Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
HEADLINE

Mempraktikkan Toleransi Beragama yang Sesuai Ajaran Islam

×

Mempraktikkan Toleransi Beragama yang Sesuai Ajaran Islam

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Aniyah, S.Pd.
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

Paus Fransiskus, Pemimpin tertinggi gereja Katolik Sedunia baru-baru ini berkunjung ke Indonesia. Ia disambut begitu hangat, gembira dan antusias di kalangan pejabat negara, tokoh-tokoh agama Islam, cendekiawan hingga masyarakat biasa. Bahkan kunjungannya dianggap sebagai momen bersejarah. Dalam menyambut kedatangan Paus Fransiskus ini 33 tokoh Muslim Indonesia meluncurkan buku berjudul, “Salve, Peregrinans Spei,” yang berarti “Salam, Bagimu Sang Peziarah Harapan.” Buku ini diharapkan menjadi simbol komitmen Indonesia terhadap toleransi (kompas.com).

Iklan

Presiden Joko Widodo menyambut kedatangan Pemimpin gereja Katolik Sedunia sekaligus Kepala Negara Vatikan di Istana Negara. Presiden dan Paus Fransiskus menyampaikan pesan tentang pentingnya toleransi, keberagaman, dan perdamaian dunia di tengah meningkatnya gejolak global, konflik, dan ketegangan antar negara. Sementara itu, Paus Fransiskus dalam sambutannya menyatakan kekagumannya terhadap Indonesia sebagai negara yang mampu menjaga persatuan dalam keberagaman.

Imam Besar Masjid Istiqlal, juga menyambut kedatangan Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal. Menurutnya, Masjid Istiqlal bukan hanya rumah ibadah umat Islam tetapi juga rumah besar untuk kemanusiaan. Setelah kunjungan Paus ke Masjid Istiqlal, Kamis malamnya ia menggelar Misa di Stadium Gelora Bung Karno (GBK), Senayan bersama umat Kristen Katolik (presiden.ri.go.id). Sebelum digelar pemerintah mengimbau media televisi perihal penayangan azan shalat Maghrib agar sementara diberlakukan secara running text lantaran bersamaan dengan ibadah misa (tempo.co).

Kedatangan Paus Fransiskus membuat isu toleransi kembali mencuat. Sikap penguasa maupun tokoh-tokoh agama terhadapnya seolah meneladankan sikap toleransi kepada umat Islam di Indonesia. Namun, benarkah toleransi yang mereka maksud dan praktikkan sudah sesuai dengan ajaran Islam?

Sekularisme merupakan kegelapan yang melahirkan berbagai kerusakan. Hal ini terjadi karena rusaknya paradigma berpikir masyarakat. Nilai-nilai Barat ini mengikis dan mengubah pemikiran dan perasaan kaum Muslim menjadi pemikiran liberal kapitalis.

Baca Juga :  Sakariyas - Endang Silusilawatie, Tak Lakukan Politik Identitas Tetap Door to Door

Umat Islam harus kritis dan memiliki sikap yang benar sesuai tuntunan syariat. Pasalnya, toleransi dalam kehidupan umat beragama memiliki aturan yang baku dan jelas. Sejarah menyebutkan, Spanyol sebagai salah satu cermin hidup toleransi antara Muslim, Yahudi, dan Kristen. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).

Ayat ini sejatinya mengajarkan kepada umat Islam toleransi dengan orang kafir tidak boleh mengurangi keyakinan terhadap Islam sebagai satu-satunya agama yang benar, yang lain salah. Dan satu-satunya jalan keselamatan di akhirat, yang lain tidak. Selain itu, toleransi tidak boleh mengurangi semangat dakwah mengajak mereka masuk Islam. Sebab, hubungan yang harusnya terbangun antara umat Islam dan non Muslim hanyalah hubungan dakwah. Inilah yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW ketika menjadi kepala negara di Madinah.

Rasulullah mengirim utusan yang membawa surat ajakan masuk Islam kepada Heraclius (kaisar Romawi), Raja Negus (penguasa Ethiopia), dan Kisra (penguasa Persia). Isi surat itu sangat jelas, beliau mengajak masuk Islam dan keselamatan mereka akan terjamin di dunia dan akhirat. Namun, jika menolak beliau mengajak mereka bergabung dengan negara Islam di bawah kepemimpinan Islam dengan jaminan keselamatan dunia. Jika masih menolak maka Rasulullah menyatakan perang karena secara tidak langsung menghalangi (secara fisik) masuknya dakwah Islam ke negeri mereka.

Demikianlah sikap Rasulullah terhadap pemimpin negara-negara kafir. Toleransi bukan bermakna berpartisipasi. Rasulullah tegas menolak melakukan toleransi dalam bentuk terlibat apalagi mengamalkan ajaran agama lain. Ketika di Mekkah beberapa tokoh kafir Quraisy menemui beliau menawarkan toleransi.

“Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (kaum Muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Jika ada sebagian ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan mengamalkan hal itu. Sebaliknya, jika ada sebagian ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus amalkan.” Kemudian turunlah QS. al-Kafirun yang menolak keras toleransi semacam ini.

Baca Juga :  Mekanisme Menjamin Harga Beras Terjangkau dan Petani Sejahtera

Karena itu, sebuah kesalahan besar ketika masjid yang pada dasarnya tempat beribadah kaum muslimin justru digunakan menyambut pemimpin agama Katolik. Ini toleransi kebablasan yang dipraktikkan kaum muslimin. Para ulama bersepakat yang boleh menggunakan masjid dan memakmurkan masjid hanya orang muslim.

Toleransi yang kebablasan ini bukan sebuah kebetulan. Pasalnya, kejadian ini bersamaan dengan upaya pemerintah mengaruskan moderasi beragama di tengah umat Islam. Proyek moderasi beragama adalah gagasan Barat yang kini ditancapkan di negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia. Definisi berislam “moderat” telah memunculkan makna yang rancu dan cenderung merugikan umat Islam. Salah satunya terkait toleransi beragama yang tengah dijalankan rezim sekuler dalam menyambut Paus ini.

Ideologi Kapitalisme dengan asas sekulernya tidak akan membiarkan ideologi Islam bangkit menggantikan eksistensi Kapitalisme. Mengusung ide moderasi beragama dengan berbagai pemikiran turunannya adalah salah satu strategi yang ditempuh Barat sebagai pemilik ideologi Kapitalisme untuk menghalangi umat Islam kembali pada ajarannya yang shahih. Sebab, jika hal tersebut terjadi maka tamatlah peradaban Kapitalisme. Islam akan bangkit sebagai kekuatan besar dan memimpin dunia.

Melalui proyek moderasi pula mereka menuding umat Islam yang memperjuangkan Islam yang shahih dan menolak ide moderasi sebagai kelompok radikal intoleransi. Karena itu, tidak ada sikap lain yang seharusnya ditunjukkan umat Islam kecuali menolak keras setiap upaya penyesatan umat Islam melalui proyek moderasi beragama, dan melakukan aktivitas dakwah untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.

Menciptakan kondisi seperti itu butuh suasana keimanan dan ketakwaan tiga pihak, individu, masyarakat dan negara. Jika ketiganya menggunakan pilar iman dan takwa, yaitu berpedoman syariat Allah SWT. Karena itu, problematika yang menimpa umat hari ini bukan sekadar fenomena individual tetapi sistemik yang harus diatasi secara sistemik pula sehingga kerahmatan Islam benar-benar terwujud.

Iklan
Space Iklan
Iklan
Ucapan