JAKARTA, Kalimantanpost.com – Pegawai Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dipanggil Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (14/10/2024) sebagai saksi penyidikan dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle di lingkungan Basarnas tahun 2012-2018.
Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama ATS, BW, AHP, dn SM,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (14/10).
Menurut informasi yang dihimpun para saksi tersebut adalah Staf Operator Pada Bagian Keuangan Basarnas tahun 2014 Agustinus Tri Setiawan (ATS), Direktur PT Galang Artha Mandiri Bambang Wigati (BW), Kasi PHP Kantor Pertanahan Kota Bogor Anang Hendri Prayogo (AHP), dan Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kab. Bogor 1 Seri Maharani BR Karo (SM).
Namun KPK belum menjelaskan lebih lanjut soal informasi apa yang akan dikonfirmasi kepada para saksi tersebut.
Dalam perkara tersebut KPK telah menahan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas periode 2009-2015 Max Ruland Boseke (MRB), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas periode 2013-2014 Anjar Sulistioyono (AJS) dan Direktur CV Delima Mandiri (DLM) William Widarta (WLW).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan konstruksi perkara tersebut berawal pada November 2013, saat itu Basarnas sedang mengajukan usulan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian (RKA-K/L) berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional tahun 2010-2014.
Salah satunya isinya dari rencana kerja tersebut adalah pengadaan truk angkut personel sebesar Rp47,6 miliar dan rescue carrier vehicle sebesar Rp48,7 miliar.
Pengajuan pengadaan truk angkut personel dan rescue carrier vehicle diawali melalui mekanisme rapat tertutup yang dihadiri Kepala Basarnas dan para pejabat eselon 1 dan 2.
Kemudian pada Januari 2014, Max Ruland Boseke selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas memberikan daftar calon pemenang kepada PPK Anjar Sulistiyono dan Tim Pokja Pengadaan Basarnas, untuk pekerjaan- pekerjaan pengadaan barang/jasa tahun anggaran 2014 yang akan dilelang.
Salah satu pekerjaan yang dikondisikan oleh Max adalah pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle untuk dimenangkan oleh PT TAP, yaitu perusahaan yang dikuasai dan dikendalikan oleh William Widarta yang juga merupakan Direktur CV DLM.
Kemudian pada Januari 2014, Anjar Sulistiyono menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle menggunakan data harga dan spesifikasi yang disusun oleh Riki Hansyah selaku pegawai William Widarta.
Selanjutnya pada Februari 2014, William Widarta mengikuti lelang pengadaan truk angkut personel dan rescue carrier vehicle menggunakan bendera PT TAP dengan perusahaan pendamping PT ORM dan PT GIM.
Tim Pokja Basarnas pada Maret 2024 mengumumkan PT TAP sebagai pemenang dalam pengadaan truk angkut personil 4WD dan rescue carrier vehicle.
Penyidik KPK kemudian menemukan adanya persekongkolan dalam pengadaan tersebut dan terdapat kesamaan IP Address peserta, surat dukungan, serta dokumen teknis penawaran dari PT TAP dan perusahaan pendampingnya PT ORM dan PT GIM.
Kemudian pada Mei 2014, PT TAP menerima pembayaran uang muka pekerjaan pengadaan truk angkut personil 4 WD sebesar Rp8,5 miliar dan pembayaran uang muka pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle sebesar Rp8,7 miliar.
Selanjutnya pada Juni 2014, Max Ruland Boseke menerima uang sebesar Rp2,5 miliar dari WIlliam Widarta dalam bentuk kartu ATM dan slip tarik tunai. Uang tersebut kemudian digunakan Max Ruland untuk membeli ikan hias dan kebutuhan pribadi lainnya.
Seiring perkembangan penyidikan, Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp20,4 miliar dari pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle di lingkungan Basarnas.
Atas perbuatannya para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant/KPO-3)