang sering kali merugikan petani dan menyengsarakan rakyat. Namun, negara berparadigma kapitalis abai akan hal ini. Tidak ada langkah strategis yang ditempuh untuk menunjang optimalisasi produksi beras dalam negeri.
Pertumbuhan produksi beras di Indonesia cukup lambat. Bank dunia mencatat produksi beras nasional tumbuh di bawah 1% setiap tahunnya. Padahal pemerintah Indonesia konsisten mengucurkan pengeluaran untuk pertanian khususnya untuk pupuk subsidi. Namun pengeluaran tersebut nyatanya tidak tercermin pada pertumbuhan produktivitas pertanian.
Harus dipahami persoalan utama mahalnya harga beras di negeri ini adalah pengelolaan pangan yang masih disandarkan pada sistem Kapitalisme yang memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk menguasai sektor pertanian demi mendapatkan keuntungan. Berikut hilangnya fungsi negara sebagai raa’in atau pengurus yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat dan petani.
Sekularisme adalah keyakinan dasar (aqidah) yang memisahkan negara dan agama. Di negeri yang mayoritas Muslim ini, agama (Islam) hanya sebatas urusan ritual ibadah/penyembahan kepada Tuhan. Syariah Islam tidak digunakan untuk mengatur tata kehidupan yang lebih luas, termasuk aspek pertanian.
Dunia Islam saat ini terjebak keterikatan dengan sistem kapitalisme, yang berakar dari pandangan agama harus dipisahkan dari kehidupan serta dari pembuatan undang-undang. Hal ini mencerminkan permasalahan sistemik yang lebih luas yang berakar ideologi kapitalistik.
Berbeda dengan pengelolaan kebutuhan pokok di bawah pengaturan Islam. Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas yang wajib dikelola negara. Politik Islam mewajibkan negara memenuhi kebutuhan pokok rakyat individu per individu. Pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara adalah upaya mewujudkan ketahanan pangan.
Negara akan melakukan pengelolaan pangan secara mandiri hingga harga pangan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ketersediaan pangan sangat terkait dengan kebijakan masalah pertanahan dan ketersediaan infrastruktur. Dalam sistem ekonomi Islam, tanah tidak boleh dibiarkan menganggur. Sehingga jika ada tanah mati dan dihidupkan seseorang maka akan menjadi miliknya.
Demikian pula jika seseorang memiliki lahan kosong dan tidak dikelola selama tiga tahun berturut-turut maka lahan itu bisa dimiliki pihak lain yang mampu menggarapnya. Sehingga akan terjadi ekstensifikasi lahan pertanian yang memudahkan seseorang mendapatkan lahan pertanian. Hal ini akan meningkatkan produksi pangan dalam hal ini beras.
Adapun upaya meningkatkan hasil beras lainnya melalui intensifikasi. Negara menyerahkan kepada masyarakat untuk mengadopsi teknologi dari manapun yang mampu memberikan hasil produksi lebih baik. Negara akan meningkatkan kemampuan petani agar makin ahli bertani. Negara akan mengembangkan bibit unggul untuk para petani.
Yang terpenting, negara membangun infrastruktur yang mendukung pertanian. Negara akan menyediakan berbagai prasarana jalan, sarana transportasi, pasar yang sehat dan layak, dan sebagainya. Hal ini akan memudahkan petani mendistribusikan hasil pertaniannya kepada konsumen.
Negara tidak akan menyerahkan seluruh pengurusan pertanian ini kepada pihak swasta. Negara Islam, yakni Khilafah akan membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran. Mencegah terjadinya berbagai penipuan yang sering terjadi dalam perdagangan. Baik penipuan yang dilakukan penjual maupun pembeli. Berbagai mekanisme tersebut akan menjamin harga bahan pokok termasuk beras murah, petani sejahtera dan negara yang tidak bergantung pada impor.
Negara wajib melakukan seluruh upaya untuk mewujudkannya sesuai dengan sistem ekonomi Islam, dengan dukungan sistem lain dalam bingkai penerapan Islam kaffah. Semoga akan lahir kesadaran ideologis umat untuk berjuang bersama menegakkan syariah Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan, termasuk terkait pertanian.